Minggu, 21 Maret 2010

Candi Bojongmenje: Harta Karun di Bandung Timur


Oleh : Nanang Saptono
Perbincangan pada kunjungan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di situs Bojongmenje. Dari kiri Iyus Supriatna (Kepala Balai Kepurbakalaan, Kesejarahan dan Nilai-nilai Tradisional Jawa Barat), Ahmad Muhammad (salah satu penemu candi), I Gde Ardika (Menteri Kebudayaan dan Pariwisata), Tony Djubiantono (Kepala Balai Arkeologi Bandung), H. Memet H Hamdan (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat), Barnas Dwiyana (Kepala Sub Dinas Kebudayaan Disbudpar Jawa Barat)

Pendahuluan
Yang namanya “harta karun” mungkin merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh banyak manusia karena dapat menjadikan kaya. Dari cerita sebelum bobo yang penuh khayalan, hingga kehidupan nyata sehari-hari yang realistis, banyak menjadikan harta karun sebagai tema dalam berfikir. Bulan Agustus 2002 yang lalu, masyarakat Jawa Barat dan Sunda pada umumnya, mendapat sajian realitas kehidupan menyangkut harta karun. Situs Batutulis di Bogor, dibantai dicari harta karunnya karena adanya petunjuk gaib. Pola pikir mayoritas masyarakat Sunda yang realistis, menentang aktifitas penggalian tanpa kaidah ekskavasi arkeologis tersebut. Masyarakat Sunda sangat menyayangkan bila titilar karuhunnya diacak-acak. Namun, kegundahan masyarakat seakan-akan mendapat obat mujarab ataupun jamu manjur mendengar berita penemuan candi di Kampung Bojongmenje, Kabupaten Bandung sekitar 30 km sebelah timur kota Bandung.

Surat kabar Galamedia yang terbit di Bandung, pada tanggal 20 Agustus 2002 menurunkan berita penemuan tersebut. Bermula dari Bapak Ahmad Muhammad, bersama rekan-rekannya, pada sore tanggal 18 Agustus 2002 bermaksud meratakan gundukan tanah yang terdapat di lahan kuburan. Tiba-tiba cangkul Bapak Rochman mengenai benda keras. Setelah diperhatikan ternyata batu yang bersusun. Keesokan harinya penggalian dilanjutkan oleh Bapak Ahmad dan rekan-rekan yang semuanya berjumlah duabelas orang. Penggalian dilanjutkan hingga kedalaman 120 cm lebar 1,5 m dan panjang 6 m. Bagian yang tampak merupakan susunan batu sebanyak 9 lapis. Melihat pemandangan ini mereka lalu melaporkan penemuannya ke berbagai pihak di antaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat dan Balai Arkeologi Bandung.

Setelah dilakukan peninjauan singkat oleh kedua instansi tersebut disimpulkan bahwa temuan itu adalah benar suatu runtuhan bangunan candi bagian kaki. Hal yang sangat menarik profil kaki menunjukkan adanya bagian yang disebut pelipit, ojief (sisi genta), dan bingkai persegi. Menindaklanjuti temuan itu akhirnya diputuskan segera dilakukan ekskavasi penyelamatan.

Gambaran Umum Lokasi
Situs Bojongmenje secara administratif termasuk di dalam wilayah Kampung Bojongmenje, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis berada pada posisi 6°50’47” LS dan 107°48’02” BT (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II). Di kawasan Rancaekek selama ini belum ada laporan atau temuan mengenai adanya objek purbakala.

Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Neder¬landsch-Indie (ROD) 1914 (Laporan Dinas Purbakala Hindia-Belanda tahun 1914) yang disusun oleh N.J. Krom belum memuat adanya objek purbakala di sekitar Rancaekek. Dalam laporan itu dimuat adanya runtuhan candi di Tenjolaya, Cicalengka. Unsur bangunan candi yang dilaporkan antara lain patung bergaya Polinesia, kala, patung Durga, dan beberapa balok-balok batu. Selain itu di daerah Cibodas pernah juga dilaporkan adanya temuan patung Çiva-Mahãdewa. Di Cibeeut ditemukan patung Ganeça. Pleyte pada tahun 1909 pernah melaporkan bahwa di Desa Citaman, 200 m sebelah utara Stasiun KA Nagreg, terdapat objek purbakala yang oleh masyarakat setempat disebut pamujan. Di situs ini pernah ditemukan patung Durga.

Geomorfologi kawasan situs Bojongmenje secara umum merupakan pedataran bergelombang dengan ketinggian antara 620 hingga 1700 m di atas permukaan laut. Situs Bojongmenje berada pada ketinggian sekitar 675 m di atas permukaan laut. Dataran rendah berada di bagian selatan dan barat, sedangkan bagian utara dan timur merupakan perbukitan. Bukit-bukit tersebut antara lain G. Bukitjarian (1282 m), G. Iwiriwir, Pr. Sumbul (949 m), G. Kareumbi, G. Kerenceng (1736 m), G. Pangukusan (1165 m), Pr. Sodok, Pr. Panglimanan, Pr. Dangusmelati, Pr. Serewen (1278 m), G. Buyung, dan beberapa puncak lainnya (berdasarkan peta topografi daerah Sumedang lembar 4522-II).

Dataran rendah di mana situs berada dialiri beberapa sungai. Sungai-sungai tersebut bermata air dari kawasan pegunungan di sebelah utara dan timur. Di kawasan paling barat mengalir Sungai Cikeruh. Ke arah timur berturut-turut terdapat aliran sungai Cikijing, Cimande, dan Citarik. Sungai Cikijing dan Cimande bersatu dengan Citarik. Sungai Cimande yang mengalir di dekat situs, di sebelah timur situs bermula dari arah selatan ke utara kemudian berbelok ke arah barat. Di sebelah barat laut situs sungai ini kemudian berbelok lagi ke arah selatan.

Lokasi berada pada lahan kuburan yang dikelilingi areal pabrik, di sebelah selatan jalan raya Bandung – Tasikmalaya. Untuk menuju situs hanya dapat melalui lorong di antara padatnya perumahan penduduk dan tembok pagar pabrik. Panjang lorong dari jalan raya hingga lokasi situs sekitar 125 m. Lahan kuburan di mana terdapat bangunan candi, berada pada sebelah selatan kelokan sungai Cimande berjarak sekitar 75 m.

Runtuhan candi berada di bagian sudut barat laut lahan kuburan, pada tanah yang menggunduk. Gundukan tanah ini tingginya sekitar 1 m dari lahan sekitar. Pada bagian puncak gundukan ditumbuhi pohon bungur. Menurut cerita masyarakat, candi ini memang sudah lama diketahui. Dahulu di lokasi ini pernah terdapat arca batu menggambarkan sosok wanita menimang bayi. Arca tersebut dahulu sering untuk main-main dan seringkali dilemparkan ke sungai. Berdasarkan keberadaan arca ini masyarakat menamakannya Candi Orok. Di sebelah timur candi ini dahulu juga terdapat candi dan beberapa arca yang berjajar. Masyarakat menamakannya Candi Wayang. Selain di sebelah timur, di sebelah barat juga terdapat bangunan candi.

Hasil Ekskavasi
Dalam ekskavasi di situs Bojongmenje, pembukaan kotak dilakukan dengan teknik spit, yaitu menggali tanah secara arbitrer dengan interval ketebalan 20 cm. Ekskavasi yang telah dilakukan berhasil membuka 21 kotak gali dan sebuah lubang uji. Pembukaan kotak gali, pada umumnya mencapai kedalaman sekitar 150 cm. Ekskavasi pada 21 kotak gali tersebut telah menampakkan sisa struktur candi bagian kaki. Struktur kaki candi sisi barat (sebagian telah digali masyarakat setempat) yang tersisa terdiri 5 hingga 7 lapis batu. Bagian sudut barat daya terlihat melesak.

Struktur kaki sisi utara tidak dapat ditampakkan secara keseluruhan karena berada dekat sekali dengan tembok pabrik. Beberapa batu runtuhan berada di bawah pondasi pagar tembok pabrik. Sudut timur laut tidak dapat ditampakkan sama sekali karena berada tepat di bawah pagar tembok pabrik.

Struktur sisi timur ditemukan dalam keadaan tidak lengkap. Beberapa batu ditemukan dalam keadaan terpotong akibat aktivitas penduduk membuat lubang galian kuburan. Sudut tenggara dapat ditampakkan secara penuh. Beberapa batu bagian ini juga rusak akibat galian kuburan. Struktur sisi selatan keadaannya relatif utuh dalam arti tidak rusak akibat penggalian untuk kuburan.

Secara umum ekskavasi telah menampakkan denah candi berbentuk bujur sangkar berukuran sekitar 6 X 6 m, bila diukur pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) dan sekitar 7,5 X 7,5 m bila diukur pada batu paling bawah. Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik, meskipun pada beberapa kotak gali ditemukan bata. Batu kulit hanya terdiri satu lapis. Batu isian berupa batu-batu polos tidak dibentuk. Kebanyakan batu isian berbentuk panjang disusun secara melintang (berpotongan dengan struktur sisi).

Bata ditemukan dibeberapa kotak gali. Ukuran bata berkisar antkara tebal 9 cm, lebar 20 cm, dan panjang 40 cm. Pada akhir spit, yaitu dimana terdapat batu pondasi bangunan candi, tanah di sekitarnya diperkeras dengan pecahan bata dan kerikil.
Pada setiap kotak gali, penggalian pada kedalaman sekitar 1 m terganggu oleh resapan air tanah yang cukup deras. Sehingga pada setiap penggalian harus selalu berpacu dengan cepatnya genangan air.

Temuan Penting
Temuan penting antara lain berupa sejenis wadah berbentuk kotak dari bahan batuan tufa. Wadah tersebut berukuran 12 X 11 cm dengan ketebalan 5,5 cm. Pada bagian penampang datar terdapat lubang berbentuk segi empat berukuran 8 X 8,5 cm. Benda ini ditemukan di sisi timur. Di tempat ini pula ditemukan batu bagian ojief yang menyudut. Batu tersebut merupakan suatu indikator bagian tangga/pintu masuk. Dengan demikian wadah berbentuk kotak, posisinya berada di bawah jalan/tangga masuk.

Temuan wadah dari batuan tufa
Pada sisi timur bagian utara, di kedalaman sekitar 105 cm ditemukan batu berhias medalion. Secara keseluruhan berukuran panjang 50 cm, lebar 39 cm, dan tebal 12 cm. Pada sisi selatan, terdapat batu struktur yang sudah terlepas. Pada sisi batu tersebut terdapat profil bingkai padma dalam ukuran kecil. Diperkirakan batu ini merupakan unsur bagian atas bangunan candi. Di sisi barat, pada kedalaman sekitar 100 cm ditemukan batu yang salah satu sisinya terdapat cekungan sebanyak dua buah berjajar, berbentuk setengah lingkaran. Batu tersebut berukuran panjang 75 cm, lebar 28 cm, tebal 18 cm, diameter pahatan 21 cm dan 22 cm.

Temuan lain yang hampir ditemukan pada setiap kotak gali adalah fragmen tembikar dan tatal obsidian. Fragmen tembikar ada yang berhias ada yang polos. Pola hias tembikar antara lain garis-garis dan jala. Arang sebagai materi yang dapat di-dating juga ditemukan di beberapa kotak gali.

Temuan penting juga ditemukan ketika dilakukan penggalian fondasi pagar pengaman. Pada sisi timur berjarak sekitar 3 m dari sisi timur candi, di kedalaman sekitar 75 cm ditemukan fragmen yoni dan batu kemuncak. Fragmen yoni dalam keadaan pecah sedikit bagian atas. Bagian cerat tidak ditemukan lagi karena patah. Batu kemuncak pada bagian atas persegi delapan, bagian bawah cembung. Fragmen yoni dan batu kemuncak dari bahan batu tufaan sedikit rapuh.

Dilihat dari pola stratigrafi, bagian candi telah beberapa kali mengalami penimbunan karena proses sedimentasi. Dari kotak gali yang berada di sudut barat laut terlihat bahwa lapisan tanah paling atas merupakan tanah urug berwarna coklat kemerahan banyak mengandung akar. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan tanah berwarna coklat kemerahan dengan tekstur halus sampai kasar padu, akar sedikit berkurang. Pada lapisan ini sampah modern seperti plastik dijumpai secara selaras. Di bawahnya terdapat lapisan tanah tipis berwarna kehitaman sedikit akar. Pada lapisan ini sampah modern masih dijumpai. Di bawah lapisan ini tanah berwarna kecoklatan banyak diselingi material candi. Lapisan paling bawah sedikit mengandung pasir/kerikil atau pecahan bata. Lapisan paling bawah merupakan permukaan tanah pada waktu candi masih dipergunakan.

Di kotak gali pada sudut barat daya keadaannya sedikit berbeda. Kotak ini dapat dijadikan sampel stratigrafi bagian selatan. Lapisan paling atas berupa tanah coklat kemerahan banyak mengandung akar. Di bawahnya adalah lempung kehitaman masih mengandung akar. Selanjutnya lempung hitam kecoklatan yang menyambung dengan tanah mengandung pasir/kerikil atau pecahan bata. Stratigrafi yang terlihat, menunjukkan bahwa tertimbunnya bangunan candi di situs Bojongmenje belum berlangsung lama. Sampah modern banyak yang ditemukan berada di bawah level batu candi (bagian ojief).

Simpulan Hasil Ekskavasi
Berdasarkan hasil ekskavasi dapat dicatat beberapa hal. Pertama kondisi candi yang tersisa hanya bagian kaki. Pada beberapa bagian mengalami kerusakan berupa kondisi melesak, terutama di sudut barat daya. Karena bagian batu kulit hanya terdiri satu lapis, tampaknya tidak kuat menahan volume candi sehingga terjadi perenggangan struktur secara horisontal. Kondisi ini kemungkinan juga disebabkan gangguan pohon bungur yang tumbuh di atas bangunan candi. Dengan demikian selain faktor internal, yaitu struktur bangunan, faktor eksternal juga mempengaruhi kerusakan bangunan.

Faktor eksternal antara lain resapan air tanah yang begitu besar. Kondisi ini bisa menyebabkan daya dukung tanah berkurang sehingga bangunan melesak. Faktor eksternal besar yang menyebabkan rusaknya candi, terutama di sisi timur, adalah akibat aktivitas manusia dalam rangka membuat lubang kuburan. Beberapa fitur bekas lubang kuburan terlihat memotong batuan secara paksa dan beberapa batuan yang ada diangkatnya. Sehingga struktur sisi timur selain terpotong juga ada yang hilang.

Gaya bangunan, dilihat dari profil kakinya menunjukkan dari sekitar abad VII atau VIII. Denah bangunan bujur sangkar berukuran 6 X 6 meter. Indikator tangga yang ditemukan pada bagian ojief (bingkai padma, sisi genta) di sisi timur, menunjukkan candi menghadap ke timur. Bahan utama yang dipergunakan adalah batuan volkanik. Unsur bata yang ditemukan belum dapat dipastikan apakah sebagai salah satu unsur struktur candi atau bagian lainnya. Hal ini karena jumlahnya yang sangat sedikit. Unsur bata juga dijumpai pada lantai/halaman asli dalam bentuk pecahan yang berfungsi untuk pengerasan.

Indikator kuat latar keagamaan yang ditemukan berupa fragmen yoni. Dengan perbandingan di kawasan sekitar, tercatat terdapat beberapa kepurbakalaan yang berlatarkan pada Hinduisme. Di Tenjolaya terdapat unsur Hindu berupa arca Durga. Di Cibodas pernah dilaporkan adanya temuan arca Siwa Mahadewa. Di Cibeeut pernah ditemukan Ganesa. Di Citaman terdapat arca Durga. Berdasarkan indikator kuat serta kondisi budaya masa lalu di sekitar situs Bojongmenje, dapat dipastikan Candi Bojongmenje berlatarkan Çivaistis.

Emosi Kultural Masyarakat
Penemuan Candi Bojongmenje seakan menyegarkan kembali ingatan masyarakat. Kini para sepuh Kampung Bojongmenje ingat kembali masa remajanya. Dahulu di Kampung Bojongmenje ada Candi Kukuk, Candi Wayang, dan Candi Orok. Candi Orok yang mereka maksudkan adalah “Candi Bojongmenje” yang sekarang ditemukan (kembali). Selain itu masyarakat juga diingatkan kembali bahwa di daerahnya selain candi juga ada beberapa makam karuhun antara lain makam Embah Raksa Dipa, makam Embah Raksa Praja, makam Embah Jaya Raya yang ketiganya berasal dari Cirebon dan menurunkan masyarakat Bojongmenje sekarang. Di mana tepatnya makam-makam tersebut, kini mereka tidak lagi mengenalinya. Lahan tempat bermain mereka di masa remaja, kini merupakan lahan kosong atau bangunan pabrik yang tertutup pagar tembok.

Candi Bojongmenje juga mengingatkan kembali masyarakat akan semacam ramalan para sepuh yang disebut uga. Isi ramalan tersebut adalah bahwa kelak dikemudian hari di Bojongmenje akan ditemukan candi yang menyebabkan Bojongmenje akan banyak didatangi orang. Pengakuan bahwa mereka dahulu sering bermain di candi, dikuatkan pula dengan adanya temuan sampah modern seperti bateray, plastik, dan bungkus permen dalam ekskavasi yang kedalamannya sejajar dengan struktur candi. Meskipun secara fisik Candi Bojongmenje kurang menarik bila dibandingkan dengan Candi Prambanan atau Borobudur, namun makna yang dikandungnya merupakan harta karun yang tak ternilai harganya.

Catatan: Versi bahasa Inggris tulisan ini diterbitkan dalam bentuk leaflet oleh Proyek Peningkatan Media Budaya, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Tahun 2003.

Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/81/candi-bojongmenje:-harta-karun-di-bandung-timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar