Tabel Isi
Data pada jarak genetik dan distribusi allele unik dihadirkan untuk beberapa populasi linguistik Austronesia dan bukan-Austronesia (Papua) di Pasifik barat. Data-data ini mengkonfirmasi asal-usul yang terpisah untuk kedua populasi besar ini, tetapi juga menunjukkan banyaknya aliran gen berikutnya di antara mereka. Hubungan genetik antara Australia dan Pulau Papua yang mungkin sangat jauh.
Pendahuluan
Pada tahun 1965, Giles, Ogan dan Steinberg mengklaim sebuah diskriminasi yang jelas berdasarkan pada uji coba Gm sistem antara penutur Austronesian (An) dan bukan Austronesian (NAn) di Lembah Sungai Markham, Papua Nugini. Dikarenakan sebuah kegagalan untuk menemukan diskriminasi yang sama antara penutur An dan NAn di Bougainville, terjadi perdebatan yang genting dan kadang panas pada (a) kegunaan dari genetik untuk mempelajari asal An dan NAn, dan (b) keabsahan dari contoh yang mengatakan bahwa penutur An dan NAn mempunyai asal biologis yang berbeda.
Gambaran persaingan ini telah disorot dari perspektip yang berbeda oleh John Terrell dalam bukunya Prehistory of the Pacific Islands (1986), Jonathan Friedlaender dalam bab kesimpulannya dari buku The Solomon Islands Project (1987), dan oleh Sue Serjeantson dan Adrian Hill dalam The colonization of the Pacific (1989). Kesimpulan akhir (Serjeantson dan Hill 1989:287):
…gambaran ekstrim diambil oleh Terrell (1986) dan White et a; (1988), bahwa Polinesia tersusun dalam Melanisia dari sebuah populasi penduduk disana, selama sedikitnya 30,000 tahun, tidak dapat dipertahannya didalam dipandang dari sisi bukti genetik.
Saat ini, dalam bukunya, Serjeantson dan Gao menyediakan bukti lebih lanjut mengenai posisi ini berdasarkan pada informasi yang didapat dari analisis gen HLA. Diskusi saat ini melengkapi analisis HLA dengan meninjau ulang bukti yang dikumpulkan dalam 20 tahun kebelakang untuk sebuah ciri genetis yang besar dan mensubjekan data ke dalam teknik analisis multi variabel yang lebih baru.
Bukti Alami
Dalam bab ini kita tidak mempunyai kaitan dengan diskriminasi menggunakan huruf anthroposcopic atau anthropometric. Untuk lulus, bagaimana pun juga, harus dicatat bahwa dalam beberapa penelitian, terutama untuk gigi dan sidik jari, adalah sangat informatip. Penelitian kita sendiri telah dibatasi untuk sifat yang dapat ditemukan dalam contoh darah dibawah pengawasan genetik sederhana oleh lokus dalam banyak kromosom yang berbeda. Enzim dan sistem protein lainnya yang digunakan, dan penyebaran mereka dalam populasi di Pasifik, telah ditinjau baru-baru ini oleh Kirk (1989) dan lebih lengkapnya untuk Papua Nugini oleh Kirk (1992).
Data tersebut dapat di analisa dalam dua cara. Beberapa perbedaan genetik adalah unik untuk beberapa populasi dan pola penyebaran mereka memperlihatkan jalur keturunan yang biasa. Sebagai tambahan, variasi dalam frekuensi faktor genetik dapat dikelompokan untuk analisis multi variabel untuk memberi jarak “genetik” diantara populasi. Jarak tersebut dapat digunakan untuk membangun pohon evolusioner dengan sejumlah metode termasuk analisis gugus dan kemungkinan maksimum, atau dengan analisis komponen utama, untuk memperoleh pola penyaluran populasi
Distribusi Allele Unik
Kirk (1992) meninjau ulang penelitian sebelumnya dari distribusi unique allele di Pasifik barat, menyadari ketiga pola ini relevan untuk pemahaman hubungan antara linguistik dan perbedaan genetik. Pola pertama, ”Australoid”, berkaitan dengan pemindahan allele Tf*D1 dan GC*1A1 allele dari vitamin D- sistem protein ikat. Yang kedua, atau ”Papua Inti”, ditandai dengan allele seperti PGM1*3, PGM2*9, PGM2*10, PGK*4 dan MDH*3. Tidak satu pun dari allele ini ditemukan di Australia, menyatakan bahwa mereka dibawa atau berasal dari Pulau Papua setelah pemisahan dari Pulau Papua dan Australia pada masa akhir Pleistocene, 8-10,000 tahun yang lalu. Allele ”Papua Inti” ini mempunyai frekuensi yang relatio tinggi di Pegunungan Papua Nugini dan pada sebagian wilayah di Irian Jaya, dengan frekuensi yang lebih sedikit di kawasan pantai Pulau Papua dan frekuensi yang jauh lebih rendah lagi di Solomon, Kepulauan Banks dan Outlier Polinesia.
Pola ketiga adalah ”Austronesia”. Allele dalam kelompok ini tidak ditemukan di Australia dan sangat sedikit di Pegunungan Papua Nugini. Mereka banyak terdapat di Solomon, Outlier Polinesia, Kepulauan Banks, beberapa kawasan pantau utara dan timur Papua Nugini, Carolines barat dan Fiji. Alleles disini termasuk PGM1*7, PGK*2, kemungkinan HB*Tongariki, Albumin*NG, GPT*3 dan GPT*6.
Kajian Jarak Genetik
Dalam penelitian sebelumnya, yang ditinjau ulang oleh Kirk (1986, 1989, 1992), telah menunjukan diskriminasi diantara Waskia (NAn) dan Takia (An) di Kepulauan Karkar. Bagaimana pun juga, untuk 17 populasi lainnya di wilayah pantai utara Papua Nugini, penutur An tidak secara jelas dibedakan dengan penutur NAn. Dalam kasus ini analisis yang lebih jelas menunjukan bahwa lokasi geografis lebih penting daripada pembagian linguistik (Serjeantson et al. 1983).
Meskipun demikian, pertimbangan dari populasi diatas wilayah geografis yang lebih luas, termasuk kebanyakan dari Pegunungan Papua Nugini dan lainnya dari wilayah pantai dan bagian lain dari Pasifik barat, menunjukan bahwa bahasa adalah faktor pembeda yang penting, dengan pengecualian pada Mailu di Papua tenggara. Posisi pengecualian Mailu kemungkinan berkaitan dengan penggabungan komponen genetik An dari populasi terdekat kedalam sebuah kelompok yang berlanjut berbicara bahasa NAn (lihat Kirk 1992 untuk rincian selanjutnya).
Dalam perbandingan memerinci dari jarak genetik diantara orang Indonesia penutur bahasa An dan populasi Pasifik barat lainnya, Sofro (1982) telah menunjukan bahwa populasi Indonesia, termasuk Ternate dan Galelarese dari Halmahera yang mana bahasanya adalah bukan Austronesia, kelompok dengan populasi penutur bahasa Austronesia di Pulau Papua dan di tempat lain di Pasifik namun terpisah dari populasi penutur bukan bahasa Austronesia, baik di Papua Nugini dan Irian Jaya.
Untuk memeriksa lebih lanjut lagi masalah dari hubungan linguistik dan genetik di wilayah Pasifik, kita telah menggunakan tatacara statistik yang baru saja dikembangkan untuk menganalisa kembali sejumlah data kita sebelumnya, dan memasukan beberapa populasi yang mana penanda informasi yang baru telah tersedia. Frekuensi data Multi-fokus digunakan untuk memperkirakan sejarah evolusi suatu ras dari dua kelompok populasi, menggunakan metode kemungkinan maksimum sebagian (Felsenstein 1981).
Metode ini telah ditunjukan oleh Kim dan Burgman (1988) secara lebih akurat dibandingkan dengan metode pengelompokan rata-rata arimatik kelompok pasang tak berbobot (UPGAA) yang sudah umum, untuk memperkirakan evolusi suatu ras dari frekuensi data allele, terutama sekali ketika sejumlah kecil lokus dianalisa dan dimana tingkat evolusi dapat berubah-ubah diantara populasi. Pendekatan kemungkinan maksimum menghasilkan perkiraan sejarah evolusioner dari sebuah populasi kelompok dalam bentuk jaringan kemungkinan maksimum (atau [ohon_ yang menghubungkan mereka. Reabilitas dari perkiraan dapat di uji dengan membandingkan “kemungkinan” dari jaringan kemungkinan maksimum dengan jaringan yang lain, yang menghubungkan populasi yang sama melalui pola percabangan yang berbeda.
Kelompok pertama dari populasi yang dianalisis terdiri dari 17 populasi yang sama seperti yang disebutkan diatas, diteliti oleh Serjeantson et al. (1983) dan berlokasi di Distrik Bogia dan Lembah Gogol di pantai utara Papua Nugini, dan diperbatasan Manam, Karkar dan Kepulauan Siassi. Populasi ini termasuk kedalam kelompok penutur bahasa Austronesia dan Bukan Austronesia. Kelompok yang kedua terdiri dari penutur bahasa Austronesia dan Bukan Austronesia dari berbagai tempat di Pulau Papua dan sepanjang Indonesia, Kepulauan Melanisia, Mickronesia dan Polinesia (Peta 1)
Peta 1. Tempat-tempat dari po pulasi contoh. Contoh kelompok linguistik dari Distrik Bogia adalah Saiki, Pila, Tani, Pay, Monumbo, Mikarew, dan Manam; yang merupakan contoh dari Lembah Gogol adalah Munit, Sehan, Ham, Amaimon, dan Bemal.
Gambar 1. Jaringan kemungkinan maksimum menghubungkan populasi penutur bahasa Austronesia dan Bukan Austronesia dari Distrik Bogia dan Lembah Gogol di pesisir utara Papua Nugini dan dari pulau-pulau di perbatasan. Jarak cabang tersebut digambarkan dalam bentuk jarak genetik.
Populasi Austronesia dan bukan-Austronesia di Pesisir Utara Papua Nugini
Analisis data kemungkinan maksimum kita dari Serjeantson et al. (1983) (Gambar 1) menegaskan kesimpulan mereka bahwa tidak terdapat perbedaan genetik antara penutir bahasa Austronesi dan bukan Austronesia yang bertempat tinggal disepanjang pesisir utara Papua Nugini, dan persamaan populasi lebih berdasarkan pada hampiran geografis dibandingkan kesamaan linguistik. Terdapat sejumlah perbedaan antara pola percabangan dari jaringan kita dan dendrogram mereka, tapi tetap saja untuk kebanyakan bagian, populasi yang secara geografis berdekatan satu sama lain, relatip mirip secara genetik, tanpa tergantung dengan persamaan linguistik mereka. Jadi, sebagai contoh, Ham Austronesia lebih dekat terhubung dengan kelompok bukan Austronesia lainnya di Lembah Gogol dibandingkan dengan populasi Austronesia yang lain. Dengan cara yang sama, Manam Austronesia menyerupai tetangga Bukan Austronesia mereka di Distrik Bogia dibandingkan dengan populasi Austronesia. Dua kelompok di Kepulauan Karkar (Takia Austronesia dan Waskia Bukan Austronesi) juga dekat satu sama lain dalam jaringan, sebagaimana ketiga kelompok dari Kepulauan Siassi (Mangap Austronesia, Lokep Austronesia dan Kovai Bukan Austronesia).
Situasi yang berkenaan dengan persamaan genetik dari populasi Bukan Austronesia termasuk pada filum yang berbeda lebih tidak jelas, meskipun sekali lagi, hampiran geografis terlihat mempunyai pengaruh. Jadi, di Distrik Bogia, Pay dan Tani (Trans Filum Pulau Papua, Adelbert Range Superstock) lebih berhubungan erat dengan Monumbu (Filum Torricelli) dan Kepulauan Karkar (Waskia). Kelompok Adelbert Range yang lain di Distrik Bogia (Saki dan Pila) bagaimanapun juga pada jarak relatip jauh berhubungan dengan Pay dan Tani.
Keragaman bukan-Austronesia dan Sumbangsihnya Pada Keaneka-ragaman Austronesia di Melanisia
Penelitian leksikostatistik oleh Dyen (1965) mengungkapkan perbedaan yang lebih signifikan dalam bahasa Austronesia yang dipakai di Melanisia dibandingkan dengan bahasa Austronesia yang dipakai di Indonesia barat dan Malaysia. Saat ini telah di sadari bahwa perbedaan ini mencerminkan pinjaman yang besar dari bahasa Bukan-Austronesia yang mana terpecah pada masa pendudukan Austronesia.
Sebagian besar pinjaman kata dalam bahasa Austronesia berasal dari filum bukan-Austronesia yang lebih kecil, dengan sedikit pengaruh dari dua filum utama bukan-Austronesia, Trans Pulau Papua dan Sepik-Ramu. Distribusi geografis dari kedua filum hanya bertumpang tindih dengan penutur bahasa Austronesia di daratan Pulau Papua, secara garis besar. Selain itu, para penutur bahasa yang termasuk kedalam filum tersebut baru-baru ini meluas ke wilayah distribusi mereka saat ini. Migrasi dataran tinggi filum bahasa Trans Papua dimulai sekitar 5.000 hingga 2.000 tahun yang lalu. Pendudukan tersebut, ke barat ke timur, dari wilayah pantai provinsi Sepik dan Madang oleh penutur bahasa Sepik-Ramu, yang pada dasarnya adalah penduduk sungai, adalah fenomena terbaru. Penyelidikan dikotomi Austronesia dan bukan-Austronesia di Melanesia karena itu harus mempertimbangkan keragaman dari bahasa bukan-Austronesia dan sejauh mana hal tersebut telah mempengaruhi substratum bahasa Austronesia.
Untuk mengevaluasi hubungan antara penutur bahasa Austronesia dan bukan-Austronesia pada skala yang lebih luas untuk analisis kami memilih wakil-wakil dari tiga filum bukan-Austronesia yang berbeda, yaitu, Filum Stock Halmahera Utara Papua Barat (Ternatens dan Galelarese), yang Iatmul Filum dari Sepik-Ramu, dan penutur bahasa Filum Trans Pulau Papua. Dalam pandangan diversifikasi luas Filum bahasa Trans Pulau Papua, kami memilih satu populasi masing-masing dari lima wilayah Papua: pantai utara (Pila), Dataran Tinggi utara-rumbai (Gainj), tepat di Dataran Tinggi (Fore Selatan), Highlands selatan-rumbai (Pawaia) dan pantai selatan (Asmat). Selain itu, dua populasi ditambahkan dari pulau-pulau lepas pantai Pulau Papua (Waskia dan Kovai). Kami juga memasukan penutur bahasa Austronesia yang tersebar luas (Gambar 1).
Gambar 2. Jaringan kemungkinan maksimum menghubungkan perwakilan populasi penutur bahasa Austronesia dan bukan-Austronesia dari Indonesia, Melanisia, Micronesia dan Polinesia. Lebar dari cabang tersebut digambarkan dalam berbanding dengan jarak genetik.
Ragam linguistik diantara penutur bukan-Austronesia dicerminkan oleh ragam genetik mereka (Gambar 2). Perbedaan dalam tingkatan cabang antara Gambar 1 dan 2 untuk populasi tersebut di wakilkan dalam keduanya untuk memperkecil perbedaan dalam data yang digunakan dalam dua analisis.
Ternate dan Galelarese dari Indonesia (keduanya berasal dari Filum Papua Barat) berhubungan dekat dengan mayoritas penutur bahasa Austronesia. Mereka cukup berbeda dengan kelompok bukan-Austronesia lainnya, yang mana mereka dengan bebas bergabung dengan struktur bukan hirarkis dalam hubungan mereka, Terlihat bahwa penutur Filum Trans Pulau Papua gagal untuk menyamakan ragam genetik yang mendasari susunan bawah linguistik yang sudah pada tempatnya saat kedatangan mereka.
Diantara populasi Austronesia, kelompok Ham baik didalam populasi bukan-Austronesia menandakan bahwa mereka telah mendapatkan bahasa Austronesia dari luar. Dengan pengecualian pada Tolai dan Buka (lihat di bawah), sisa dari populasi Austronesia adalah kelompok yang relatip padat. Hal ini menunjukan kesamaan genetik yang dekat, walaupun populasi ini telah terbagi dengan luas secara geografis. Pola ini konsisten dengan populasi berikut yang menyebar dengan cepat dan baru-baru ini menempati lokasi mereka.
Saat ini dapat diterima bahwa Kepulauan Bismarck adalah rumah bagi budaya nenek moyang Lapita, meskipun pandangan yang berlawanan menunjukkan bahwa budaya tersebut tiba sepenuhnyadi dalam wilayah ini. Pendukung dari kedua gambaran ini setuju bahwa pulau-pulau di busur kepulauan adalah pusat dari penyebaran orang Lapita jauh timur Pasifik. Sayangnya, data genetik populasi Bismarck saat ini adalah langka dan argumen di atas tidak mungkin diselesaikan tanpa informasi dari Irlandia Baru dan Britania Baru. Data genetik pada populasi di sekitar Kepulauan Bismarck tersedia, dan dapat dikatakan populasi Bismarck tampaknya tidak akan sangat berbeda dari populasi tetangganya. Kami berpendapat, di satu sisi, bahwa populasi yang menetap di kedua sisi Terusan St George's, antara Britania Baru dan Irlandia Baru, akan lebih terpengaruh oleh pergerakan Lapita dibandingkan mereka yang mengelilingi Selat Vitiaz, antara Britania Baru dan Pulau Papua, jika para penjajah Polinesia berasal dari Asia Tenggara dan sebagian besar melewati Melanesia. Di sisi lain, jika memang populasi Lapita berkembang sepenuhnya di Kepulauan Bismarck maka bisa diperkirakan lebih besar kemiripan genetik dalam populasi di wilayah Laut Bismarck.
Untuk menguji kedua hipotesis yang berlawanan ini, kami telah dimasukkan dalam populasi analisis yang membatasi Terusan St George's dan Selat Vitiaz. The Tolai mendiami ujung barat Terusan St George's, sedangkan Buka terletak lebih ke timur. Untuk Selat Vitiaz kami telah memilih dua populasi berbahasa bukan-Austronesia, Kovai dari Pulau Umboi dan Waskia dari Pulau Karkar.
Analisa menunjukkan bahwa keempat populasi pulau Papua Nugini tidak tergabung baik dalam kelompok yang terdiri dari Polinesia, Mikronesia dan Indonesia, atau sisa populasi bukan-Austronesia (Gambar 2) yang menduduki posisi menengah dalam jaringan di antara keduanya. Waskia dan Kovai berbagi cabang bersama di Gambar 2. cabang Tolai dan Buka cukup terpisah dan jelas, tetapi lebih dekat ke sisa populasi Austronesia. Jadi tidak ada keseragaman di antara populasi sekitar Laut Bismarck dan kesamaan yang lebih besar antara kelompok utama populasi Austronesia dan mereka yang berbatasan dengan Terusan St George's tetap dengan hipotesis gerakan budaya Lapita melalui wilayah.
Hubungan Linguistik dengan Sepik-Ramu dan Bahasa Australia Awal
Keragaman bahasa bukan-Austreonesi menimbulkan masalah mengenai kemungkinan hubungan mereka dengan bahasa yang sekarang ditemukan di Australia. Wurm (1983) telah menyarankan bahwa jejak linguistik dari populasi Australia awal (atau Australoid), yang kemudian tercamput dengan pendatang berbahasa bukan-Austronesia, dapat dilihat dalam bahasa Filum Sepik-Ramu. Menurut dia, Laycock (1973) telah menunjukkan kemiripan umum antara fonologi dari rumpun bahasa Ndu di Stock Sepik Tengah dari Filum Sepik-Ramu dan ciri fonologi umum dari bahasa Australia. Selain itu, peristiwa dalam wilayah Sepik-Ramu dari elemen budaya Australia seperti lempar lembing, bullroarers, lukisan di kulit kayu dan permukaan datar, dan kemiripan dari melodi celah-gong dengan melodi didgeridoo, semuanya dianggap menunjukkan memiliki ciri-ciri budaya. Hubungan antara penutur Filum bahasa Sepik-Ramu dan Aborigin Australia ini telah dijelaskan dengan rute migrasi ke selatan melewati daerah Sungai Purari, mungkin karena ada kesamaan gaya seni Sepik dan para Purari (Spieser 1937), dimana bullroarers juga ditemukan (Williams 1936).
Namun, analisis yang lebih lanjut dari data kami tidak memberikan indikasi adanya hubungan antara penduduk Sepik-Ramu dan Aborigin Australia melalui daerah Sungai Purari. Pertama, tidak ada kedekatan erat antara Iatmul (Sepik-Ramu) dan Pawaians (Sungai Purari) (Gambar 2). Kedua, kita mengulangi analisis populasi yang ditunjukkan pada Gambar 2 dengan masuknya populasi dari Australia tengah (Waljbiri). Jaringan yang dihasilkan (tidak digambarkan di sini) menunjukkan Waljbiri terhubung sangat jauh dengan populasi lainnya. Cabang yang mengarah ke Waljbiri hampir delapan kali lebih lama dari sambungan terpanjang berikutnya pada jaringan cabang (yang mengarah ke Iatmul), dan posisi di mana ia terhubung ke seluruh jaringan tidak sepenuhnya dapat dihubungkan. Akan terlihat bahwa jika ada kesamaan genetik yang mendasari kesamaan budaya dan bahasa antara Sepik-Ramu dan populasi Aborigin Australia, seperti yang dibahas oleh Wurm (1983), ini sangat jauh.
Kesimpulan
Data ekstentip kita mendukung contoh bahwa penutur bahasa Austronesia mempunyai asal bioligis yang berbeda dengan penutur bahasa bukan-Austronesia di Pasifik barat. Akan tetapi, perbedaan tidak selalu jelas di semua kasus dan dinyatakan di kebanyakan populasi dan faktok lainnya, termasuk perkawinan antar suku ke tingkatan luas lainnya, telah terjadi untuk mengaburkan tepian dari batasan-batasan linguistik.
Referensi
Dyen, I.
1965 A lexicostatistical classification of the Austronesian languages. International Journal of American Linguistics, Memoir 19.
Felsenstein, J.
1981 Evolutionary trees from gene frequencies and quantitative characters: finding maximum likelihood estimates. Evolution 35:1229-1242.
Friedlaender, J. (ed.)
1987 The Solomon Islands Project. Oxford: Oxford University Press.
Giles E., E. Ogan and A.G. Steinberg
1965 The gamma globulin factors (Gm and Inv) in New Guinea: anthropological significance. Science 150:1158-1160.
Kim, J. and M.A. Burgman
1988 Accuracy of phylogenetic-estimation methods under unequal evolutionary rates. Evolution 42:596-602.
Kirk R.L.
1986 Human genetic diversity in south-east Asia and the western Pacific. In D.F. Roberts and G.F. de Stefano (eds) Genetic diversity and its maintenance in tropical populations, pp.111-134. Cambridge: Cambridge University Press.
1989 Population genetic studies in the Pacific: red cell antigen, serum protein and enzyme systems. In A.V.S. Hill and S.W. Serjeantson (eds) The colonization of the Pacific: a genetic trail, pp.60-119. Oxford: Clarendon Press.
1992 Population origins in Papua New Guinea. In R.D. Attenborough and M.P. Alpers (eds) Human biology in Papua New Guinea: the small cosmos, pp.172-197. Oxford: Clarendon Press.
Laycock, D.C.
1973 Sepik languages — checklist and preliminary classification. Pacific Linguistics Series B No. 25. Canberra: Department of Linguistics, Research School of Pacific Studies, The Australian National University.
Terrell, J.
1986 Prehistory in the Pacific Islands. Cambridge: Cambridge University Press.
Serjeantson, S.W. and A.V.S. Hill
1989 The colonization of the Pacific: the genetic evidence. In A.V.S. Hill and S.W. Serjeantson (eds) The colonization of the Pacific: a genetic trail, pp.286-294. Oxford: Clarendon Press.
Serjeantson, S.W., R.L. Kirk and P.B. Booth
1983 Linguistic and genetic differentiation in New Guinea. Journal of Human Evolution 12:77-92.
Sofro, A.S.M.
1982 Population genetic studies in Indonesia. PhD thesis, The Australian National University, Canberra.
Spieser, F.
1937 Eine initiationszeromonie in Kambrango am Sepik, Neuguinea. Ethnologischer Anzeiger 4:153-157.
White, J.P., J. Allen and J. Specht
1988 Peopling the Pacific: the Lapita Homeland Project. Australian Natural History 22:410-416.
Williams, F.E.
1936 Bullroarers in the Papuan Gulf (Territory of Papua, Anthropological Report 12). Port Moresby: Government Printer.
Wurm, S.A.
1983 Linguistic prehistory in the New Guinea area. Journal of Human Evolution 12:25-35.
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/99/581/sebuah-penelitian-dari-jarak-genetik-dan-
pembagian-austronesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar