Candi Pari terletak di Dusun Candi Pari Wetan Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
Struktur Candi Pari
Candi Pari dibangun diatas batuan berbentuk persegi empat dan menghadap kearah barat. Panjang keselurhan candi ini sekitar 16 meter dengan lebar 14,10 meter dan tinggi 15.40 meter. Batu merah (batu bata) merupakan bahan utama yang membentuk keseluhan candi hanya pada bagian atas dan bawah pintu masuk ke bilik candi yang menggunakan batu andesit.
Secara arsitektural, candi Pari mempunyai perbedaan dengan candi-candi lainnya di jawa Timur. Perbedaan ini nampak pada bentuk fisik candi Pari yang agak tambun dan tampak kokoh seperti candi-candi di jawa tengah. Sedangkan jika kita bandingkan dengan arsitektur candi di Jawa Timur, umunya berbentuk ramping. Selain itu, perbedaan juga Nampak pada bentuk kaki, badan candi serta ornamen yang terdapat pada candi.
Kaki Candi
Bagian kaki candi Pari bertingkat dua, yaitu kaki Candi atas dan kaki candi bawah (batur).
Kaki candi pada bagian bawah berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 13,55 meter, lebar 13, 40 meter dengan tinggi 1,50 meter. Bagian pada sisi sebelah barat terlihat menjorok keluar dan terdapat dua jalan masuk ke bilik candi.
Kedua jalan tersebut merupakan susunan (trap) anak tangga dengan arah utara selatan dan selatan utara, jalan masuk ke bilik candi seperti pada Candi Pari tidak kita temui pada candi-candi lainnya di Jawa Timur. Susunan bata pada kedua anak tangga merupakan susunan awal yang tidak mengalami pemugaran. Akan tetapi, kondisinya sudah tampak aus dan pipi tangga dalam keadaan rusak. Pada bagian atas kaki candi bagian bawah terdapat silasar sebesar 1, 70 meter.
Kaki candi yang kedua berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 10 meter, lebar 10 meter dan tingginya mencapai 2 meter. Pada salah satu sisinya terdapat tangga menuju ke bilik candi. Tanggga tersebut merupakan susunan baru dengan menggunakan batas lama. Pada bagian dinding candi telah mengalami konsolidasi pada pemugaran pertama.
Badan Candi
Badan candi Pari berbentuk persegi empat dengan panjang serta lebarnya mencapai 7,80 meter dengan tinggi 6,30 meter. Pintu masuk berbentuk segi empat dengan panjang 2,90 meter, lebar 1,23 meter dan tebal 1 meter dengan 7 buah penguat pintu yang salah satunya terbuat dari batu andesit dan memiliki pahatan angka tahun 1293 saka (1371 M) dengan hiasan berbentuk segi tiga.
Ambang atas pintu masuk ini pernah mengalami konsolidasi pada masa colonial Belanda, yaitu dengan penambahan enam buah kayu balok jati yang kemudian setalah dipugar pada tahun 1994-1999 diganti dengan batu andesit. Profil batu candi yang masih tampak jelas yaitu profil badan pada bagian atas. Sedangkan di tengah dinding badan lainnya terdapat pahatan berupa miniature-miniatur candi dengan hiasan bungan teratai dan rangka. Di kanan kiri pahatan miniature candi terdapat lubang angin yang berjumlah 6 buah.
Bilik candi
Sebagian lantai bilik candi merupakan tatanan baru dengan menggunakan batu lama. Susunan lantai asli masih tampak di sudut barat daya dan sudut barat laut bilik candi.
Di dalam bilik candi sekaran ini, tidak terdapat arca utuh sebagaimana ketika pertama kali ditemukan. Hanya beberapa Arca saja yang terdapat pada bilik candi dan itpun arca-arca kecil yang berasal dari luar candi. Akan tetapi, dibagian tengah dinding timur (antara lubang angin) terdapat sebuah tonjolan sebagai sandaran arca dengan ukuran mencapai 6 x 6 meter.
Atap Candi
Atap Candi sebagian besar telah runtuh, ukuran atap yang masih tersisa memiliki panjang serta lebar mencapai 7, 80 meter, dengan tinggi 4,50 meter. Hiasan yang masih tampak pada dinidng atap berupa hiasan menara-menara pajal yang tidak lengkap. Antefik dan hiasan binatang pada bagian atap pun sudah dalam keadaan aus.
Candi Pari dalam Sejarah
Candi Pari memiliki angka tahun yang dipahatkan di atas pintu menuju bilik candi. Angka tahun yang menunjukan tahun 1293 saka (1371 M). Dengan demikian, Candi Pari merupakan bangunan yang diperkirakan merupakan bangunan candi yang didirikan pada masa kerajaan Majapahit yang pada saat itu di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Penelitian dan publikasi sejarah tentang Candi Pari baik berupa tulisan maupun foto sudah lama diterbitkan oleh para sarjana-sarjana Belanda. Salah satunya N.J Krom dalam bukunya Inlejding tot de Hindoe-Java asch Kunst (1923). N.J Krom berpendapat bahwa gaya arsitektur Candi Pari mendapat pengaruh Campa khusunya dengan candi-candi Mison. Pengaruh ini tampak pada bangunan dan ornamennya, namun demikian Candi Pari tetap menunjukan karakternya sebagai bagain dari arsitektur Nusantara.
Hubungan antara Nusantara dan Campa (diduga merupakan suatu daerah di Vietnam sekarang) jika kita runutkan kembali, merupakan hubungan yang sudah terjalin sejak jaman prasejarah, hal ini didasarkan pada temuan-temuan nekara perunggu gaya dongson di Nusantara. Pada masa Kerajaan-kerajaan di Nusantara, hubungan tersebut semakin meningkat lagi. Sumber prasasti dari periode Jawa Tengah dan sumber tertulis telah menyebutkan adanya pengungsian orang-orang yang berasal dari Champa ke Jawa Timur pada abad ke XV masehi, terdapat dalam hikayat Hasanudin (Jan Endel, 1983) dan kitab sejarah Melayu (Situmorang dan Tecuw, 1952). Peristiwa tersebut terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Raja Pan Kubah akibat serangan Raja Koci. Dalam hubungannnya dengan Candi Pari, pengungsian orang-orang Campa ke Nusantara merupakan suatu rangkaian dari memburuknya stabilitas politik di negeri campa yang diperkirakan terajdi pada tahun 1318 Masehi.
Dalam tutur lisan masyarakat sekitar candi, Candi Pari dilambangkan dengan dongeng sebagai peringatan hilangnya tokoh Joko Pandelegan. Menurut terjemahan laporan J. Knebel dalam “Repporten Van De Comissie In Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig Onderzoek Op Java en Madoera” 1905-1906 yang dimuat dalam buku “Sedjarah Kabupaten Sidoardjo” yang disusun oleh Panitia Penggali Sejarah Kabupaten Sidoarjo, tahun 1969/1970, Candi Pari dan Candi Sumur dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang sahabat/adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit di kala itu.
Pemugaran
Candi Pari, pernah mengalami konsolidasi bangunannya pada masa Kolonial belanda. Namun bangunan Candi Pari yang dapat kita lihat saat ini merupakan hasil pemugaran tahun 1994-1999 oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala Jawa Timur.
Kepustakaan:
Abas, H.M.S, Drs, M.Si. Dkk. (2001). PENINGGALAN SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN di Jawa Timur. Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur.
Jan Fontein, R. Soekmono, Edi Sedyawati (1990), Sculptured of Indonesia, National Gallery of Art, ISBN: 0894681419.
Rahardjo, Supratikno. (2002). Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.
Soekmono. (1995) Candi Fungsi dan Pengertian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. (1994). Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Narasumber
Masyarakat sekitar Candi Pari
Sumber :http://www.wacananusantara.org/2/543/candi-pari
Struktur Candi Pari
Candi Pari dibangun diatas batuan berbentuk persegi empat dan menghadap kearah barat. Panjang keselurhan candi ini sekitar 16 meter dengan lebar 14,10 meter dan tinggi 15.40 meter. Batu merah (batu bata) merupakan bahan utama yang membentuk keseluhan candi hanya pada bagian atas dan bawah pintu masuk ke bilik candi yang menggunakan batu andesit.
Secara arsitektural, candi Pari mempunyai perbedaan dengan candi-candi lainnya di jawa Timur. Perbedaan ini nampak pada bentuk fisik candi Pari yang agak tambun dan tampak kokoh seperti candi-candi di jawa tengah. Sedangkan jika kita bandingkan dengan arsitektur candi di Jawa Timur, umunya berbentuk ramping. Selain itu, perbedaan juga Nampak pada bentuk kaki, badan candi serta ornamen yang terdapat pada candi.
Kaki Candi
Bagian kaki candi Pari bertingkat dua, yaitu kaki Candi atas dan kaki candi bawah (batur).
Kaki candi pada bagian bawah berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 13,55 meter, lebar 13, 40 meter dengan tinggi 1,50 meter. Bagian pada sisi sebelah barat terlihat menjorok keluar dan terdapat dua jalan masuk ke bilik candi.
Kedua jalan tersebut merupakan susunan (trap) anak tangga dengan arah utara selatan dan selatan utara, jalan masuk ke bilik candi seperti pada Candi Pari tidak kita temui pada candi-candi lainnya di Jawa Timur. Susunan bata pada kedua anak tangga merupakan susunan awal yang tidak mengalami pemugaran. Akan tetapi, kondisinya sudah tampak aus dan pipi tangga dalam keadaan rusak. Pada bagian atas kaki candi bagian bawah terdapat silasar sebesar 1, 70 meter.
Kaki candi yang kedua berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 10 meter, lebar 10 meter dan tingginya mencapai 2 meter. Pada salah satu sisinya terdapat tangga menuju ke bilik candi. Tanggga tersebut merupakan susunan baru dengan menggunakan batas lama. Pada bagian dinding candi telah mengalami konsolidasi pada pemugaran pertama.
Badan Candi
Badan candi Pari berbentuk persegi empat dengan panjang serta lebarnya mencapai 7,80 meter dengan tinggi 6,30 meter. Pintu masuk berbentuk segi empat dengan panjang 2,90 meter, lebar 1,23 meter dan tebal 1 meter dengan 7 buah penguat pintu yang salah satunya terbuat dari batu andesit dan memiliki pahatan angka tahun 1293 saka (1371 M) dengan hiasan berbentuk segi tiga.
Ambang atas pintu masuk ini pernah mengalami konsolidasi pada masa colonial Belanda, yaitu dengan penambahan enam buah kayu balok jati yang kemudian setalah dipugar pada tahun 1994-1999 diganti dengan batu andesit. Profil batu candi yang masih tampak jelas yaitu profil badan pada bagian atas. Sedangkan di tengah dinding badan lainnya terdapat pahatan berupa miniature-miniatur candi dengan hiasan bungan teratai dan rangka. Di kanan kiri pahatan miniature candi terdapat lubang angin yang berjumlah 6 buah.
Bilik candi
Sebagian lantai bilik candi merupakan tatanan baru dengan menggunakan batu lama. Susunan lantai asli masih tampak di sudut barat daya dan sudut barat laut bilik candi.
Di dalam bilik candi sekaran ini, tidak terdapat arca utuh sebagaimana ketika pertama kali ditemukan. Hanya beberapa Arca saja yang terdapat pada bilik candi dan itpun arca-arca kecil yang berasal dari luar candi. Akan tetapi, dibagian tengah dinding timur (antara lubang angin) terdapat sebuah tonjolan sebagai sandaran arca dengan ukuran mencapai 6 x 6 meter.
Atap Candi
Atap Candi sebagian besar telah runtuh, ukuran atap yang masih tersisa memiliki panjang serta lebar mencapai 7, 80 meter, dengan tinggi 4,50 meter. Hiasan yang masih tampak pada dinidng atap berupa hiasan menara-menara pajal yang tidak lengkap. Antefik dan hiasan binatang pada bagian atap pun sudah dalam keadaan aus.
Candi Pari dalam Sejarah
Candi Pari memiliki angka tahun yang dipahatkan di atas pintu menuju bilik candi. Angka tahun yang menunjukan tahun 1293 saka (1371 M). Dengan demikian, Candi Pari merupakan bangunan yang diperkirakan merupakan bangunan candi yang didirikan pada masa kerajaan Majapahit yang pada saat itu di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Penelitian dan publikasi sejarah tentang Candi Pari baik berupa tulisan maupun foto sudah lama diterbitkan oleh para sarjana-sarjana Belanda. Salah satunya N.J Krom dalam bukunya Inlejding tot de Hindoe-Java asch Kunst (1923). N.J Krom berpendapat bahwa gaya arsitektur Candi Pari mendapat pengaruh Campa khusunya dengan candi-candi Mison. Pengaruh ini tampak pada bangunan dan ornamennya, namun demikian Candi Pari tetap menunjukan karakternya sebagai bagain dari arsitektur Nusantara.
Hubungan antara Nusantara dan Campa (diduga merupakan suatu daerah di Vietnam sekarang) jika kita runutkan kembali, merupakan hubungan yang sudah terjalin sejak jaman prasejarah, hal ini didasarkan pada temuan-temuan nekara perunggu gaya dongson di Nusantara. Pada masa Kerajaan-kerajaan di Nusantara, hubungan tersebut semakin meningkat lagi. Sumber prasasti dari periode Jawa Tengah dan sumber tertulis telah menyebutkan adanya pengungsian orang-orang yang berasal dari Champa ke Jawa Timur pada abad ke XV masehi, terdapat dalam hikayat Hasanudin (Jan Endel, 1983) dan kitab sejarah Melayu (Situmorang dan Tecuw, 1952). Peristiwa tersebut terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Raja Pan Kubah akibat serangan Raja Koci. Dalam hubungannnya dengan Candi Pari, pengungsian orang-orang Campa ke Nusantara merupakan suatu rangkaian dari memburuknya stabilitas politik di negeri campa yang diperkirakan terajdi pada tahun 1318 Masehi.
Dalam tutur lisan masyarakat sekitar candi, Candi Pari dilambangkan dengan dongeng sebagai peringatan hilangnya tokoh Joko Pandelegan. Menurut terjemahan laporan J. Knebel dalam “Repporten Van De Comissie In Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig Onderzoek Op Java en Madoera” 1905-1906 yang dimuat dalam buku “Sedjarah Kabupaten Sidoardjo” yang disusun oleh Panitia Penggali Sejarah Kabupaten Sidoarjo, tahun 1969/1970, Candi Pari dan Candi Sumur dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang sahabat/adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit di kala itu.
Pemugaran
Candi Pari, pernah mengalami konsolidasi bangunannya pada masa Kolonial belanda. Namun bangunan Candi Pari yang dapat kita lihat saat ini merupakan hasil pemugaran tahun 1994-1999 oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala Jawa Timur.
Kepustakaan:
Abas, H.M.S, Drs, M.Si. Dkk. (2001). PENINGGALAN SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN di Jawa Timur. Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur.
Jan Fontein, R. Soekmono, Edi Sedyawati (1990), Sculptured of Indonesia, National Gallery of Art, ISBN: 0894681419.
Rahardjo, Supratikno. (2002). Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.
Soekmono. (1995) Candi Fungsi dan Pengertian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. (1994). Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Narasumber
Masyarakat sekitar Candi Pari
Sumber :http://www.wacananusantara.org/2/543/candi-pari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar