Pengantar
Candi Jabung adalah candi peninggalan dari kerajaan Majapahit yang terletak di desa Jabung Candi, kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Berjarak hanya sekitar 5 km dari Kraksaan dan 500 meter sebelah tenggara kolam renang Jabung Tirta yang berada di pinggir jalan raya Surabaya - Situbondo. Situs terdiri dari dua bangunan utama yang terdiri atas satu bangunan besar dan yang satu bangunan kecil dan biasa disebut Candi Sudut. Yang menarik adalah material bangunan candi yang berupa batu bata merah berkualitas tinggi yang kemudian diukir dalam bentuk relief. Struktur bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan tahun.
Candi Jabung terletak di Desa Jabung Candi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Candi yang ditahbiskan sebagai bangunan suci dengan nama Bajrajinaparamitapura ini merupakan bangunan untuk tempat pemujaan bagi tokoh wanita keluarga Hayam Wuruk, bernama Brha Gundal. Candi ini dalam Kitab Nagarakrtagama disebut Candi Kalayu, sedangkan dalam Kitab Pararaton disebut Candi Sajabung.
Dalam kitab Nagarakrtagama, nama Candi Kalayu disebut khususnya pada bagian yang memaparkan perjalanan raja Hayam Wuruk (Rajasanagara) ke daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun ketiga masa pemerintahannya (1275 C/1353 M). Perjalanan raja Hayam Wuruk ini disertai oleh seluruh keluarga raja (Bhatara sapta Prabhu), para menteri, pemimpin agama dan wakil golongan masyarakat. Nagarakrtagama menyebut bahwa perjalanan raja Hayam Wuruk beserta rombongannya, bertujuan terutama untuk menghayati keadaan masyarakat yang dipimpinnya, tak ubahnya semacam “sidak” (inspeksi mendadak) yang biasa dilakukan oleh para pejabat masa kini. Selain sebagai inspeksi mendadak dan peziarahan, ada pula yang mengatakan bahwa perjalanan Hayam Wuruk itu merupakan salah satu dharma yang harus dijalaninya, yang mengandung arti magis, yakni untuk penyatuan dan kesatuan (unity) wilayah kerajaannya.
Perjalanan rombongan raja Hayam Wuruk menyinggahi beberapa tempat di daerah kekuasaannya, seperti Lasem (tahun 1354 M), Lodaya (1357 M), Palah (1361 M), Lwang, Balitar, Jime dan Simping. Dalam perjalanan itu, Hayam Wuruk juga sempat mengerahkan rakyat untuk memperbaiki beberapa tempat penyeberangan di Sungai Solo dan Brantas, memperbaiki bendungan Kali Konto, memperbaiki Candi Sumberjati dan sekaligus nyekar atau ziarah ke makam kakeknya (Raden Wijaya), memugar Candi Jabung (1353 M), memperindah candi pemujaan Tribhuwanattunggadewi di Panggih, menambah candi perwara di Palah (Panataran-Blitar, 1369 M) serta sebuah pendapa untuk kepentingan persajian (1375 M), menyelesaikan dua buah candi di Kediri (Candi Surawana dan Tigawangi), dan akhirnya pada tahun 1371 mendirikan Candi Padi di dekat Porong-Jawa Timur, yang bentuknya menyerupai percandian di Champa.
Setelah dipugar oleh Raja Hayam Wuruk pada 1353 Masehi, untuk lebih dari 500 tahun, Candi Jabung seakan terlupakan. Candi yang secara tipologis memiliki kesamaan bentuk dengan Candi Muara Takus (Riau) dan Biaro Bahal (Padang Sidempuan) tersebut baru dipugar kembali pada tahun 1983 oleh pemerintah dan sekaligus dijadikan sebagai benda cagar budaya.
Data Bangunan
Candi Jabung terbuat dari batu merah dengan ukuran, panjang 13,11 meter, lebar 9,58 meter dan tinggi 15,58 meter. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat dengan luas 20.042 meter persegi. Sebelum dipugar areal candi hanya seluas 35x40 meter. Seperti bangunan candi umumnya, Candi Jabung terdiri atas tiga bagian, yaitu: kaki, badan dan atap. Kaki bangunan bertingkat tiga, berbentuk persegi, dan disekelilingnya terdapat relief bermotif sulur-suluran dan medalion. Di sisi barat masih terlihat bagian yang menjorok ke depan yang merupakan bekas susunan tangga naik memasuki candi.
Badan candi berbentuk bulat (silender segi delapan). Badan candi ini bersifat Siwaistik karena sekelilingnya dipahatkan adegan-adegan cerita Sri Tanjung. Legenda Sri Tanjung pada dasarnya mengisahkan fitnahan terhadap Sri Tanjung, seorang dewi yang sangat cantik, isteri Raden Sidapaksa, yang berakhir dengan kematian/pembunuhan Sri Tanjung.
Karena tidak bersalah, maka Sri Tanjung dihidupkan kembali oleh para dewa dan bertempat tinggal di kediamannya semula sebelum kawin. Singkat Cerita, Raden Sidapaksa disuruh oleh Betari Durga untuk pergi ke kediaman Sri Tanjung. Namun isteri yang teraniaya ini menolak untuk rujuk kembali, kecuali apabila Raden Sidapaksa dapat membunuh dan membawa rambut si pemfitnah untuk dijadikan kesed (pembersih kaki) Sri Tanjung. Setelah permintaan tersebut terlaksana, suami-isteri itu kembali hidup bersama-sama.
Pada ambang relung-relung candi terdapat hiasan kepala kala motif Jawa Timur, serta sebuah relief rosetta dengan angka tahun 1276 Caka (1354 M). Dalam bilik candi masih terdapat lapik arca, sedangkan pada atap candi bersifat Buddhistik dengan bentuk pagoda (stupa) dan berhias sulur-suluran.
Angka tahun 1276 Caka/1354 Masehi, boleh jadi bukanlah angka tahun pembangunan candi karena, baik menurut kitab Nagarakrtagama maupun Pararaton, angka tersebut menunjuk pada pertanggalan perjalanan Hayam Wuruk ke candi tersebut dan sekaligus memperbaiki/memugar candi pemujaan untuk Raden Wijaya itu.
Di sebelah barat daya halaman candi terdapat bangunan Candi Menara Sudut yang diperkirakan fungsinya sebagai pelengkap bangunan induk. Candi Menara Sudut terbuat dari bahan batu bata, yang ukuran tiap-tiap sisinya 2,55 meter dan tinggi 6 meter. (pepeng)
Kepustakaan:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.bhumisambhara.org
http://id.shvoong.com
http://elbud.or.id/2008/01/08
http://www.wisatasolo.com
http://www.depdagri.go.id
Sumber Foto:
Tim Wacana Nusantara
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/143/candi-jabung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar