Minggu, 18 April 2010

Arsitektur dalam Sejarah dan Budaya Nusantara

Apa yang kemudian muncul dalam benak kita ketika mebaca sebaris kalimat di atas?. Satu hal yang pasti adalah; pikiran kita akan melayang kepada bentuk-bentuk bangun ruang rumah-rumah adat dan peribadatan yang ada di seluruh Nusantara, benak kita kemudian akan memutar kembali semua memori yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut, sampai ke hal paling kecil yang mampu di ungkap kembali oleh ingatan kita. Tapi ada satu hal yang kurang apabila kita berbicara mengenai arsitektur dalam konteks Sejarah dan Budaya Nusantara, karena arsitektur dalam Sejarah dan Budaya Nusantara bukan hanya berupa sebuah bentuk rekayasa bangun-ruang saja, karena dari unsur-unsur bangun ruang yang terpapar dalam arsitektur di Nusantara diindikasikan mengandung berbagai aspek yang kemudian melatar belakangi munculnya bentuk bangun-ruang seperti yang kita kenal saat ini, dan aspek-aspek tersebut tidak hanya berbicara mengenai hukum konstruksi dan nilai estetis semata, melainkan juga nilai-nilai yang cakupannya lebih luas dan lebih dalam.

Untuk sekedar membuka ruang-ruang indikasi dari pemaknaan atas bangun-ruang arsitektur Nusantara masa lalu, saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan parameter metodologi budaya yang baku digunakan saat ini. menurut ilmu sosial dan budaya, sebuah hasil kebudayaan dapat dilacak dari 2 (dua) unsur utama pembentuk kebudayaan, yaitu manusia dan alam. Irisan antara manusia dan alam kemudian membentuk sebuah ruang yang kemudian disebut sebagai ruang binaan, didalam ruang inilah kemudian budaya-budaya diciptakan untuk mengatasi masalah manusia dan alam, masalah antara manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya, bahkan sebuah budaya diciptakan untuk memecahkan masalah budaya yang muncul sehingga dalam masing-masing lingkaran kosmis tersebut kemudian muncul banyak parameter-pareameter yang menyertainya, seiring semakin bertambahnya pengetahuan manusia dalam mengindentifikasi parameter-parameter tersebut.

Yang menarik kemudian dari metodologi budaya tersebut dalam budaya nusantara adalah dengan ditambahkannya sebuah ruang kosmos yang meliputi ruang alam, manusia dan alam binaan. Dalam banyak hasil karya, karsa dan cipta manusia-manusia Nusantara masa lalu selalu menambahkan unsur transcendental, unsur ke-ilahian. Indikasi-indikasi ini dapat dilihat secara nyata dalam beberapa bentuk budaya yang masih tersisa hingga saat ini, salah satunya dari bangun ruang arsitektur Nusantara.

Pembagian ruang, konstruksi dan ragam hias dalam bangun ruang arsitektur di Nusantara selain menyatakan fungsi juga menyatakan ajaran-ajaran hidup. Ajaran-ajaran hidup yang berkenaan dengan kehidupan yang selaras dengan alam dan konsepsi ke-Ilahian tersebut terpapar sampai ke unsur-unsur terkecil dalam bangun ruang arsitektur Nusantara.

Ketika sebuah rumah panggung dibaca sebagai sebuah ruang binaan bentuk dari singgungan antara manusia dan alam untuk menghindari binatang buas, gempa, dan curah hujan yang tinggi, maka dalam arsitektur nusantara ada indikasi lain yang menyatakan bahwa bagian paling dasar dari rumah panggung merupakan representasi dari dunia bawah, sementara bagian badan rumah sebagai dunia tengah, dan atap rumah sebagai dunia atas, tempat bersemayamnya para leluhur dan dewa representasi puncak sebuah gunung yang diyakini sebagai tempat suci. Tempat-tempat suci dan peribadatan sejak dari jaman proto-sejarah pun memiliki struktur tersebut. Dan struktur dengan tingkatan-tingkatan dan tiap tingkatan memiliki makna tersebut tidak kemudian menjadi hilang, bahkan tetap dapat dikenali dengan jelas pada tempat-tempat peribadatan dan bangunan suci lainnya, pun terhadap candi yang diyakini merupakan kebudayaan yang datang dari India.

Hal lain yang menarik dan patut dicermati dalam kontruksi dan tata letak arsitektur di nusantara adalah selalu tersedianya ruang publik yang selalu muncul dalam berbagai bentuk dan tempat dalam bangun ruang arsitektur Nusantara. Tata kota, tata desa dan tata ruang dalam rumah di seluruh Nusantara selalu menyediakan sebuah ruang khusus yang kemudian disebut sebagai ruang publik, sebuah ruang dialog diantara para penghuninya. Disinyalir, pada ruang-ruang publik inilah budaya dialog dilahirkan dan dikembangkan yang merupakan embrio dari budaya tutur.

Kini, nilai-nilai tersebut telah mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia. Sistem ekonomi, industri, teknologi dan informasi yang melanda dunia secara global perlahan namun pasti mulai menempati nilai-nilai terdahulu. Ruang kontemplasi, ruang publik kemudian digantikan dengan nilai baru. Dari efisiensi sampai argonomis konstruksi, dari kelayakan sampai menjangkau keindahan dan dari ketahanan hingga menyentuh nama keabadian itu sendiri.

Seperti halnya bentuk-bentuk kebudayaan lainnya yang ada di Nusantara, saat ini kita, sebagai bangsa pewaris Nusantara nyaris sudah kehilangan, apabila tidak mau disebut sebagai sebuah kehilangan yang sesungguhnya, nilai-nilai kearifan lokal yang memuat berbagai informasi mengenai berbagai macam aspek hidup dan kehidupan nenek moyang Nusantara hingga dalam konteks arsitektur pada masa lalu, diobrak-abrik dengan pisau bedah kebudayaan luar (barat). Lebih naas lagi kemudian kita disuguhi hasil keluaran pandangan-pandangan mereka, sadar atau tidak sadar kita mengiyakan dengan apa yang telah diungkapkan, karena sejatinya kita sendiri juga kebingungan. Apa yang ada sekarang hanyalah merupakan bentuk-bentuk kulit dari kearifan-kearifan yang sesungguhnya. Sebagai sebuah contoh, saat ini kita tidak mengenal cara membaca sebuah relief atau ragam hias dari sedikit jejak arsitektur Nusantara, yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah sekedar menerka makna dari relief dan ragam hias tersebut, itupun dengan menggunakan perspektif keilmuan dari barat. Ironis, kita disuguhkan rendang Padang oleh koki dari luar negeri, cara mengolahnya, dan bahkan sebagian bahannya pun dari luar negeri dan kita dipaksa untuk meyakini bahwa makanan tersebut adalah rendang asli Padang.

Sumber :
http://www.wacananusantara.org/content/view/category/97/id/588

Tidak ada komentar:

Posting Komentar