I. Bumi, Mulanya
Menurut para ahli geologi, bumi mulai terbentuk kira-kira 4,6 miliar tahun yang lalu, bersamaan dengan terbentuknya sistem tatasurya serta planet-planet lain di dalamnya. Asumsi tersebut muncul setelah sebuah batu tertua yang dapat ditemukan oleh para ahli geologi yang diperkirakan berusia 3,9 miliar tahun melalui metode radiometric dating. Pada saat itu bumi terdiri dari tanah yang membara serta lautan magma.
Penelitian menggunakan metoda radiometri dating tersebut hanya dapat dilakukan pada jenis batuan keras. Maka dari itu, pengetahuan kita mengenai umur bumi yang sesungguhnya terbatas pula sampai pada saat batuan padat keras itu terbentuk. Dengan begitu, sesungguhnya kita tidak mengetahui secara pasti kapan tepatnya bumi terbentuk atau sudah berapakah usia bumi yang sesungguhnya. Di samping itu, karena lapisan bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik, bumi menjadi planet yang sangat dinamis; pegunungan-pegunungan baru bermunculan, sementara yang lain meletus dan melebur batuan-batuan lama serta menutupinya dengan lapisan baru. Perubahan serta pembentukan lapisan atas bumi yang berlangsung kontinyu dan terus menerus tersebut ikut serta merekonstruksi batuan lama, sehingga teori mengenai usia bumi yang di kemukakan para ahli geologi dengan menggunakan metode tersebut di atas masih dianggap sebagai usia teoretis bumi.
Pada 1912 seorang ilmuwan, Alfred Wegener mengeluarkan sebuah pemikiran gila mengenai lempeng tektonik dan benua. Ia berpikiran bahwa benua-benua di bumi ini pada awalnya terdiri dari satu benua besar. Ia berpikiran, “mungkin pada awalnya benua-benua tersebut tergabung menjadi satu, yang kemudian terpisah-pisah karena pergesaran lempeng tektonik dari waktu ke waktu.” Dia kemudian memutuskan memberi nama pada superbenua tersebut dengan nama Pangea, yang berarti “Semua Daratan”. Saat mempresentasikan pemikirannya tersebut kepada para ilmuwan lain, ia menamakan teorinya tersebut sebagai Continental Drift Theory. Wegener pada saat itu tidak dapat mengemukakan bukti kuat yang dapat mendukung teorinya, sehingga para ilmuwan yang lain menganggapnya sedang mabuk.
Satu dari pendapatnya mengenai lempeng yang bergerak adalah karena adanya gaya sentrifugal dari rotasi bumi yang menyebabkan benua tersebut terpecah dan tersebar. Para ilmuwan tersebut menghitung bahwa gaya sentrifugal tersebut tidak cukup kuat sehingga dapat menggerakan benua-benua yang ada dipermukaan bumi. Mereka berpendapat bahwa benua-benua tersebut kokoh dan diam pada tempatnya.
Kemudian pada 1929, seorang imuwan yang bernama Arthur Holmes berpikiran bahwa teori yang dikemukakan oleh Wegener tidak sepenuhnya salah. Holmes mengidentifikasi salah satu teori Wegener yang menyatakan bahwa bergeraknya benua tersebut karena lapisan bawah bumi yang meleleh serta pijar dan selalu berusaha keluar ke permukaan dapat menyebabkan terjadinya tumbukan antarlempeng dan hal tersebut dapat menyebabkan benua-benua di atasnya bergerak. Hal yang dikemukakan oleh Holmes tersebut bukan hanya menerangkan mengapa benua-benua nampak seperti potongan-potongan gambar teka-teki melainkan juga menjelaskan proses terbentuknya gunung dan pegunungan api. Namun, para ilmuwan lain pada saat itu masih tidak dapat diyakinkan dan teori tersebut kemudian diabaikan.
Hampir tigapuluh tahun kemudian, penemuan-penemuan baru di bidang teknologi dan industri kelautan untuk tujuan eksplorasi dasar Samudra Atlantik berhasil mengangkat sebuah bukti yang mengejutkan. Mereka menemukan aktivitas gunung api pada dasar Samudra Atlantik yang merupakan sebuah rantai panjang pegunungan api dasar laut di Samudra Atlantik. Penemuan ini merupakan sebuah bukti yang tidak dapat disangkal lagi yang mendukung teori Continental Drift.
Kemudian berdasarkan temuan bukti-bukti tersebut para ahli bersama-sama mengembangkan sebuah instrumen yang dapat membaca dan memprediksi titik gempa bumi di seluruh dunia yang terkonsentrasi pada beberapa titik tertentu. Pada sekitar 1960-an, beberapa ilmuwan menerbitkan jurnal hasil penelitian mereka mengenai Continental Drift yang kemudian lebih dikenal dengan nama Theory of Plate Tectonics.
II. Kehidupan Awal
Sampai saat ini para ilmuwan masih berusaha mengungkapkan misteri terbesar mengenai bumi: kapan kehidupan di bumi dimulai dan bagaimana? Pada awalnya bumi didominasi oleh pegunungan api, kelam dan abu-abu, badai atmosfer, penuh dengan zat kimia yang beracun, serta laut yang tidak memiliki kehidupan. Kemudian lautan menampung zat-zat organik yang terpapar dari tanah dan atmosfer serta meteor-meteor yang berjatuhan ke bumi. Pada saat inilah substansi-substansi kehidupan seperti air, karbon dioksida, methane, dan hidrogen sianida membentuk molekul-kunci pembentuk awal kehidupan seperti gula, asam amino, dan nukleotida yang membentuk blok-blok protein dan asam nukleik, yang merupakan pembentuk utama semua kehidupan.
Hal yang paling penting dari peristiwa tersebut adalah pembentukan molekul DNA (deoxyribose-nucleid acid) dan RNA (ribose-nucleid acid), yang secara langsung membentuk serangkaian instruksi operasi biologis yang membentuk kehidupan generasi-generasi selanjutnya. Namun kehidupan awal tidak hanya dipicu oleh jenis molekul spesial seperti DNA dan RNA tapi juga oleh zat-zat kimia serta lingkungan primitif bumi.
Pada masa akhir Precambrian , masa Proterozoikum terentang dari masa 2.500 juta tahun yang lalu hingga 544 juta tahun yang lalu. Fosil-fosil yang ditemukan pada masa ini menunjukkan pembentukan organisme bersel tunggal yang lebih kompleks yang diberi nama Proterozoic, yang berarti “Kehidupan awal”.
Fosil Alga dengan multisel tertua diperkirakan berasal dari masa 1.200 juta tahun yang lalu. Pada masa ini keragaman biologis meningkat dengan sangat cepat menjadi seleukariotik. Berbeda dengan selprokariotik, sel eukariotik berukuran lebih besar dan struktur serta organisasi yang lebih kompleks, termasuk terdapatnya nukleus sebagai struktur bangunan rumah tempat DNA dalam kromosom serta struktur-struktur khusus yang dikenal dengan organelles. Bukti fosil tertua dari binatang multisel, atau metozoa, adalah ditemukannya liang-liang pada batu yang kemungkinan besar dibuat oleh binatang atau makhluk lembut seperti cacing. Fosil-fosil ini ditemukan di berbagai tempat seperti Cina, Kanada, dan India. Pada masa ini kemungkinan besar oksigen telah ada di bumi.
Fosil binatang pertama yang tercetak dalam batu tercatat pertama kali muncul pada masa antara 620 dan 550 juta tahun yang lalu. Masa ini dikenal sebagai masa Vendian setelah serangkaian stratigrafik dikembangkan, terutama di Rusia. Masa Vendian juga dikenal sebagai masa Ediacaran (setelah ditemukan sebuah situs di Australia) di mana kedua masa tersebut dibedakan melalui perbedaan karakteristik fosil-fosil dari binatang berbadan lunak yang kompleks. Fosil-fosil ini ditemukan pada beberapa tempat di bumi.
Binatang-binatang pada masa Vendian/Ediacarian membingungkan banyak ilmuwan, karena meski beberapa dari binatang-binatang tersebut mungkin masih termasuk dalam kelompok binatang yang bertahan hingga kini, sementara yang lainnya bahkan tidak memunyai hubungan sama sekali dengan binatang-binatang yang sekarang kita kenal. Terdapat dua aspek yang membingungkan dari organisme masa Vendian atau Edicaran. Pertama, pada fosil-fosil masa ini tidak ditemukan terdapatnya bagian-bagian kerangka keras, artinya organisme-organisme tersebut berbadan lunak. Kedua, adalah isu mengenai ke dalam kelompok binatang mana fosil-fosil ini termasuk. Meski banyak yang membandingkan hal tersebut dengan ubur-ubur modern serta cacing modern, fosil-fosil itu juga dibandingkan dengan sejenis sponge. Namun, Simon Conway Morris, dari Universitas Cambridge, menyatakan bahwa binatang-binatang pada masa tersebut sudah berkembang lebih tinggi kepada tingkatan binatang daripada sponge, di mana belum ditemukan fosil sponge pada masa Vendian. Sponge dinyatakan sebagai binatang primitif dan diperkirakan muncul sebelum masa Vendian yang berisi organisme berbadan lunak.
Masa paling awal dari era Paleozoikum dinamakan periode Cambrian, diambil dari kata bangsa Romawi untuk menyebut paus, di mana batuan pada masa ini diidentifikasi oleh geolog abad ke-19, Adam Sedgwick. Endapan masa Cambrian ditemukan di banyak tempat di bumi.
Dari fosil-fosil yang diketemukan pada abad ini banyak yang berasal dari era Cambrian. Fosil-fosil era Cambrian termasuk binatang dengan bentuk tubuh lebih terencana, memunyai banyak kemiripan dan garis keturunan yang jelas dengan jenis-jenis binatang modern yang kita kenal sekarang. Evolusi yang mengejutkan dan berkembang ini dinamakan “Cambrian Explosion”. Namun perkembangan tersebut tidak seperti ledakan secara harfiah yang berkesan berantakan, tetapi terjadi secara berkala sekitar 30 juta tahun, dan beberapa peristiwa berkisar antara 5 sampai 10 juta tahun.
Kemunculan banyak jenis makhluk hidup selama masa transisi dari masa Pracambrian ke masa Cambrian, secara radikal mengubah hubungan alami antarbinatang, termasuk perkembangan yang lebih rumit dari hubungan mangsa dan pemangsa. Binatang yang hidup dari memangsa binatang lain, tidak hanya sekadar memakan bangkai dari organisme yang mati atau dari sekadar menggantungkan diri dari proses fotosintesis simbiosis, menjadi lebih sering terjadi, seperti Anomalicaris yang berkembang menjadi predator dengan memangsa binatang yang tidak dapat melarikan diri dari dirinya.
Catatan terbaik dari “ledakan” masa Cambria adalah Burges Shale di British Columbia. Terletak di tengah era cambria, ketika “ledakan” sudah berjalan selama beberapa juta tahun, mencatat penemuan fosil dari Brachiopoda, sejenis binatang dengan cangkang seperti kerang, trilobit, moluska, echinoderm, dan banyak binatang aneh lainnya yang masuk ke dalam kategori binatang punah phyla.
Penyebab dari “ledakan Cambria” masih menjadi perdebatan di antara para ilmuwan. Beberapa berpendapat: meningkatnya tingkat serta kadar oksigen yang dimulai sekitar 2.000 juta tahun yang lalu, mendukung tingkat metabolisme yang lebih tinggi dan mendukung evolusi dari organisme yang lebih besar serta struktur tubuh yang lebih kompleks. Sementara yang lainnya berpendapat bahwa kepunahan kehidupan pada masa akhir Vendian membuka kemungkinan munculnya jenis kehidupan yang baru. Kemungkinan dalam proses kimiawi di lautan sangat berpengaruh besar dalam proses ini; hal tersebut mendukung berkembangnya bagian tubuh yang keras seperti gigi dan rangka untuk pertama kalinya. Faktor-faktor genetik juga sangat berpengaruh. Penelitian baru-baru ini memberi kesimpulan bahwa masa Prior ke Ledakan Cambrian memperlihatkan evolusi berkala sebuah “perangkat genetik” dari gen (the homebox atau gen “hox”) yang mengatur proses-proses perkembangan. Saat disatukan, perangkat genetik ini memungkinkan sebuah periode yang belum pernah terjadi dari sebuah eskperimen evolusioner dan kompetisi. Banyak bentuk dari catatan fosil masa Cambrian menghilang tanpa jejak. Masa depan proses evolusi kemudian dibatasi pada perilaku pada rancangan tubuh yang masih tersisa hingga kini.
Saat ini banyak ilmuwan mulai mempertanyakan, apakah ledakan Cambrian benar-benar terjadi, atau hanya sekadar refleksi dari catatan fosil tua. Data genetis menunjukkan bahwa binatang bersel banyak muncul sekitar 1.000 juta tahun yang lalu; data ini didukung oleh fosil embrio yang terdapat pada batu yang ditemukan di Cina yang bertanggal 600 juta tahun. Ditambah dengan penemuan bahwa Trilobites—sejenis binatang bercangkang—merupakan sebuah kelompok yang sangat berbeda macamnya bahkan pada masa awal Cambrian, dan hal ini membuat para ilmuwan berpendapat bahwa grup artropoda (hewan tanpa tulang belakang yang memiliki badan beruas-ruas, seperti kepiting, udang, kelabang) diindikasikan telah ber-evolusi lebih awal.
Masa antara 505 dan 440 juta tahun lalu, dikenal dengan nama Ordovician, dinamakan dari nama suku Celtic, Ordovices. Pada masa ini area utara daerah tropis hampir seluruhnya lautan, dan daratan pada masa itu tergabung dalam sebuah superbenua bernama Gondwana. Selama Ordivician, Gondwana bergerak ke arah Kutub Selatan dan banyak dari bagian benua tenggelam ke dalam lautan.
Pada masa Ordovician, tanaman pertama muncul. Tapi proses tersebut tidak berlangsung sampai akhir masa Silurian sebelum kemudian muncul tanaman modern. Secara umum sel eukariotik diasumsikan sebagai turunan nonfotosintetik dari Archaebacteria. Teori endsymbiosis menyatakan bahwa mitokondria (dan kloroplas) berasal dari simbiotik, aerobik eubakteri, dan dipengaruhi oleh leluhur dari sel-sel eukariotik.
Masa Ordivician lebih dikenal sebagai masa bermunculannya invertebrata-invertebrata laut, termasuk graptolit, trilobit, brachiopoda,dan conodont (vertebrata awal). Di samping itu termasuk alga hijau dan alga merah, ikan primitif, cephalopoda, coral, crinoida, dan gastropoda. Ledakan evolusi tersebut kemudian terpisah menjadi tiga jenis makhluk laut dalam waktu 50 juta tahun.
Ikan merupakan keluarga dari chordate phylum karena mereka memiliki karakteristik tertentu seperti: sebuah tulang belakang yang menggantikan notochord dari chordate yang lebih “sederhana”, jaringan saraf, kaki, dan buntut. Agnathan, atau ikan tanpa rahang, merupakan jenis ikan yang lebih awal dan merupakan jenis sebenarnya dari vertebrata yang muncul sekitar 480 juta tahun yang lalu. Salah satu keturunan dari Agnathan adalah Ostracoderm, ikan tanpa rahang paling awal, diperkirakan muncul sekitar 510 juta tahun lalu. Mereka jenis ikan yang merayap dan hampir semua bagian tubuhnya ditutupi oleh cangkang atau jirah. Ketika rahang muncul pada bagian ikan bertulang dan ikan hiu awal sekitar 450 juta tahun lalu, ikan tanpa rahang tidak mampu bersaing. Hagfish dan Lamprey merupakan jenis ikan tanpa rahang yang bertahan hingga kini. Ketika ikan hiu tidak sebanyak sampai masa Devonian (410 hingga 360 juta tahun lalu), fosil mereka menunjukkan eksistensi hiu awal berasal dai masa akhir Ordovician.
Dengan hadirnya kelompok-kelompok dari hewan Paleozoikum, ekologi laut melakukan reorganisasi dan spesies-spesies baru beradaptasi dalam menggunakan sumberdaya seefektif mungkin. Setelah reorganisasi dalam perubahan gaya hidup, spesies-spesies tersebut bertahan lebih lama dan tingkat kepunahan lebih rendah dibandingkan leluhur-leluhur mereka yang hidup pada masa Cambrian.
Mulai dari masa awal hingga pertengahan Ordovician, bumi mengalami musim menengah yang mengakhiri masa Ordovician, yang mungkin menjadi pemunahan massal terbesar kedua yang pernah terjadi, dibandingkan dengan beberapa kepunahan massal yang terjadi pada masa awal kehidupan binatang selama 50 juta tahun masa Cambrian.
Periode Silurian (440 – 410 juta tahun yang lalu)
Periode Silurian, dinamakan sesuai dengan nama suku Celtic, Silures. Saat beberapa tumbuhan dan hewan meninggalkan air dan berkolonisasi di darat untuk pertama kalinya. Mengapa mereka meninggalkan air, masih menjadi perdebatan tapi kemungkinan besar adalah karena hasil dari persaingan ekosistem di laut, melarikan diri dari predator, dan kemampuan beradaptasi dengan daratan. Ketika binatang dan tumbuhan sudah menetap di daratan, mereka berkontribusi terhadap proses perubahan bumi secara fisik dan kimiawi, namun hidup di daratan membutuhkan strategi yang sama sekali berbeda dengan di lautan, seperti mencari nutrisi dan air, menghindari kekeringan, membawa keluar perubahan gas, dan reproduksi.
Tanaman darat disebut vaskular, dinamakan demikian karena mereka menggunakan sistem tabung dalam sirkulasi air dan nutrisi—muncul sekitar 425 juta tahun yang lalu. Kebanyakan tumbuh hanya beberapa sentimeter namun cukup tinggi untuk mencapai langit dan menangkap cahaya matahari dan melepaskan spora reproduksi ke angin. Dengan sistem akar yang lebih dalam dari tanaman awal (rhizoid) serta stem vertikal yang kokoh, mereka sekarang sudah memunyai perlengkapan untuk mengolonisasi permukaan bumi. Contoh untuk sebuah tanaman vaskular sederhana adalah Cooksonia.
Antropoda—kera tidak berekor dan berjalan tegak, dari keluarga primate seperti gorila, orangutan, dan simpanse—merupakan binatang pertama yang beradaptasi dengan daratan, muncul sekitar 420 juta tahun yang lalu. Fosil jejak antropoda dari Australia barat yang memenuhi dataran berpasir yang mengelilingi danau sementara, mengindikasikan bahwa binatang ini mungkin ditemani tanaman pagar berpindah ke daratan. Dalam berbagai sisi binatang-binatang tersebut sudah mengembangkan diri supaya dapat langsung beradaptasi dengan dunia mereka yang baru. Ketika mulai berpindah ke daerah pesisir pantai, mereka sudah mengembangkan badan yang lebih ringan serta kaki yang lebih kokoh untuk menahan gravitasi bumi. Cangkang yang kuat, yang disebut kutikula, menyediakan perlindungan dan mempertahankan kelembaban. Laba-laba, kaki seribu, dan rekannya merupakan kelompok awal yang mendiami daratan. Beberapa dari mereka merupakan raksasa-raksasa dengan kaki bersambung. Jenis yang paling lama bertahan dari spesies ini adalah Slimonia, keluarga dekat kelabang yang berukuran sebesar manusia. Binatang ini masih terlalu besar dan terlalu berat sementara kaki-kaki mereka masih terlalu kecil untuk menjelajah daratan dan kemungkinan besar hidup di lingkungan daerah pinggiran pantai dan delta-delta sungai.
Periode Devonian (410 – 360 juta tahun yang lalu)
Periode Devonian dinamakan dari sebuah tempat di Inggris, Devonshire, di mana batu-batu pada masa ini diteliti. Pada masa Devonian, antropoda dan vertebrata awal melanjutkan kolonisasi di daratan. Binatang-binatang ini memiliki problem yang sama dengan tanaman ketika pertama kali berkolonisasi di daratan, seperti mengurangi kehilangan air dan memaksimalkan penghirupan oksigen. Kemajuan paling evolusioner dari masalah ini tidak hanya memungkinkan binatang dapat menginvasi daratan, tapi juga menyebar ke seluruh benua.
Selama periode Devonian, bumi saat itu terdiri dari tiga benua utama besar: Amerika Utara dan Eropa tergabung menjadi satu terletak di dekat daerah equator di mana pada saat ini sebagian besar daratan ini tenggelam di dasar laut. Di sebelah utara terhampar sebagian dari Siberia modern. Dan sebuah gabungan benua Amerika Selatan, Afrika, Antartika, India dan Australia, yang lebih dikenal dengan Daratan Gondwana, mendominasi sebelah selatan belahan bumi.
Selama periode Devonian, dua grup utama binatang mendominasi daratan. Yang pertama adalah tetrapoda, atau vertebrata daratan, muncul selama masa Devonian, sama dengan antropoda terrestrial pertama, termasuk serangga tanpa sayap dan laba-laba awal yang sudah menjelajah daratan sejak dari masa Silurian. Sementara di Lautan, brachiopoda mulai muncul pada masa ini.
Binatang amfibi pertama adalah Ichthyostega, yang hidup pada masa akhir Devonian di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Greenland. Tulang tengkoraknya mirip dengan tengkorak ikan Eusthenopteron, dan Ichthyostega juga memiliki ekor yang dalam dan bersirip. Ichthyostega memunyai empat anggota badan yang kuat dan kepalnya dipisahkan dari badan oleh leher. Tulang belakangnya yang kuat dan kerangka iga membantu binatang ini mendukung berat badannya di daratan.
Ketika artropoda dan vertebrata berusaha keras untuk menundukkan daratan, lautan juga mulai dipenuhi oleh kehidupan. Salah satu yang lolos dari ujian ketahanan dan persaingan dan mampu beradaptasi terhadap radiasi adalah ikan. Di mana mereka beradaptasi untuk hidup dalam ekosistem terbesar yang ada di bumi, air.
Pada masa akhir periode Devonian, tanaman mulai tumbuh dengan akar dan daun, banyak dari mereka mulai tumbuh tinggi. Archaeopteris merupakan pohon besar dengan kayu yang nyata, bahkan jenis pohon tertua yang pernah diketahui, dan menghasilkan hutan dunia yang pertama. Pada masa akhir periode Devonian, pohon dengan biji muncul. Perkembangan yang deras dari kemunculan berbagai jenis pohon dan tumbuhan pada masa ini dikenal dengan “Ledakan Devonian”.
Periode Karboniferus (360-286 juta tahun yang lalu)
Periode Karboniferus dimulai sekitar 360 sampai 286 juta tahun yang lalu. Kata carboniferous diambil dari Inggris yang berarti “daerah yang kaya dengan kandungan karbon”. Pada masa Karboniferus, benua-benua bergabung membentuk kelompok-kelompok kecil daratan luas dengan jembatan-jembatan darat dari Eropa ke Amerika Utara, dan dari Afrika ke Amerika Selatan, Antartika, dan Australia. Tabrakan antarbenua menghasilkan sabuk Pegunungan Appalachian di sebelah timur Amerika Utara dan Pegunungan Hercynian di Inggris. Tumbukan lebih lanjut antara Siberia dan Eropa Timur membentuk Pegunungan Ural.
Pada masa ini, kondisi sangat mendukung pembentukan awal batu-bara (karbon), perkembangan biologis, geologis, dan iklim bumi. Salah satu dari penemuan evolusioner terbesar dari periode Karboniferus adalah amniotic egg di mana hal ini membuat reptil-reptil awal dari habitat air dan mengolonisasi daratan. Amniotic egg membuat leluhur burung, mamalia, dan reptil untuk bereproduksi di daratan dengan jalan mencegah embrio kekeringan dengan adanya cangkang, sehingga pada masa ini telur dapat disimpan jauh dari air.
Hylonomus dan Paleothyris merupakan Cotylosaur awal (reptil primitif). Mereka berukuran sebesar kadal dengan tulang tengkorak mirip binatang amfibi, bahu, panggul dan anggota tubuh serta gigi intermediate vertebrata. Sisanya seperti rangka reptil. Banyak dari “reptil” ini berpenampilan seperti binatang amfibi kecil lainnya di masa kini yang kadang-kadang mengembangkan bertelur di daratan secara langsung, dan hal ini bisa jadi bersamaan dengan proses perubahan tubuh yang kemudian mengecil. Pohon-pohon sisa periode Devonian di masa ini merupakan jenis tumbuhan yang paling mengubah bentuk pemandangan bumi, dengan lumut setinggi 30-40 meter, buntut kuda sampai dengan 15 meter, hampir setinggi pohon pakis. Pohon-pohon seperti Konifera masih menggunakan strategi pelepasan spora dengan melepaskan berjuta-juta polen ke udara untuk membuahi cone betinanya. Strategi tiupan angin ini membutuhkan jumlah polen yang sangat banyak untuk mendapatkan hasil, dan sistem ini lebih baik dibandingkan dengan sistem lainnya karena pohon-pohon tersebut dibuahi bersamaan tanpa banyak melakukan kompetisi.
Periode Permian (286-248 juta tahun yang lalu)
Pada periode Permian, benua-benua bergerak lebih mendekat dibandingkan masa Karboniferus, di mana bagian suara dan bagian selatan superbenua Laurasia dan Gondwana mulai menyatu dan membentuk sebuah benua mahaluas yang disebut Pangaea. Periode Permian merupakan periode final dari masa Paleozoikum dan diberi nama sesuai nama sebuah provinsi, Perm, di Rusia, tempat di mana batu pada periode ini dipelajari.
Lingkungan geografis periode Permian mencakup area luas daratan dan lautan. Percobaan yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan besar daerah bagian dalam daratan beriklim kering, dengan iklim yang sangat fluktuatif, karena kurangnya daerah berair di daerah ini, dan hanya sebagian daerah dari superbenua ini yang menerima curahan air hujan dalam setiap tahunnya. Daerah lautan pada masa ini sendiri masih sedikit yang diketahui seperti apa. Di bagian selatan superbenua tersebut terdapat daerah gletser yang luas, terbukti dari pengecilan/pengurusan batu glasial dari tempat-tempat yang sekarang disebut Afrika, Amerika Selatan, Antartika, dan tanah hasil penggerusan angin mengindikasikan iklim yang sangat kering. Namun, ada indikasi pada masa ini iklim di bumi berubah pada masa ini, daerah es berkurang ketika bagian dalam benua menjadi semakin kering.
Evolusi paling mengejutkan di bumi ini adalah masa transisi di mana mamalia mulai berkembang dari garis keturunan reptil. Transisi ini dimulai selama periode Permian, ketika grup reptil yang termasuk di dalamnya Dimetrodon muncul dengan “beast-faced” therapida. Mamalia berbentuk reptil ini kemudian melahirkan cynodont (misalnya, Thrinaxodon) dari masa Triasik.
Kunci dari perkembangan ciri mamalia adalah hadirnya rahang dengan tulang tunggal (susunan rahang reptile terdiri dari beberapa tulang) dapat dilacak dari sejarah garis keturunan fosil reptil. Termasuk di dalamnya fosil transisi yang sangat luar biasa, Diarthognatus dan Morganucodon, di mana tulang rahang kedua binatang ini memiliki tulang rahang reptil dan nampak seperti mamalia pada bagian atasnya. Namun, pada masa akhir Permian, dinosaurus, tidak seperti reptil, yang mengambil keuntungan dari yang sesuai untuk diklasifikasikan ke dalam wilayah yang didominasi vertebrata. Sejumlah tumbuhan, Lepidodendron dan Sigillaria menjadi jarang. Yang paling banyak ditemukan “benih pakis” (Glossopteris), yang sudah jelas berhasil dalam mengurangi kondisi glasial, merupakan perkembangan yang paling menyolok mata dalam flora Permian. Sehelai daun dari Glossopteris telah ditemukan di timbunan Selandia Baru yang terbentuk ketika tanah kita masih berada di bawah permukaan laut di pantai timur Australia.
Perbedaan antara masa Paleozoikum dan Mesozoikum terjadi pada periode akhir Permian yang ditandai dengan kepunahan besar-besaran yang pernah tercatat di bumi. Hal tersebut memengaruhi banyak kelompok binatang di banyak lingkungan dan ekosistem. Namun yang paling terpengaruh dari kepunahan massal tersebut dirasakan oleh komunitas laut yang menyebabkan kepunahan sampai 90-95% dari spesies laut. Di daratan kepunahan membuka jalan bagi bentuk lain untuk mendominasi, dan membawa ke dalam masa yang dikenal sebagai “Masa Dinosaurus”. Meski sebab dari kepunahan masal pada periode Permian masih diperdebatkan, beberapa kemungkinan diformulasikan untuk menjelaskan tahapan kejadian kepunahan. Peng-es-an, perubahan formasi Pangaea, dan aktivitas gunung berapi merupakan beberapa teori di samping kemungkinan teori dari luar angkasa, yaitu tumbukan meteor dan asteroid ke bumi.
Periode Triasik (248-213 juta tahun lalu)
Periode Triasik merupakan periode paling awal dari tiga era Mesozoikum (Triasik-Jurasik-Kretaceous). Nama Triasik mengacu kepada tiga lipat bagian batuan pada masa ini di Jerman. Mesozoikum berarti “binatang-binatang pertengahan”, saat di mana dunia fauna berubah secara drastis seperti yang terjadi pada masa Paleozoikum. Dinosaurus mungkin merupakan organisme yang paling populer pada masa Mesozoikum, muncul pada periode Triasik, tapi tidak terlalu berubah sampai masa periode Jurasik. Kecuali para leluhur burung, Dinosaurus punah pada masa akhir periode Kretaceous.
Dari berbagai sisi, masa Triasik disebut sebagai masa transisi. Daratan-daratan dunia masih tergabung dalam sebuah superbenua Pangaea, mengubah iklim global dan sirkulasi air laut. Banyak daratan gersang. Masa Triasik adalah masa yang terjadi setelah masa kepunahan terbesar dalam sejarah kehidupan (kepunahan pada akhir masa Permian), dan juga sebuah masa yang menjadi masa penyebaran dan pengolonisasian kembali organisme-organisme yang berhasil bertahan hidup. Organisme-organisme ini mengisi daerah-daerah kosong yang disebabkan kejadian di atas.
Organisme pada masa Triasik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok yang berhasil bertahan hidup setelah masa kepunahan di akhir masa Permian, kelompok baru yang tumbuh sebentar, dan kelompok baru yang akhirnya mendominasi masa Mesozoikum. Yang termasuk kelompok yang berhasil bertahan hidup adalah tumbuh-tumbuhan seperti lycophyte dan glossopterid, dan reptil yang mirip mamalia seperti dicyonodont. Sedangkan organisme yang akan mendominasi masa Mesozoikum adalah konifera modern, cycadeoid, dan dinosaurus.
Pada masa Triasik, perubahan besar terjadi pada postur dari beberapa kelompok reptil. Mereka berubah dari bentuk awal yang “sprawling” (melata) menjadi bentuk “errect” (tegak). Para dinosaurus ini (dinosaurus = kadal yang besar) dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian berdasarkan struktur pinggulnya: yaitu saurichian dan ornithischian. Saurischian dapat dibagi kembali menjadi theropoda (contohnya Coelophysis dan Tyrannosaurus ex) dan sauropoda (contohnya Apatosaurus). Sebagian besar ilmuwan setuju bahwa burung adalah hasil evolusi dari dinosaurus tipe theropoda. Sementara yang termasuk dinosaurus tipe ornithischian adalah triceratopa, iguanodon, hadrosaurus, dan stegosaurus.
Mamalia adalah jenis sinapsida yang lebih maju. Sinapsida adalah salah satu dari dua kelompok besar dari cabang amniote, termasuk manusia di dalamnya. Sinapsida dapat diidentifikasi dari lubang tengkorak yang lebih besar pada bagian belakang mata; bukaan ini memberi otot dan rahang sinapsida yang lebih kuat (otot rahang tertanam pada bukaan tengkorak) dari binatang pendahulunya. Pelycosaur (non-therapsida sinapsida) pernah menjadi retil yang diperhitungkan, namun sekarang kita mengetahui bahwa garis keturunan mereka sudah terpisah sejak awal. Pelycosaur (seperti Dimetrodon dan Edaphosaurus) merupakan sinapsida awal, mereka adalah jenis reptil seperti mamalia. Kemudian hari, therapsida dan cynodont termasuk dalam jenis sinapsida. Cynodont mengarah kepada mamalia sebenarnya. Seiring perjalanan waktu, dikemudian hari cara berjalan sinapsida menjadi lebih naik dan panjang ekor memendek dengan drastis.
Periode Jurasik (213-145 Juta tahun yang lalu)
Peride Jurasik adalah periode tengah di masa Mesozoikum, ditenggarai muncul sekitar 213 dan 145 juta tahun yang lalu. Dinamai sesuai dengan nama batuan pada masa ini ditemukan, pegunungan Jura, daerah antara Swiss dan Prancis. Diluar apa yang ditampilkan oleh Hollywood, Jurasik masih sangat penting untuk kita sampai dengan saat ini, selain banyaknya fossil yang ditemukan pada masa ini juga peranan ekonomi yang mengikutinya—ladang minyak banyak ditemukan—dibentuk pada masa ini.
Sekitar 200 juta tahun yang lalu, pergeseran benua yang didorong oleh panas bumi menyebabkan superbenua Pangaea pecah saling memisahkan diri. Bagian pertama bergerak kearah utara dan dikenal dengan nama Laurasia sementara bagian selatan menjadi Benua Gondwana, dan memunculkan patahan di mana benua-benua tersebut terpisah. 160 juta tahun kemudian bagian-bagian dari benua yang kembali terpisah tersebut kemudian membentuk benua-benua yang kita kenal sekarang. Garis pantai Amerika Selatan dan Afrika yang saling berhadapan merupakan sebuah bukti nyata untuk membuktikan bahwa kedua benua ini dahulunya pernah tergabung menjadi satu benua besar Pangaea.
Penelitian dengan menggunakan senyawa isotop oksigen, penyebaran tanaman darat, dan fosil-fosil binatang laut mengindikasikan bahwa pada masa periode Jurasik beriklim sedang, berkisar sekitar 80C lebih hangat dari iklim saat ini. Tidak ada gletser yang terbukti ada pada periode ini. Kehidupan pada periode Jurasik tidak hanya didominasi oleh cycadas, tapi juga oleh konifera, horsetail, dan fern yang berlimpah. Perlahan-lahan pada masa dedaunan ini beberapa jenis mamalia awal mulai muncul, ukurannya masih sebesar tikus. Di kawasan laut, intervetebrata air, ammonit merupakan organisme yang paling menonjol. Pada periode ini binatang-binatang yang menguasi daratan, lautan, dan udara adalah reptil. Dinosaurus, dengan jumlah dan jenis yang lebih banyak dan beragam dari periode Triasik, merupakan penguasa daratan; baya, ichtyosaurus, dan plesiosaurus menjadi raja di lautan, sementara pterosaurus menduduki kawasan udara, keluarga dinosaurus yang dapat terbang.
Penemuan yang paling penting di periode ini adalah Archaeopteryx lithographica, pada di selatan Jerman, yang ditandai dengan penemuan fosil yang jarang namun dalam susunan lengkap. Archaeopteryx sudah lama disepakati sebagai binatang transisi dari reptil ke burung, dan dikenal sebagai burung tertua yang pernah ada. Belakangan ini, para ilmuwan telah menyadari bahwa hal ini melahirkan kemiripan dengan pendahulunya, Maniraptora (sekelompok dinosaurus), dari pada dengan burung modern; menyediakan sebuah hubungan filogenetik yang kuat diantara dua kelompok tersebut. Penemuan terkini dari macam-macam burung dan dinosaurus berbulu terdahulu di sekitar Cina Selatan mendukung teori bahwa theropoda mengembangkan bulunya untuk menghangatkan tubuhnya sebelum digunakan untuk terbang. Archaeopteryx merupakan salah satu fosil yang paling penting yang pernah ditemukan.
Periode Kretaceous (145-65 juta tahun yang lalu)
Episode akhir dari masa Mesozoikum adalah periode Kretaceous, berasal dari kata latin untuk kapur (creta) dari banyaknya kandungan kapur dari masa ini yang membentuk tebing sepanjang Selat Inggris antara Inggris Raya dengan Prancis. Periode ini berlangsung lebih lama dari para penerusnya, seperti yang terjadi pada era Kenozoikum. Di mana pada masa ini banyak tipikal kehidupan masa Mesozoikum, seperti ammonit, belemnite, gimnospermae, ichtyosaurus, plesiosaurus, dan dinosaurus mengalami pengurangan. Kelompok-kelompok tersebut saling menyebar dan mengalami pengayaan jenis pada masa hidupnya dan maju ke masa akhir Kretaceous, mereka menunjukkan beberapa macam pola kepunahan.
Beberapa perubahan memengaruhi bentang alam dan ekologi bumi terjadi pada saat kemunculan angiospermae atau tanaman-tanaman kembang sekitar 130 juta tahun yang lalu. Tanaman-tanaman kembang, termasuk di dalamnya pohon-pohon besar dan rerumputan, dapat dibedakan dari tanaman lainnya melalui kembang yang mereka produksi, di mana beberapa tumbuhan menggunakan mekanisme polinasi angin, warna, bau atau keduanya untuk menarik serangga (dan pengumpul polen). Nektar mungkin muncul sebagai semacam “hadiah” dalam proses ini. Binatang menyebarkan polen lebih efektif daripada angin, sehingga tanaman-tanaman yang menggunakan serangga sebagai perantara mengembangkan metode reproduksinya. Angiospermae bukan satu-satunya tanaman yang mengikutsertakan binatang dalam proses polinasinya, begitu pula dengan cycadas yang dipolinasi dengan bantuan serangga sejenis kumbang. Asal mula proses tumbuhan berkembang pada masa awal Kretaceous nampaknya memicu perkembangan besar gelombang kedua berbagai jenis serangga dan grup-grup baru seperti kupu-kupu, ngengat, semut, dan lebah. Serangga-serangga tersebut meminum nektar dari kembang dan pada kasus semut serta lebah; proses ini mengembangkan sebuah struktur kolonisasi yang rumit dan kompleks.
Kemusnahan massal pada periode akhir Kretaceous pada 65 juta tahun yang lalu menghilangkan jejak dinosaurus serta berbagai jenis hewan daratan lainnya yang memunyai berat lebih dari 25 kg. Hal tersebut masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan bencana pemusnahan massal yang terjadi pada periode akhir Permian, malah menarik semakin banyak penelitian terhadap masa ini dibandingkan kejadian-kejadian kemusnahan massal dari periode lain. Tidak ada satu pun yang secara pasti mengetahui bagaimana dinosaurus dapat musnah. Penelitian-penelitian terbaru pada masa ini dipicu oleh sebuah jurnal ilmiah luar biasa yang diterbitkan pada tahun 1980 oleh Luis Alvarezdan rekan-rekannya yang menyatakan bahwa bumi ditabrak oleh sebuah asteroid berdiameter 10 km pada 65 juta tahun yang lalu. Bukti-bukti mengenai hal tersebut datang dari iridium spike yang ditimbulkan dari meluapnya lava dalam luar biasa banyak yang terjadi di Basin Deccan, India.
Masa Paleosen (65-55,5 juta ahun yang lalu)
Periode Paleosen merupakan masa paling awal dari masa Tertier, mengambil masa antara 65 dan 55,5 juta tahun yang lalu. Penamaan masa ini diambil dari bahasa Yunani “palaois” yang berarti tua dan “ceno” yang berarti baru, mengindikasikan kemunculan flora dan fauna jenis baru yang dihubungkan dengan jenis yang lebih tua dari masa Kretaceous. Dunia pada masa tersebut merupakan sebuah tempat yang lebih layak huni, dengan tipe cuaca tropis dan subtropis sampai ke daerah kutub. Pola curah hujan mungkin berubah secara dramatis setelah kepunahan dinosaurus, dengan tingkat curah yang lebih tinggi terjadi sepanjang tahun.
Periode Paleosen adalah masa yang sangat penting bagi sejarah mamalia, sebuah dunia tanpa dinosaurus. Di sepanjang masa Mesozoikum, kebanyakan mamalia berukuran kecil, memakan serangga-serangga kecil, nokturnal, di daerah di mana dinosaurus mendominasi kehidupan di daratan. Setelah perubahan yang terjadi secara tiba-tiba sekitar 65 juta tahun yang lalu, ketika dinosaurus menghilang, kecuali turunannya, burung, praktis di dunia saat itu tidak terdapat binatang dengan ukuran besar. Situasi yang unik ini menjadi titik awal kesuksesan besar proses evolusi mamalia. Hanya 10 juta tahun kemudian, pada periode akhir Paleosen, mamalia telah menduduki sebagian besar bagian-bagian kosong ekologis, seringkali berkompetisi dengan burung pemangsa berukuran besar, terutama di Amerika Selatan. Pada masa ini bentang daratan dipenuhi binatang sejenis serangga dan hewan-hewan pengerat awal. Sementara mamalia dengan ukuran menengah mencari makan di hutan di mana mamalia karnivora berfungsi sebagai pemangsa mereka.
Gelombang pertama dari penyebaran mamalia pada periode Paleosen mengandung banyak kelompok yang termasuk dalam kategori “archaik” karena mereka bukan leluhur langsung dari grup binatang-binatang yang mampu bertahan hidup. Mamalia-mamalia ini secara anatomi masih berada dalam tingkat primitif jika dibandingkan dengan mamalia-mamalia yang ada sekarang ini. Seringkali mereka hanya menunjukkan tahap awal spesialisasi yang mengotak-ngotakkan turunan mereka di masa kemudian, seperti optimalisasi gigi untuk beradaptasi dengan jenis makanan tertentu atau adaptasi tungkai-tungkai agar dapat berlari kencang. Lingkungan kuno membutuhkan rancangan yang kuno dan penggantian desain awal oleh mamalia yang sekarang kita sebut “modern” tecermin di waktu kemudian, dunia yang lebih ramah.
Di mana dan kapan primata pertama—grup di mana manusia berada—muncul masih menjadi pertanyaan, tapi fosil tertua primata pertama datang dari masa 60 juta tahun yang lalu. Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa primata muncul dari lingkungan kuno dan insectivores nocturnal (shrew-like animal) dengan primata pertama masuk ke dalam kategori lemur atau tarsier dan kemungkinan hidup di pohon-pohon di bagian tropis atau subtropis. Banyak fitur-fitur dari karakteristik mereka yang cocok hidup di habitat ini; tangan yang dispesialisasikan untuk mencengkram, dengan lima jari, di banyak primata, posisi ibu jari berlawanan, bahu yang dapat berputar dan pandangan tiga dimensi. Ciri lainnya adalah kapasitas otak yang lebih besar serta kuku dibandingkan cakar. Primata modern dibatasi mulai dari jenis prosimian seperti tikus, lemur, pygmy, sampai monyet, gorila, dan manusia.
Masa Eosen (55,5 – 33,7 juta tahun yang lalu)
Masa setelah periode Paleosen disebut dengan Eosen. Diambil dari kata Yunani “eos” (subuh) dan “ceno” (baru), atau saat fajar dari bentuk fosil baru. Pada saat akhir periode Paleosen sampai kira-kira 50 juta tahun masa awal Eosen, iklim global tumbuh menjadi lebih hangat. Jumlah kawasan hutan tropis bertambah, menekan hutan hujan tropis ke dalam lingkaran kutub dan menciptakan hutan di daerah kutub. Banyak dari fauna pada saat ini muncul pertama kali pada masa awal Eosen, diantaranya adalah primata dan mamalia berkuku yang berjari (ungulates). Pada masa akhir Eosen, es mulai terakumulasi di Antartika, dan ini merupakan awal dari zaman es terakhir bumi. Bumi telah ada dalam periode es sejak masa glasial dan interglasial memperlihatkan pengurangan dan perluasan jumlah es, tapi bukan merupakan pengurangan es yang signifikan.
Fosil tertua yang dikenal dari urutan mamalia modern saat ini muncul pada periode yang singkat selama masa Eosen awal dan semuanya berukuran kecil, di bawah 10 kg. Kedua kelompok hewan berkuku tersebut, yatu artiodactyla dan perissodactyla, menjadi mamalia yang umum pada saat ini, berdasarkan sebuah penyebaran mayor antara Eropa dan Amerika. Kuda bermula dari ukurannya yang kecil, berkuku empat (hyracotherium alias eohippus) dan seiring waktu mengalami penyebaran yang berakhir menjadi besar dan berkuku satu. Kuda muncul di bagian Amerika Utara dan Eropa dalam gelombang yang masal, kemudian berpindah seiring kedatangan manusia, dan selanjutnya kuda dikenal pada saat penyerangan suku Indian oleh bangsa Spanyol. Kebanyakan keturunan perissodactyl menuju kepunahan pada periode Eosen atau Oligosen. Semua yang tertinggal termasuk kuda dan zebra (Equidae; delapan spesies), badak (Rhinocerotidae; lima spesies), dan tapir (Tapiridae; empat spesies). Kebanyakan spesies yang tersisa, semua lima spesies dari badak dalam ancaman kepunahan; lainnya, seperti Quagga, telah punah.
Paus merupakan sebuah enigma evolusi terbesar: setelah berbagai kesulitan hidup beradaptasi di daratan, beberapa mamalia memutuskan bahwa ternyata kehidupan yang lebih baik itu tempatnya di air. Banyak bukti fosil menyatakan bahwa leluhur jauh paus merupakan mesonychid, yang mengalami perubahan habitat secara radikal. Mesonychid merupakan binatang berkuku, mirip hyena, mamalia penghuni daratan, seukuran dengan srigala sekarang, tapi memiliki tulang tengkorak sebesar beruang. Mereka memiliki empat kaki yang pendek, telapak lebar, dan bertakik sekitar 5-8 cm, gigi segitiga yang mirip dengan paus saat ini. Leluhur awal paus lainnya, ambulocetus diperkirakan merupakan pengembangan dari mesonychid. Ambulocetus natan, yang berarti “paus berkaki yang berenang“ ditemukan pada 1993 dan menunjukkan bahwa kaki belakangnya lebih besar dari kedua kaki depannya. Meski Ambulocetus masih merupakan sejenis tetrapoda, kapsul telinganya sudah terisolasi sejak awal dari tulang tengkoraknya—seperti layaknya paus sekarang. Dengan rahang yang kuat dan gigi setajam gigi hiu, otak yang kecil, serta tulang pelvis yang menyambung dengan tulang belakang.
Masa Oligosen (33,7 – 23,8 juta tahun)
Zaman Oligosenpada awal periode Tertier, antara 33,7 sampai 23,8 juta tahun lalu, dan dinamakan sesuai dengan bahasa Yunani “oligos” (sedikit) dan “ceno” (baru), yang mengindikasikan bahwa terdapat sedikit jenis fosil baru. Zaman Oligosen relatif berjangka waktu pendek, walau beberapa bentuk perubahan terjadi selama berlangsungnya zaman ini. Fenomena tersebut di antaranya adalah munculnya gajah pertama dengan gading dan munculnya beberapa jenis tanaman belukar yang menciptakan padang rumput yang sangat luas di masa Miosen.
Transisi dari Eosen ke Oligosen membawa beberapa ciri perubahan besar: perubahan iklim global dari iklim basah dan tropis menjadi iklim yang lebih bermusim-musim, lebih kering, dan subtropis. Peristiwa itu adalah isyarat akan munculnya iklim dingin Tertier. Di Amerika Utara dan Eropa, Oligosen merupakan sebuah episode erosi, setelah peristiwa formasi munculnya pegunungan besar Eosen. Di Asia selama masa pertengahan Oligosen, lapisan tanah India bertabrakan dengan lapisan Eurasia dan formasi perputaran Himalaya dimulai. Peritiwa-peristiwa tersebut mungkin memberikan efek yang serius pada lingkungan Asia Tengah dan Timur masa Oligosen. Selandia Baru pada masa Oligosen mengalami longsong dan tenggelam, sampai pada batas 2/3 Selandia Baru modern tertutupi lautan. Pada masa itu, Antartika mulai membentuk lapisan es dalam ukuran besar yang menyebabkan iklim dingin.
Pada permulaan zaman Oligosen, dunia mendingin dengan cepat dan memiliki lebih banyak musim. Gelombang kepunahan melanda mamalia yang terbiasa pada dunia yang tropis pada zaman Eosen. Pada permulaan Oligosen, hutan tumbuhan berdaun lebar dan Antartika ditutupi oleh es. Di lautan, beberapa biota laut beradaptasi menjadi bentuk kehidupan laut yang lebih dapat beradaptasi dengan temperatur rendah, berkerumun menuju tempat yang jauh dari ekuator bersuhu hangat, di mana spesies lain dapat bertahan. Gejala turunnya suhu ini turut bertanggung jawab atas berkurangnya keanekaragaman plankton dasar laut, dasar rantai makanan. Pada pertengahan Oligosen, terdapat regresi kehidupan bawah laut global (karena bertambahnya jumlah es di Antartika), ditandai tengan kemunduran jumlah spesies biota laut, termasuk planktondan spesies invertebrata. Mamalia laut seperti paus purba (archaeocete) menjadi punah dan digantikan oleh saudara mereka yang lebih modern. Kehidupan plankton dan invertebrata juga turut terpengaruhi oleh fenomena ini.
Iklim yang lebih dingin dan lebih kering mempercepat evolusi dari jenis tumbuhan belukar, yang menjadi salah satu kelompok tumbuhan paling penting di muka bumi. Mereka menyebar secara ekstensif selama beberapa juta tahun dan memberi makan kumpulan hewan ternak yang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan yang lebih kecil dan jenis burung-burungan, menstabilkan tanah dan mengurangi erosi. Tumbuhan rerumputan/belukar memiliki serat yang tinggi, rendah protein dan harus dikonsumsi dalam jumlah besar untuk mendapat nutrisi yang cukup. Namun, karena mereka mengandung pecahan-pecahan kerikil kecil yang dapat meratakan gigi hewan, pada akhirnya menyebabkan evolusi hewan-hewan ternak dengan gigi yang dapat beradaptasi dengan jenis makanan tersebut, seperti pada jenis kuda merohippus. Berbeda dengan tanaman berbunga, belukar tidak bergantung pada hewan melainkan pada angin untuk proses polinasi.
Di Eropa Barat, fenomena perubahan secara tiba-tiba pada hewan yang dikenal dengan Grand Coupure terjadi. Grand Coupure merujuk pada waktu yang berdekatan dengan masa Eosen ketika banyak kelompok hewan termasuk primata terancam punah di Hemisphere Utara dan melibatkan imigrasi dari sebuah temat menuju Timur dengan banyak taxa baru, khususnya artiodactyla and perissodactyla, dan kepunahan banyak spesies. Selama masa ini setidaknya ada 17 kepunahan umum, 20 kemunculan pertama, dan 25 jenis mamalia yang tidak terpengaruh oleh proses kepunahan muncul pada batas Eosen- Oligosen di Eropa Barat. Periode Oligosen akhir, ditandai dengan ekspansi padang rumput yang menjadi saksi atas dominasi mamalia seperti kuda, rusa, unta, gajah, kucing, anjing, dan primata. Kontinuitas migrasi fauna mamalia darat dari Asia ke Amerika Utara bertanggung jawab atas persebaran dari beberapa garis keturunan menuju benua baru, kecuali Australia.
Beberapa bukti DNA menunjukkan bahwa nenek moyang dari kera modern—dan manusia—berevolusi antara 22 dan 33 juta tahun lalu, namun fosil yang mendukung tidak muncul sampai masa Miocene. Simpanse, gorila, dan orangutan (kera besar), gibbon, dan siamang dikelompokkan bersama manusia ke dalam takson Hominidea.
Masa Miosen (23,8 – 5,3 juta tahun)
Kata Miosen berasal dari bahasa Yunani yang berarti “meion” (kurang) dan “ceno” (baru). Selama periode ini ditemukan sedikit bentuk fosil baru daripada masa Pliosen. Pada zaman tersebut suhu menjadi lebih hangat dari pada zaman Oligosen atau masa Pliosen. Masa Miosen muncul di antara Antartika dan Amerika Selatan, sama seperti jalur lintasan antara Tasmania dan Antartika, menyediakan jalur masuk bagi arus air dingin circumpolar. Fenomena ini secara signifikan mengurangi percampuran antara air hangat tropis dan air dingin polar, dan menyebabkan munculnya kutub Antartika.
Tenggelamnya lautan dangkal seperti Laut Tethys yang ditutupi oleh jembatan darat alami antara Afrika dan Eurasia, membendung laut Mediterania, merupakan pengaruh lebih jauh dari perubahan iklim global dunia. Dengan lebih banyak daratan yang muncul, terdapat lebih sedikit lautan yang dapat mencegah iklim global dari suhu panas atau dingin yang ekstrim.
Kumpulan alga coklat besar yang disebut “kelp” menyangga proses evolusi kehidupan laut, seperti anjing laut, dan juga sekelompok ikan dan invertebrata. Walau kelp adalah sejenis tanaman, kelp tidak berhubungan dekat dengan saudaranya di daratan. Sel kelp menggunakan jenis pigmen yang berbeda untuk proses fotosintesis. Karena tanaman laut tidak bertahan lama, para peneliti hanya dapat menyimpulkan kalau kelt hanya bertahan sampai masa Miosen, ketika hewan-hewan yang bergantung padanya muncul namun hanya ada pada periode-periode awal.
Penelitian terhadap tanaman-tanaman zaman Miosen hanya fokus terhadap penelitian spora dan serbuk sari. Penelitian semacam itu menunjukkan bahwa pada akhir zaman Miosen 95% benih-benih familia tanaman muncul, dan tidak ada satu pun familia tanaman yang punah sejak masa pertengahan Miosen. Iklim hangat masa pertengahan Miosen yang diikuti oleh turunnya suhu, dianggap bertanggung jawab atas kemunduran ekosistem tropis, perluasan hutan konifer utara, dan bertambahnya musim. Dengan adanya perubahan ini, diversifikasi graminoid modern, terutama rerumputan dan alang-alang, pun terjadi. Pola perubahan biologis secara keseluruhan untuk masa Miosen ternasuk ke dalam jenis sistem perluasan vegetasi (seperti hutan). Mamalia dan burung-burungan secara khusus berkembang menjadi jenis baru, baik menjadi herbivora yang dapat berlari dengan cepat, predator mamalia besar dan burung, atau burung kecil dan binatang pengerat. Kuda pertama muncul di awal Eosen sebagai herbivora berukuran kucing, yang hanya memakan vegetasi berdaun. Ketika rerumputan kasar menggantikan daerah hutan selama masa Oligosen beberapa spesies mengembangkan rahang yang lebih besar dan gigi kuat berakar dalam dengan lapisan email. Mereka juga memiliki saluran pencernaan besar yang dapat mencerna kuantitas rumput yang lebih banyak. Kuda masa Oligosen sekarang menjadi lebih besar dengan kaki-kaki yang lebih kuat dan tapal yang memungkinkan mereka untuk berlari lebih cepat dari hewan-hewan yang memiliki bantalan kaki. Mereka dengan cepat menyebar dari Amerika Utara ke Eropa dan Asia dan dari sana menyebar ke Afrika di mana beberapa spesies menjadi kuda masa kini.
Masa Pliosen (5,3 – 1,8 juta tahun)
Zaman terakhir dari periode Tertierdisebut zaman Pliosen yang berasal dari bahasa Yunani “pleion” (lebih) dan “ceno” (baru) yang berarti bahwa pada masa itu terdapat lebih banyak bentuk fosil dari pada zaman sebelumnya. Iklim dingin yang dimulai sejak zaman Eosenterus berlangsung sampai masa Pliosen; hal ini menunjukkan tahapan akhir dari iklim dingin global yang membawa proses pembentukan glasial Quaternary. Sementara dunia Pliosen beriklim lebih hangat dari pada masa kini, sekitar 2 juta tahun lapisan es menutupi kedua kutub, dan selama masa Pleistosen glasier berulang kali bergerak maju dan mundur pada beberapa area di muka bumi. Jembatan darat Panamanian antara utara-selatan Amerika muncul selama masa Pliosen, menyebabkan migrasi dari tanaman dan hewan menuju habitat baru. Hal ini memiliki akibat substansial terhadap biota di kedua benua, seperti mamalia berplasenta yang menyebar ke selatan menyeberangi jembatan darat dan hewan marsupial yang bermigrasi ke arah utara.
Primata terus berkembang biak menjadi jenis yang beraneka-ragam. Manusia dan simpanse berbagi nenek moyang yang sama sekitar 17 juta tahun lalu, dan melalui jalur evolusi yang terpisah. Manusia berbagi sekitar 98,8% DNA dengan simpanse, yang merupakan spesies keluarga terdekat kita di antara primata. Hominida pertama yang pertama kali diketahui berevolusi di Afrika Barat sekitan 5,2 juta tahun lalu. Rahang hominida yang menonjol dan kebanyakan spesies primata yang memiliki otak yang besar. Kebanyakan hominida mungkin hidup dalam kelompok di dekat hutan dan beberapa spesies hominida berikutnya mulai menggunakan dan membuat alat. Fosil paling tua, gigi tulang rahang dan tulang jari kaki ditemukan di Etiopia, berumur 5,3 juta tahun. Penemuan kerangka hominida berumur lebih muda dinamai Lucy, dengan adanya penemuan itu dan sebuah set jejak kaki di Hadar, Tanzania, mengungkapkan lebih banyak tentang penampilan mereka dan satu karakter yang paling berbeda: bahkan hominida yang muncul paling awal dapat berjalan tegak lurus dengan dua kaki. Adaptasi semacam ini menyediakan beberapa keuntungan, seperti kemampuan untuk melihat dari atas tumbuhan yang tinggi dan dapat membawa makanan atau peralatan dan senjata dengan mudah ketika bepergian.
Masa Pleistosen (1,8 juta tahun – 10.000 tahun)
Zaman Pleistosen terjadi antara 1,8 juta tahun lalu sampai dengan permulaan Holocene sekitar 10.000 tahun lalu. Pleistosen berasal dari bahasa Yunani “Pleistos” (sebagian besar) dan “ceno” (baru).
Pada permulaan Pleistosen, dunia memasuki periode yang lebih dingin karena perpindahan tahap glacial menuju ke tahap interglasial. Hemisphere Utara menunjukkan vegetasi Artik: tundra di dalam Lingkaran Artik dan taiga—hutan konifer. Tundra adalah dunia dari tanah yang membeku abadi, dengan musim tumbuh tanamanyang sangat pendek yang kebanyakan merupakan lumut, liken, dan alang-alang. Di daerah dengan ketinggian yang lebih rendah iklim yang lebih kering membawa jenis vegetasi gurun. Lapisan es yang luas menutupi dan kemudian secara terpisah tersebar di bagian bumi yang lebih tinggi, terutama di Hemisphere Utara. Dengan luas wilayah besar yang mendekati Artik dan kemungkinan untuk menyalurkan glasier ke arah selatan Hemisphere Utara menjadi mesin pembuat es yang besar. Antartika, walau sama dinginnya dengan Artik, terpisah dari benua selatan dan oleh karena itu proses pembentukan glasier di Selandia Baru, Chili, dan Tazmania yang membentuk bukit glasier.
Waktu permulaan yang tepat dari proses pembentukan glasier Hemisphere Utara tidaklah pasti, namun beberapa catatan isotop oksigen menunjukkan waktu akhir masa Pliosen (sekitar 3 atau 2 juta tahun lalu). Variasi mikrofosil plankton yang berlimpah menunjukkan bahwa perubahan besar pada suhu permukaan laut yang terjadi sebelum 2,8 sampai 2,6 juta tahun lalu. Penemuan terkini, puing es dalam sedimen bawah laut di sekitar Greenland berumur sekitar 7 juta tahun dan menunjukkan kemungkinan penumpukan jumlah es di Hemisphere Utara selama masa Miosen.
Banyak penelitian para paleontologis pada fosil Pleistosen yang bertujuan untuk memahami iklim masa lalu. Zaman Pleistosen bukan satu-satunya masa di mana iklim dan temperatur berubah secara drastis; fosil dari zaman Pleistosen sering kali berlimpah, terjaga dengan baik, dan dapat diperkirakan umurnya dengan sangat tepat. Fauna Pleistosen termasuk marsupial raksasa, seperti wombat berukuran seperti badak yang masih bersaudara dengan diprotodon, dan kadal monitor raksasa megalania. Burung raksasa Selandia Baru Dinornis maximus atau Moa adalah hewan herbivora dan memiliki tinggi sampai 3 meter.
Zaman Pleistosen juga menjadi saksi evolusi dan ekspansi dari spesies manusia, homo sapien, dan pada masa Pleistosen, manusia menyebar di seluruh dunia. Fosil rahang di Mauer, Jerman, dari Homo heidelbergensis berumur 500.000 tahun. Mereka menunjukkan karakteristik fisik manusia modern, dengan kapasitas yang lebih besar, gigi yang lebih kecil dan wajah berbeda dengan nenek moyang hominida lainnya. Sekitar 130.000 tahun lalu manusia modern menyebar ke Afrika, Asia Tengah, dan Eropa. Mereka memilki kerangka yang gracile, dan lebih tinggi, tengkorak yang lebih bundar dari pada saudara mereka dari Eropa, Neanderthal. Lukisan gua yang berumur 40.000 tahun menunjukkan bahwa mereka telah mengembangkan kebudayaan yang rumit; beberapa ahli merujuk fenomena ini dengan munculnya bahasa yang rumit.
Masa Holosen (8.000 tahun – sekarang)
Zaman terakhir dari periode Kuaterner (Quaternary), mulai dari akhir masa Pleistosen (10.000 tahun lalu) sampai sekarang termasuk dalam zaman Holosen, yang berasal dari bahasa Yunani “holos” (keseluruhan) dan “ceno” (baru), mengindikasikan bahwa zaman itu memiliki bentuk fosil yang benar-benar baru.
Bukti inti es menunjukkan zaman Holosene memiliki suhu yang relative lebih hangat dan memilki perubahan iklim yang lebih sedikit. Masa Little Ice dimulai sekitar 650 tahun lalu (1350 M) dan hanya bertahan sekitar 550 tahun lalu. Beberapa peneliti menganggap bahwa kondisi suhu global masa yang hangat kini hanya bersifat sementara—bahwa secara sederhana kita berada dalam periode interglasial dari zaman es.
Zaman Holosen kadang-kadang disebut “zaman manusia”. Hal ini bagaimana pun juga salah: manusia modern berevolusi dan tersebar di seluruh planet sebelum masa Holosen dimulai. Namun bagaimana pun, sejak munculnya peradaban pertama—mungkin sekitar 12.000 tahun lalu—manusia telah memengaruhi lingkungan global berbeda dengan organisme yang lainnya.
Sementara semua organisme memengaruhi lingkungannya sampai beberapa tingkat tertentu, beberapa di antaranya bahkan mengubah dunia. Sebanyak 20% dari jumlah tanaman dan hewan masa kini akan punah pada tahun 2025 M. Dibutuhkan lebih banyak informasi untuk menentukan apakah level kepunahan yang ada sekarang berada dalam garis level alami dari pergantian spesies, atau apakah proses ini dipercepat oleh kegiatan manusia seperti berburu, polusi, pengontrolan banjir, dan penggundulan hutan (deforestasi) menjadi apa yang kita sebut “kepunahan massal keenam”. Kebanyakan peneliti setuju bahwa aktivitas manusia bertanggung jawab atas “pemanasan global,” berarti bahwa naiknya tempetatur dunia yang masih terus berlanjut sampai sekarang akan menimbulkan efek yang tidak terduga.
Namun sekarang masa Holosen juga telah menjadi saksi dari kemajuan pengetahuan dan teknologi manusia yang dapat dimanfaatkan—dan memang digunakan—untuk memahami perubahan yang kita ketahui, untuk memprediksi akibatnya, dan untuk menghentikan kerusakan yang mereka berikan pada bumi dan manusia. Paleontologi merupakan bagian dari usaha untuk memahami perubahan global. Karena banyak fosil menyediakan data tentang iklim dan lingkungan masa lalu, ahli palaentologi berkontribusi terhadap pemahaman kita tentang bagaimana perubahan lingkungan masa depan akan memengaruhi kehidupan bumi.
Kepustakaan
AM. Sardiman dan Kusriyantinah, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, Surabaya: Kendang Sari, 1995.
Bellwood, Peter, 2000, Prasejarah Kepulauan Indo - Malaysia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bemmelen, R.W. van. 1949. Geology of Indonesia; vol. I A. General Geology: The Bandung Zone. Bulbeck, David, Monique Pasqua, Adrian de Lello, 2000, Culture History of The Toalian South Sulawesi,
Forestier, Hubert, 2007, Ribuan Gunung Ribuan Alat Batu, Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur, Kepustakaan Populer Grmaedia, Jakarta.
Kasnowihardjo, Gunadi, 2006, Potensi Wisata Budaya dan Wisata Petualangan di Kutai Timur, Budpar.net.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: benteng Budaya, 1995.
Michel Chazine, Jean, 2005, Recent Rock Art and Archaeological Discoveries in East Kalimantan, World. Socialis Web.net
Poesponegoro, Marwati Djoenoed et al., 2008, Sejarah Nasional Indonesia I, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, PN Balai Pustaka.
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992.Simanjuntak, Truman, 1998, "Budaya Awal holosen di Gunung Sewu" dalam Berkala Arkeologi Th XIX Edisi No. 1/Mei, Yogyakarta, Balai Arkeologi Yogyakarta.
Sonjaya, JA, 2002, Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung : Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002, Sub. Terra.co.id.
Sukmono, 1996, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid I, Yogyakarta : Kanisius.
William A. Haviland dan RG. Soekadijo,1988. Antropologi 1, Jakarta: Erlangga,
Wiradnyana, Ketut, 2004, Gua Togi Bogi, Hunian Berciri Mesolitik di Nias (Perbandingan dengan Situs Gua Togi Ndrawa), Balar Medan.
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/381/lingkungan-alam,-manusia,-dan-budaya-prasejarah-2
Menurut para ahli geologi, bumi mulai terbentuk kira-kira 4,6 miliar tahun yang lalu, bersamaan dengan terbentuknya sistem tatasurya serta planet-planet lain di dalamnya. Asumsi tersebut muncul setelah sebuah batu tertua yang dapat ditemukan oleh para ahli geologi yang diperkirakan berusia 3,9 miliar tahun melalui metode radiometric dating. Pada saat itu bumi terdiri dari tanah yang membara serta lautan magma.
Penelitian menggunakan metoda radiometri dating tersebut hanya dapat dilakukan pada jenis batuan keras. Maka dari itu, pengetahuan kita mengenai umur bumi yang sesungguhnya terbatas pula sampai pada saat batuan padat keras itu terbentuk. Dengan begitu, sesungguhnya kita tidak mengetahui secara pasti kapan tepatnya bumi terbentuk atau sudah berapakah usia bumi yang sesungguhnya. Di samping itu, karena lapisan bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik, bumi menjadi planet yang sangat dinamis; pegunungan-pegunungan baru bermunculan, sementara yang lain meletus dan melebur batuan-batuan lama serta menutupinya dengan lapisan baru. Perubahan serta pembentukan lapisan atas bumi yang berlangsung kontinyu dan terus menerus tersebut ikut serta merekonstruksi batuan lama, sehingga teori mengenai usia bumi yang di kemukakan para ahli geologi dengan menggunakan metode tersebut di atas masih dianggap sebagai usia teoretis bumi.
Pada 1912 seorang ilmuwan, Alfred Wegener mengeluarkan sebuah pemikiran gila mengenai lempeng tektonik dan benua. Ia berpikiran bahwa benua-benua di bumi ini pada awalnya terdiri dari satu benua besar. Ia berpikiran, “mungkin pada awalnya benua-benua tersebut tergabung menjadi satu, yang kemudian terpisah-pisah karena pergesaran lempeng tektonik dari waktu ke waktu.” Dia kemudian memutuskan memberi nama pada superbenua tersebut dengan nama Pangea, yang berarti “Semua Daratan”. Saat mempresentasikan pemikirannya tersebut kepada para ilmuwan lain, ia menamakan teorinya tersebut sebagai Continental Drift Theory. Wegener pada saat itu tidak dapat mengemukakan bukti kuat yang dapat mendukung teorinya, sehingga para ilmuwan yang lain menganggapnya sedang mabuk.
Satu dari pendapatnya mengenai lempeng yang bergerak adalah karena adanya gaya sentrifugal dari rotasi bumi yang menyebabkan benua tersebut terpecah dan tersebar. Para ilmuwan tersebut menghitung bahwa gaya sentrifugal tersebut tidak cukup kuat sehingga dapat menggerakan benua-benua yang ada dipermukaan bumi. Mereka berpendapat bahwa benua-benua tersebut kokoh dan diam pada tempatnya.
Kemudian pada 1929, seorang imuwan yang bernama Arthur Holmes berpikiran bahwa teori yang dikemukakan oleh Wegener tidak sepenuhnya salah. Holmes mengidentifikasi salah satu teori Wegener yang menyatakan bahwa bergeraknya benua tersebut karena lapisan bawah bumi yang meleleh serta pijar dan selalu berusaha keluar ke permukaan dapat menyebabkan terjadinya tumbukan antarlempeng dan hal tersebut dapat menyebabkan benua-benua di atasnya bergerak. Hal yang dikemukakan oleh Holmes tersebut bukan hanya menerangkan mengapa benua-benua nampak seperti potongan-potongan gambar teka-teki melainkan juga menjelaskan proses terbentuknya gunung dan pegunungan api. Namun, para ilmuwan lain pada saat itu masih tidak dapat diyakinkan dan teori tersebut kemudian diabaikan.
Hampir tigapuluh tahun kemudian, penemuan-penemuan baru di bidang teknologi dan industri kelautan untuk tujuan eksplorasi dasar Samudra Atlantik berhasil mengangkat sebuah bukti yang mengejutkan. Mereka menemukan aktivitas gunung api pada dasar Samudra Atlantik yang merupakan sebuah rantai panjang pegunungan api dasar laut di Samudra Atlantik. Penemuan ini merupakan sebuah bukti yang tidak dapat disangkal lagi yang mendukung teori Continental Drift.
Kemudian berdasarkan temuan bukti-bukti tersebut para ahli bersama-sama mengembangkan sebuah instrumen yang dapat membaca dan memprediksi titik gempa bumi di seluruh dunia yang terkonsentrasi pada beberapa titik tertentu. Pada sekitar 1960-an, beberapa ilmuwan menerbitkan jurnal hasil penelitian mereka mengenai Continental Drift yang kemudian lebih dikenal dengan nama Theory of Plate Tectonics.
II. Kehidupan Awal
Sampai saat ini para ilmuwan masih berusaha mengungkapkan misteri terbesar mengenai bumi: kapan kehidupan di bumi dimulai dan bagaimana? Pada awalnya bumi didominasi oleh pegunungan api, kelam dan abu-abu, badai atmosfer, penuh dengan zat kimia yang beracun, serta laut yang tidak memiliki kehidupan. Kemudian lautan menampung zat-zat organik yang terpapar dari tanah dan atmosfer serta meteor-meteor yang berjatuhan ke bumi. Pada saat inilah substansi-substansi kehidupan seperti air, karbon dioksida, methane, dan hidrogen sianida membentuk molekul-kunci pembentuk awal kehidupan seperti gula, asam amino, dan nukleotida yang membentuk blok-blok protein dan asam nukleik, yang merupakan pembentuk utama semua kehidupan.
Hal yang paling penting dari peristiwa tersebut adalah pembentukan molekul DNA (deoxyribose-nucleid acid) dan RNA (ribose-nucleid acid), yang secara langsung membentuk serangkaian instruksi operasi biologis yang membentuk kehidupan generasi-generasi selanjutnya. Namun kehidupan awal tidak hanya dipicu oleh jenis molekul spesial seperti DNA dan RNA tapi juga oleh zat-zat kimia serta lingkungan primitif bumi.
Pada masa akhir Precambrian , masa Proterozoikum terentang dari masa 2.500 juta tahun yang lalu hingga 544 juta tahun yang lalu. Fosil-fosil yang ditemukan pada masa ini menunjukkan pembentukan organisme bersel tunggal yang lebih kompleks yang diberi nama Proterozoic, yang berarti “Kehidupan awal”.
Fosil Alga dengan multisel tertua diperkirakan berasal dari masa 1.200 juta tahun yang lalu. Pada masa ini keragaman biologis meningkat dengan sangat cepat menjadi seleukariotik. Berbeda dengan selprokariotik, sel eukariotik berukuran lebih besar dan struktur serta organisasi yang lebih kompleks, termasuk terdapatnya nukleus sebagai struktur bangunan rumah tempat DNA dalam kromosom serta struktur-struktur khusus yang dikenal dengan organelles. Bukti fosil tertua dari binatang multisel, atau metozoa, adalah ditemukannya liang-liang pada batu yang kemungkinan besar dibuat oleh binatang atau makhluk lembut seperti cacing. Fosil-fosil ini ditemukan di berbagai tempat seperti Cina, Kanada, dan India. Pada masa ini kemungkinan besar oksigen telah ada di bumi.
Fosil binatang pertama yang tercetak dalam batu tercatat pertama kali muncul pada masa antara 620 dan 550 juta tahun yang lalu. Masa ini dikenal sebagai masa Vendian setelah serangkaian stratigrafik dikembangkan, terutama di Rusia. Masa Vendian juga dikenal sebagai masa Ediacaran (setelah ditemukan sebuah situs di Australia) di mana kedua masa tersebut dibedakan melalui perbedaan karakteristik fosil-fosil dari binatang berbadan lunak yang kompleks. Fosil-fosil ini ditemukan pada beberapa tempat di bumi.
Binatang-binatang pada masa Vendian/Ediacarian membingungkan banyak ilmuwan, karena meski beberapa dari binatang-binatang tersebut mungkin masih termasuk dalam kelompok binatang yang bertahan hingga kini, sementara yang lainnya bahkan tidak memunyai hubungan sama sekali dengan binatang-binatang yang sekarang kita kenal. Terdapat dua aspek yang membingungkan dari organisme masa Vendian atau Edicaran. Pertama, pada fosil-fosil masa ini tidak ditemukan terdapatnya bagian-bagian kerangka keras, artinya organisme-organisme tersebut berbadan lunak. Kedua, adalah isu mengenai ke dalam kelompok binatang mana fosil-fosil ini termasuk. Meski banyak yang membandingkan hal tersebut dengan ubur-ubur modern serta cacing modern, fosil-fosil itu juga dibandingkan dengan sejenis sponge. Namun, Simon Conway Morris, dari Universitas Cambridge, menyatakan bahwa binatang-binatang pada masa tersebut sudah berkembang lebih tinggi kepada tingkatan binatang daripada sponge, di mana belum ditemukan fosil sponge pada masa Vendian. Sponge dinyatakan sebagai binatang primitif dan diperkirakan muncul sebelum masa Vendian yang berisi organisme berbadan lunak.
Masa paling awal dari era Paleozoikum dinamakan periode Cambrian, diambil dari kata bangsa Romawi untuk menyebut paus, di mana batuan pada masa ini diidentifikasi oleh geolog abad ke-19, Adam Sedgwick. Endapan masa Cambrian ditemukan di banyak tempat di bumi.
Dari fosil-fosil yang diketemukan pada abad ini banyak yang berasal dari era Cambrian. Fosil-fosil era Cambrian termasuk binatang dengan bentuk tubuh lebih terencana, memunyai banyak kemiripan dan garis keturunan yang jelas dengan jenis-jenis binatang modern yang kita kenal sekarang. Evolusi yang mengejutkan dan berkembang ini dinamakan “Cambrian Explosion”. Namun perkembangan tersebut tidak seperti ledakan secara harfiah yang berkesan berantakan, tetapi terjadi secara berkala sekitar 30 juta tahun, dan beberapa peristiwa berkisar antara 5 sampai 10 juta tahun.
Kemunculan banyak jenis makhluk hidup selama masa transisi dari masa Pracambrian ke masa Cambrian, secara radikal mengubah hubungan alami antarbinatang, termasuk perkembangan yang lebih rumit dari hubungan mangsa dan pemangsa. Binatang yang hidup dari memangsa binatang lain, tidak hanya sekadar memakan bangkai dari organisme yang mati atau dari sekadar menggantungkan diri dari proses fotosintesis simbiosis, menjadi lebih sering terjadi, seperti Anomalicaris yang berkembang menjadi predator dengan memangsa binatang yang tidak dapat melarikan diri dari dirinya.
Catatan terbaik dari “ledakan” masa Cambria adalah Burges Shale di British Columbia. Terletak di tengah era cambria, ketika “ledakan” sudah berjalan selama beberapa juta tahun, mencatat penemuan fosil dari Brachiopoda, sejenis binatang dengan cangkang seperti kerang, trilobit, moluska, echinoderm, dan banyak binatang aneh lainnya yang masuk ke dalam kategori binatang punah phyla.
Penyebab dari “ledakan Cambria” masih menjadi perdebatan di antara para ilmuwan. Beberapa berpendapat: meningkatnya tingkat serta kadar oksigen yang dimulai sekitar 2.000 juta tahun yang lalu, mendukung tingkat metabolisme yang lebih tinggi dan mendukung evolusi dari organisme yang lebih besar serta struktur tubuh yang lebih kompleks. Sementara yang lainnya berpendapat bahwa kepunahan kehidupan pada masa akhir Vendian membuka kemungkinan munculnya jenis kehidupan yang baru. Kemungkinan dalam proses kimiawi di lautan sangat berpengaruh besar dalam proses ini; hal tersebut mendukung berkembangnya bagian tubuh yang keras seperti gigi dan rangka untuk pertama kalinya. Faktor-faktor genetik juga sangat berpengaruh. Penelitian baru-baru ini memberi kesimpulan bahwa masa Prior ke Ledakan Cambrian memperlihatkan evolusi berkala sebuah “perangkat genetik” dari gen (the homebox atau gen “hox”) yang mengatur proses-proses perkembangan. Saat disatukan, perangkat genetik ini memungkinkan sebuah periode yang belum pernah terjadi dari sebuah eskperimen evolusioner dan kompetisi. Banyak bentuk dari catatan fosil masa Cambrian menghilang tanpa jejak. Masa depan proses evolusi kemudian dibatasi pada perilaku pada rancangan tubuh yang masih tersisa hingga kini.
Saat ini banyak ilmuwan mulai mempertanyakan, apakah ledakan Cambrian benar-benar terjadi, atau hanya sekadar refleksi dari catatan fosil tua. Data genetis menunjukkan bahwa binatang bersel banyak muncul sekitar 1.000 juta tahun yang lalu; data ini didukung oleh fosil embrio yang terdapat pada batu yang ditemukan di Cina yang bertanggal 600 juta tahun. Ditambah dengan penemuan bahwa Trilobites—sejenis binatang bercangkang—merupakan sebuah kelompok yang sangat berbeda macamnya bahkan pada masa awal Cambrian, dan hal ini membuat para ilmuwan berpendapat bahwa grup artropoda (hewan tanpa tulang belakang yang memiliki badan beruas-ruas, seperti kepiting, udang, kelabang) diindikasikan telah ber-evolusi lebih awal.
Masa antara 505 dan 440 juta tahun lalu, dikenal dengan nama Ordovician, dinamakan dari nama suku Celtic, Ordovices. Pada masa ini area utara daerah tropis hampir seluruhnya lautan, dan daratan pada masa itu tergabung dalam sebuah superbenua bernama Gondwana. Selama Ordivician, Gondwana bergerak ke arah Kutub Selatan dan banyak dari bagian benua tenggelam ke dalam lautan.
Pada masa Ordovician, tanaman pertama muncul. Tapi proses tersebut tidak berlangsung sampai akhir masa Silurian sebelum kemudian muncul tanaman modern. Secara umum sel eukariotik diasumsikan sebagai turunan nonfotosintetik dari Archaebacteria. Teori endsymbiosis menyatakan bahwa mitokondria (dan kloroplas) berasal dari simbiotik, aerobik eubakteri, dan dipengaruhi oleh leluhur dari sel-sel eukariotik.
Masa Ordivician lebih dikenal sebagai masa bermunculannya invertebrata-invertebrata laut, termasuk graptolit, trilobit, brachiopoda,dan conodont (vertebrata awal). Di samping itu termasuk alga hijau dan alga merah, ikan primitif, cephalopoda, coral, crinoida, dan gastropoda. Ledakan evolusi tersebut kemudian terpisah menjadi tiga jenis makhluk laut dalam waktu 50 juta tahun.
Ikan merupakan keluarga dari chordate phylum karena mereka memiliki karakteristik tertentu seperti: sebuah tulang belakang yang menggantikan notochord dari chordate yang lebih “sederhana”, jaringan saraf, kaki, dan buntut. Agnathan, atau ikan tanpa rahang, merupakan jenis ikan yang lebih awal dan merupakan jenis sebenarnya dari vertebrata yang muncul sekitar 480 juta tahun yang lalu. Salah satu keturunan dari Agnathan adalah Ostracoderm, ikan tanpa rahang paling awal, diperkirakan muncul sekitar 510 juta tahun lalu. Mereka jenis ikan yang merayap dan hampir semua bagian tubuhnya ditutupi oleh cangkang atau jirah. Ketika rahang muncul pada bagian ikan bertulang dan ikan hiu awal sekitar 450 juta tahun lalu, ikan tanpa rahang tidak mampu bersaing. Hagfish dan Lamprey merupakan jenis ikan tanpa rahang yang bertahan hingga kini. Ketika ikan hiu tidak sebanyak sampai masa Devonian (410 hingga 360 juta tahun lalu), fosil mereka menunjukkan eksistensi hiu awal berasal dai masa akhir Ordovician.
Dengan hadirnya kelompok-kelompok dari hewan Paleozoikum, ekologi laut melakukan reorganisasi dan spesies-spesies baru beradaptasi dalam menggunakan sumberdaya seefektif mungkin. Setelah reorganisasi dalam perubahan gaya hidup, spesies-spesies tersebut bertahan lebih lama dan tingkat kepunahan lebih rendah dibandingkan leluhur-leluhur mereka yang hidup pada masa Cambrian.
Mulai dari masa awal hingga pertengahan Ordovician, bumi mengalami musim menengah yang mengakhiri masa Ordovician, yang mungkin menjadi pemunahan massal terbesar kedua yang pernah terjadi, dibandingkan dengan beberapa kepunahan massal yang terjadi pada masa awal kehidupan binatang selama 50 juta tahun masa Cambrian.
Periode Silurian (440 – 410 juta tahun yang lalu)
Periode Silurian, dinamakan sesuai dengan nama suku Celtic, Silures. Saat beberapa tumbuhan dan hewan meninggalkan air dan berkolonisasi di darat untuk pertama kalinya. Mengapa mereka meninggalkan air, masih menjadi perdebatan tapi kemungkinan besar adalah karena hasil dari persaingan ekosistem di laut, melarikan diri dari predator, dan kemampuan beradaptasi dengan daratan. Ketika binatang dan tumbuhan sudah menetap di daratan, mereka berkontribusi terhadap proses perubahan bumi secara fisik dan kimiawi, namun hidup di daratan membutuhkan strategi yang sama sekali berbeda dengan di lautan, seperti mencari nutrisi dan air, menghindari kekeringan, membawa keluar perubahan gas, dan reproduksi.
Tanaman darat disebut vaskular, dinamakan demikian karena mereka menggunakan sistem tabung dalam sirkulasi air dan nutrisi—muncul sekitar 425 juta tahun yang lalu. Kebanyakan tumbuh hanya beberapa sentimeter namun cukup tinggi untuk mencapai langit dan menangkap cahaya matahari dan melepaskan spora reproduksi ke angin. Dengan sistem akar yang lebih dalam dari tanaman awal (rhizoid) serta stem vertikal yang kokoh, mereka sekarang sudah memunyai perlengkapan untuk mengolonisasi permukaan bumi. Contoh untuk sebuah tanaman vaskular sederhana adalah Cooksonia.
Antropoda—kera tidak berekor dan berjalan tegak, dari keluarga primate seperti gorila, orangutan, dan simpanse—merupakan binatang pertama yang beradaptasi dengan daratan, muncul sekitar 420 juta tahun yang lalu. Fosil jejak antropoda dari Australia barat yang memenuhi dataran berpasir yang mengelilingi danau sementara, mengindikasikan bahwa binatang ini mungkin ditemani tanaman pagar berpindah ke daratan. Dalam berbagai sisi binatang-binatang tersebut sudah mengembangkan diri supaya dapat langsung beradaptasi dengan dunia mereka yang baru. Ketika mulai berpindah ke daerah pesisir pantai, mereka sudah mengembangkan badan yang lebih ringan serta kaki yang lebih kokoh untuk menahan gravitasi bumi. Cangkang yang kuat, yang disebut kutikula, menyediakan perlindungan dan mempertahankan kelembaban. Laba-laba, kaki seribu, dan rekannya merupakan kelompok awal yang mendiami daratan. Beberapa dari mereka merupakan raksasa-raksasa dengan kaki bersambung. Jenis yang paling lama bertahan dari spesies ini adalah Slimonia, keluarga dekat kelabang yang berukuran sebesar manusia. Binatang ini masih terlalu besar dan terlalu berat sementara kaki-kaki mereka masih terlalu kecil untuk menjelajah daratan dan kemungkinan besar hidup di lingkungan daerah pinggiran pantai dan delta-delta sungai.
Periode Devonian (410 – 360 juta tahun yang lalu)
Periode Devonian dinamakan dari sebuah tempat di Inggris, Devonshire, di mana batu-batu pada masa ini diteliti. Pada masa Devonian, antropoda dan vertebrata awal melanjutkan kolonisasi di daratan. Binatang-binatang ini memiliki problem yang sama dengan tanaman ketika pertama kali berkolonisasi di daratan, seperti mengurangi kehilangan air dan memaksimalkan penghirupan oksigen. Kemajuan paling evolusioner dari masalah ini tidak hanya memungkinkan binatang dapat menginvasi daratan, tapi juga menyebar ke seluruh benua.
Selama periode Devonian, bumi saat itu terdiri dari tiga benua utama besar: Amerika Utara dan Eropa tergabung menjadi satu terletak di dekat daerah equator di mana pada saat ini sebagian besar daratan ini tenggelam di dasar laut. Di sebelah utara terhampar sebagian dari Siberia modern. Dan sebuah gabungan benua Amerika Selatan, Afrika, Antartika, India dan Australia, yang lebih dikenal dengan Daratan Gondwana, mendominasi sebelah selatan belahan bumi.
Selama periode Devonian, dua grup utama binatang mendominasi daratan. Yang pertama adalah tetrapoda, atau vertebrata daratan, muncul selama masa Devonian, sama dengan antropoda terrestrial pertama, termasuk serangga tanpa sayap dan laba-laba awal yang sudah menjelajah daratan sejak dari masa Silurian. Sementara di Lautan, brachiopoda mulai muncul pada masa ini.
Binatang amfibi pertama adalah Ichthyostega, yang hidup pada masa akhir Devonian di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Greenland. Tulang tengkoraknya mirip dengan tengkorak ikan Eusthenopteron, dan Ichthyostega juga memiliki ekor yang dalam dan bersirip. Ichthyostega memunyai empat anggota badan yang kuat dan kepalnya dipisahkan dari badan oleh leher. Tulang belakangnya yang kuat dan kerangka iga membantu binatang ini mendukung berat badannya di daratan.
Ketika artropoda dan vertebrata berusaha keras untuk menundukkan daratan, lautan juga mulai dipenuhi oleh kehidupan. Salah satu yang lolos dari ujian ketahanan dan persaingan dan mampu beradaptasi terhadap radiasi adalah ikan. Di mana mereka beradaptasi untuk hidup dalam ekosistem terbesar yang ada di bumi, air.
Pada masa akhir periode Devonian, tanaman mulai tumbuh dengan akar dan daun, banyak dari mereka mulai tumbuh tinggi. Archaeopteris merupakan pohon besar dengan kayu yang nyata, bahkan jenis pohon tertua yang pernah diketahui, dan menghasilkan hutan dunia yang pertama. Pada masa akhir periode Devonian, pohon dengan biji muncul. Perkembangan yang deras dari kemunculan berbagai jenis pohon dan tumbuhan pada masa ini dikenal dengan “Ledakan Devonian”.
Periode Karboniferus (360-286 juta tahun yang lalu)
Periode Karboniferus dimulai sekitar 360 sampai 286 juta tahun yang lalu. Kata carboniferous diambil dari Inggris yang berarti “daerah yang kaya dengan kandungan karbon”. Pada masa Karboniferus, benua-benua bergabung membentuk kelompok-kelompok kecil daratan luas dengan jembatan-jembatan darat dari Eropa ke Amerika Utara, dan dari Afrika ke Amerika Selatan, Antartika, dan Australia. Tabrakan antarbenua menghasilkan sabuk Pegunungan Appalachian di sebelah timur Amerika Utara dan Pegunungan Hercynian di Inggris. Tumbukan lebih lanjut antara Siberia dan Eropa Timur membentuk Pegunungan Ural.
Pada masa ini, kondisi sangat mendukung pembentukan awal batu-bara (karbon), perkembangan biologis, geologis, dan iklim bumi. Salah satu dari penemuan evolusioner terbesar dari periode Karboniferus adalah amniotic egg di mana hal ini membuat reptil-reptil awal dari habitat air dan mengolonisasi daratan. Amniotic egg membuat leluhur burung, mamalia, dan reptil untuk bereproduksi di daratan dengan jalan mencegah embrio kekeringan dengan adanya cangkang, sehingga pada masa ini telur dapat disimpan jauh dari air.
Hylonomus dan Paleothyris merupakan Cotylosaur awal (reptil primitif). Mereka berukuran sebesar kadal dengan tulang tengkorak mirip binatang amfibi, bahu, panggul dan anggota tubuh serta gigi intermediate vertebrata. Sisanya seperti rangka reptil. Banyak dari “reptil” ini berpenampilan seperti binatang amfibi kecil lainnya di masa kini yang kadang-kadang mengembangkan bertelur di daratan secara langsung, dan hal ini bisa jadi bersamaan dengan proses perubahan tubuh yang kemudian mengecil. Pohon-pohon sisa periode Devonian di masa ini merupakan jenis tumbuhan yang paling mengubah bentuk pemandangan bumi, dengan lumut setinggi 30-40 meter, buntut kuda sampai dengan 15 meter, hampir setinggi pohon pakis. Pohon-pohon seperti Konifera masih menggunakan strategi pelepasan spora dengan melepaskan berjuta-juta polen ke udara untuk membuahi cone betinanya. Strategi tiupan angin ini membutuhkan jumlah polen yang sangat banyak untuk mendapatkan hasil, dan sistem ini lebih baik dibandingkan dengan sistem lainnya karena pohon-pohon tersebut dibuahi bersamaan tanpa banyak melakukan kompetisi.
Periode Permian (286-248 juta tahun yang lalu)
Pada periode Permian, benua-benua bergerak lebih mendekat dibandingkan masa Karboniferus, di mana bagian suara dan bagian selatan superbenua Laurasia dan Gondwana mulai menyatu dan membentuk sebuah benua mahaluas yang disebut Pangaea. Periode Permian merupakan periode final dari masa Paleozoikum dan diberi nama sesuai nama sebuah provinsi, Perm, di Rusia, tempat di mana batu pada periode ini dipelajari.
Lingkungan geografis periode Permian mencakup area luas daratan dan lautan. Percobaan yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan besar daerah bagian dalam daratan beriklim kering, dengan iklim yang sangat fluktuatif, karena kurangnya daerah berair di daerah ini, dan hanya sebagian daerah dari superbenua ini yang menerima curahan air hujan dalam setiap tahunnya. Daerah lautan pada masa ini sendiri masih sedikit yang diketahui seperti apa. Di bagian selatan superbenua tersebut terdapat daerah gletser yang luas, terbukti dari pengecilan/pengurusan batu glasial dari tempat-tempat yang sekarang disebut Afrika, Amerika Selatan, Antartika, dan tanah hasil penggerusan angin mengindikasikan iklim yang sangat kering. Namun, ada indikasi pada masa ini iklim di bumi berubah pada masa ini, daerah es berkurang ketika bagian dalam benua menjadi semakin kering.
Evolusi paling mengejutkan di bumi ini adalah masa transisi di mana mamalia mulai berkembang dari garis keturunan reptil. Transisi ini dimulai selama periode Permian, ketika grup reptil yang termasuk di dalamnya Dimetrodon muncul dengan “beast-faced” therapida. Mamalia berbentuk reptil ini kemudian melahirkan cynodont (misalnya, Thrinaxodon) dari masa Triasik.
Kunci dari perkembangan ciri mamalia adalah hadirnya rahang dengan tulang tunggal (susunan rahang reptile terdiri dari beberapa tulang) dapat dilacak dari sejarah garis keturunan fosil reptil. Termasuk di dalamnya fosil transisi yang sangat luar biasa, Diarthognatus dan Morganucodon, di mana tulang rahang kedua binatang ini memiliki tulang rahang reptil dan nampak seperti mamalia pada bagian atasnya. Namun, pada masa akhir Permian, dinosaurus, tidak seperti reptil, yang mengambil keuntungan dari yang sesuai untuk diklasifikasikan ke dalam wilayah yang didominasi vertebrata. Sejumlah tumbuhan, Lepidodendron dan Sigillaria menjadi jarang. Yang paling banyak ditemukan “benih pakis” (Glossopteris), yang sudah jelas berhasil dalam mengurangi kondisi glasial, merupakan perkembangan yang paling menyolok mata dalam flora Permian. Sehelai daun dari Glossopteris telah ditemukan di timbunan Selandia Baru yang terbentuk ketika tanah kita masih berada di bawah permukaan laut di pantai timur Australia.
Perbedaan antara masa Paleozoikum dan Mesozoikum terjadi pada periode akhir Permian yang ditandai dengan kepunahan besar-besaran yang pernah tercatat di bumi. Hal tersebut memengaruhi banyak kelompok binatang di banyak lingkungan dan ekosistem. Namun yang paling terpengaruh dari kepunahan massal tersebut dirasakan oleh komunitas laut yang menyebabkan kepunahan sampai 90-95% dari spesies laut. Di daratan kepunahan membuka jalan bagi bentuk lain untuk mendominasi, dan membawa ke dalam masa yang dikenal sebagai “Masa Dinosaurus”. Meski sebab dari kepunahan masal pada periode Permian masih diperdebatkan, beberapa kemungkinan diformulasikan untuk menjelaskan tahapan kejadian kepunahan. Peng-es-an, perubahan formasi Pangaea, dan aktivitas gunung berapi merupakan beberapa teori di samping kemungkinan teori dari luar angkasa, yaitu tumbukan meteor dan asteroid ke bumi.
Periode Triasik (248-213 juta tahun lalu)
Periode Triasik merupakan periode paling awal dari tiga era Mesozoikum (Triasik-Jurasik-Kretaceous). Nama Triasik mengacu kepada tiga lipat bagian batuan pada masa ini di Jerman. Mesozoikum berarti “binatang-binatang pertengahan”, saat di mana dunia fauna berubah secara drastis seperti yang terjadi pada masa Paleozoikum. Dinosaurus mungkin merupakan organisme yang paling populer pada masa Mesozoikum, muncul pada periode Triasik, tapi tidak terlalu berubah sampai masa periode Jurasik. Kecuali para leluhur burung, Dinosaurus punah pada masa akhir periode Kretaceous.
Dari berbagai sisi, masa Triasik disebut sebagai masa transisi. Daratan-daratan dunia masih tergabung dalam sebuah superbenua Pangaea, mengubah iklim global dan sirkulasi air laut. Banyak daratan gersang. Masa Triasik adalah masa yang terjadi setelah masa kepunahan terbesar dalam sejarah kehidupan (kepunahan pada akhir masa Permian), dan juga sebuah masa yang menjadi masa penyebaran dan pengolonisasian kembali organisme-organisme yang berhasil bertahan hidup. Organisme-organisme ini mengisi daerah-daerah kosong yang disebabkan kejadian di atas.
Organisme pada masa Triasik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok yang berhasil bertahan hidup setelah masa kepunahan di akhir masa Permian, kelompok baru yang tumbuh sebentar, dan kelompok baru yang akhirnya mendominasi masa Mesozoikum. Yang termasuk kelompok yang berhasil bertahan hidup adalah tumbuh-tumbuhan seperti lycophyte dan glossopterid, dan reptil yang mirip mamalia seperti dicyonodont. Sedangkan organisme yang akan mendominasi masa Mesozoikum adalah konifera modern, cycadeoid, dan dinosaurus.
Pada masa Triasik, perubahan besar terjadi pada postur dari beberapa kelompok reptil. Mereka berubah dari bentuk awal yang “sprawling” (melata) menjadi bentuk “errect” (tegak). Para dinosaurus ini (dinosaurus = kadal yang besar) dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian berdasarkan struktur pinggulnya: yaitu saurichian dan ornithischian. Saurischian dapat dibagi kembali menjadi theropoda (contohnya Coelophysis dan Tyrannosaurus ex) dan sauropoda (contohnya Apatosaurus). Sebagian besar ilmuwan setuju bahwa burung adalah hasil evolusi dari dinosaurus tipe theropoda. Sementara yang termasuk dinosaurus tipe ornithischian adalah triceratopa, iguanodon, hadrosaurus, dan stegosaurus.
Mamalia adalah jenis sinapsida yang lebih maju. Sinapsida adalah salah satu dari dua kelompok besar dari cabang amniote, termasuk manusia di dalamnya. Sinapsida dapat diidentifikasi dari lubang tengkorak yang lebih besar pada bagian belakang mata; bukaan ini memberi otot dan rahang sinapsida yang lebih kuat (otot rahang tertanam pada bukaan tengkorak) dari binatang pendahulunya. Pelycosaur (non-therapsida sinapsida) pernah menjadi retil yang diperhitungkan, namun sekarang kita mengetahui bahwa garis keturunan mereka sudah terpisah sejak awal. Pelycosaur (seperti Dimetrodon dan Edaphosaurus) merupakan sinapsida awal, mereka adalah jenis reptil seperti mamalia. Kemudian hari, therapsida dan cynodont termasuk dalam jenis sinapsida. Cynodont mengarah kepada mamalia sebenarnya. Seiring perjalanan waktu, dikemudian hari cara berjalan sinapsida menjadi lebih naik dan panjang ekor memendek dengan drastis.
Periode Jurasik (213-145 Juta tahun yang lalu)
Peride Jurasik adalah periode tengah di masa Mesozoikum, ditenggarai muncul sekitar 213 dan 145 juta tahun yang lalu. Dinamai sesuai dengan nama batuan pada masa ini ditemukan, pegunungan Jura, daerah antara Swiss dan Prancis. Diluar apa yang ditampilkan oleh Hollywood, Jurasik masih sangat penting untuk kita sampai dengan saat ini, selain banyaknya fossil yang ditemukan pada masa ini juga peranan ekonomi yang mengikutinya—ladang minyak banyak ditemukan—dibentuk pada masa ini.
Sekitar 200 juta tahun yang lalu, pergeseran benua yang didorong oleh panas bumi menyebabkan superbenua Pangaea pecah saling memisahkan diri. Bagian pertama bergerak kearah utara dan dikenal dengan nama Laurasia sementara bagian selatan menjadi Benua Gondwana, dan memunculkan patahan di mana benua-benua tersebut terpisah. 160 juta tahun kemudian bagian-bagian dari benua yang kembali terpisah tersebut kemudian membentuk benua-benua yang kita kenal sekarang. Garis pantai Amerika Selatan dan Afrika yang saling berhadapan merupakan sebuah bukti nyata untuk membuktikan bahwa kedua benua ini dahulunya pernah tergabung menjadi satu benua besar Pangaea.
Penelitian dengan menggunakan senyawa isotop oksigen, penyebaran tanaman darat, dan fosil-fosil binatang laut mengindikasikan bahwa pada masa periode Jurasik beriklim sedang, berkisar sekitar 80C lebih hangat dari iklim saat ini. Tidak ada gletser yang terbukti ada pada periode ini. Kehidupan pada periode Jurasik tidak hanya didominasi oleh cycadas, tapi juga oleh konifera, horsetail, dan fern yang berlimpah. Perlahan-lahan pada masa dedaunan ini beberapa jenis mamalia awal mulai muncul, ukurannya masih sebesar tikus. Di kawasan laut, intervetebrata air, ammonit merupakan organisme yang paling menonjol. Pada periode ini binatang-binatang yang menguasi daratan, lautan, dan udara adalah reptil. Dinosaurus, dengan jumlah dan jenis yang lebih banyak dan beragam dari periode Triasik, merupakan penguasa daratan; baya, ichtyosaurus, dan plesiosaurus menjadi raja di lautan, sementara pterosaurus menduduki kawasan udara, keluarga dinosaurus yang dapat terbang.
Penemuan yang paling penting di periode ini adalah Archaeopteryx lithographica, pada di selatan Jerman, yang ditandai dengan penemuan fosil yang jarang namun dalam susunan lengkap. Archaeopteryx sudah lama disepakati sebagai binatang transisi dari reptil ke burung, dan dikenal sebagai burung tertua yang pernah ada. Belakangan ini, para ilmuwan telah menyadari bahwa hal ini melahirkan kemiripan dengan pendahulunya, Maniraptora (sekelompok dinosaurus), dari pada dengan burung modern; menyediakan sebuah hubungan filogenetik yang kuat diantara dua kelompok tersebut. Penemuan terkini dari macam-macam burung dan dinosaurus berbulu terdahulu di sekitar Cina Selatan mendukung teori bahwa theropoda mengembangkan bulunya untuk menghangatkan tubuhnya sebelum digunakan untuk terbang. Archaeopteryx merupakan salah satu fosil yang paling penting yang pernah ditemukan.
Periode Kretaceous (145-65 juta tahun yang lalu)
Episode akhir dari masa Mesozoikum adalah periode Kretaceous, berasal dari kata latin untuk kapur (creta) dari banyaknya kandungan kapur dari masa ini yang membentuk tebing sepanjang Selat Inggris antara Inggris Raya dengan Prancis. Periode ini berlangsung lebih lama dari para penerusnya, seperti yang terjadi pada era Kenozoikum. Di mana pada masa ini banyak tipikal kehidupan masa Mesozoikum, seperti ammonit, belemnite, gimnospermae, ichtyosaurus, plesiosaurus, dan dinosaurus mengalami pengurangan. Kelompok-kelompok tersebut saling menyebar dan mengalami pengayaan jenis pada masa hidupnya dan maju ke masa akhir Kretaceous, mereka menunjukkan beberapa macam pola kepunahan.
Beberapa perubahan memengaruhi bentang alam dan ekologi bumi terjadi pada saat kemunculan angiospermae atau tanaman-tanaman kembang sekitar 130 juta tahun yang lalu. Tanaman-tanaman kembang, termasuk di dalamnya pohon-pohon besar dan rerumputan, dapat dibedakan dari tanaman lainnya melalui kembang yang mereka produksi, di mana beberapa tumbuhan menggunakan mekanisme polinasi angin, warna, bau atau keduanya untuk menarik serangga (dan pengumpul polen). Nektar mungkin muncul sebagai semacam “hadiah” dalam proses ini. Binatang menyebarkan polen lebih efektif daripada angin, sehingga tanaman-tanaman yang menggunakan serangga sebagai perantara mengembangkan metode reproduksinya. Angiospermae bukan satu-satunya tanaman yang mengikutsertakan binatang dalam proses polinasinya, begitu pula dengan cycadas yang dipolinasi dengan bantuan serangga sejenis kumbang. Asal mula proses tumbuhan berkembang pada masa awal Kretaceous nampaknya memicu perkembangan besar gelombang kedua berbagai jenis serangga dan grup-grup baru seperti kupu-kupu, ngengat, semut, dan lebah. Serangga-serangga tersebut meminum nektar dari kembang dan pada kasus semut serta lebah; proses ini mengembangkan sebuah struktur kolonisasi yang rumit dan kompleks.
Kemusnahan massal pada periode akhir Kretaceous pada 65 juta tahun yang lalu menghilangkan jejak dinosaurus serta berbagai jenis hewan daratan lainnya yang memunyai berat lebih dari 25 kg. Hal tersebut masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan bencana pemusnahan massal yang terjadi pada periode akhir Permian, malah menarik semakin banyak penelitian terhadap masa ini dibandingkan kejadian-kejadian kemusnahan massal dari periode lain. Tidak ada satu pun yang secara pasti mengetahui bagaimana dinosaurus dapat musnah. Penelitian-penelitian terbaru pada masa ini dipicu oleh sebuah jurnal ilmiah luar biasa yang diterbitkan pada tahun 1980 oleh Luis Alvarezdan rekan-rekannya yang menyatakan bahwa bumi ditabrak oleh sebuah asteroid berdiameter 10 km pada 65 juta tahun yang lalu. Bukti-bukti mengenai hal tersebut datang dari iridium spike yang ditimbulkan dari meluapnya lava dalam luar biasa banyak yang terjadi di Basin Deccan, India.
Masa Paleosen (65-55,5 juta ahun yang lalu)
Periode Paleosen merupakan masa paling awal dari masa Tertier, mengambil masa antara 65 dan 55,5 juta tahun yang lalu. Penamaan masa ini diambil dari bahasa Yunani “palaois” yang berarti tua dan “ceno” yang berarti baru, mengindikasikan kemunculan flora dan fauna jenis baru yang dihubungkan dengan jenis yang lebih tua dari masa Kretaceous. Dunia pada masa tersebut merupakan sebuah tempat yang lebih layak huni, dengan tipe cuaca tropis dan subtropis sampai ke daerah kutub. Pola curah hujan mungkin berubah secara dramatis setelah kepunahan dinosaurus, dengan tingkat curah yang lebih tinggi terjadi sepanjang tahun.
Periode Paleosen adalah masa yang sangat penting bagi sejarah mamalia, sebuah dunia tanpa dinosaurus. Di sepanjang masa Mesozoikum, kebanyakan mamalia berukuran kecil, memakan serangga-serangga kecil, nokturnal, di daerah di mana dinosaurus mendominasi kehidupan di daratan. Setelah perubahan yang terjadi secara tiba-tiba sekitar 65 juta tahun yang lalu, ketika dinosaurus menghilang, kecuali turunannya, burung, praktis di dunia saat itu tidak terdapat binatang dengan ukuran besar. Situasi yang unik ini menjadi titik awal kesuksesan besar proses evolusi mamalia. Hanya 10 juta tahun kemudian, pada periode akhir Paleosen, mamalia telah menduduki sebagian besar bagian-bagian kosong ekologis, seringkali berkompetisi dengan burung pemangsa berukuran besar, terutama di Amerika Selatan. Pada masa ini bentang daratan dipenuhi binatang sejenis serangga dan hewan-hewan pengerat awal. Sementara mamalia dengan ukuran menengah mencari makan di hutan di mana mamalia karnivora berfungsi sebagai pemangsa mereka.
Gelombang pertama dari penyebaran mamalia pada periode Paleosen mengandung banyak kelompok yang termasuk dalam kategori “archaik” karena mereka bukan leluhur langsung dari grup binatang-binatang yang mampu bertahan hidup. Mamalia-mamalia ini secara anatomi masih berada dalam tingkat primitif jika dibandingkan dengan mamalia-mamalia yang ada sekarang ini. Seringkali mereka hanya menunjukkan tahap awal spesialisasi yang mengotak-ngotakkan turunan mereka di masa kemudian, seperti optimalisasi gigi untuk beradaptasi dengan jenis makanan tertentu atau adaptasi tungkai-tungkai agar dapat berlari kencang. Lingkungan kuno membutuhkan rancangan yang kuno dan penggantian desain awal oleh mamalia yang sekarang kita sebut “modern” tecermin di waktu kemudian, dunia yang lebih ramah.
Di mana dan kapan primata pertama—grup di mana manusia berada—muncul masih menjadi pertanyaan, tapi fosil tertua primata pertama datang dari masa 60 juta tahun yang lalu. Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa primata muncul dari lingkungan kuno dan insectivores nocturnal (shrew-like animal) dengan primata pertama masuk ke dalam kategori lemur atau tarsier dan kemungkinan hidup di pohon-pohon di bagian tropis atau subtropis. Banyak fitur-fitur dari karakteristik mereka yang cocok hidup di habitat ini; tangan yang dispesialisasikan untuk mencengkram, dengan lima jari, di banyak primata, posisi ibu jari berlawanan, bahu yang dapat berputar dan pandangan tiga dimensi. Ciri lainnya adalah kapasitas otak yang lebih besar serta kuku dibandingkan cakar. Primata modern dibatasi mulai dari jenis prosimian seperti tikus, lemur, pygmy, sampai monyet, gorila, dan manusia.
Masa Eosen (55,5 – 33,7 juta tahun yang lalu)
Masa setelah periode Paleosen disebut dengan Eosen. Diambil dari kata Yunani “eos” (subuh) dan “ceno” (baru), atau saat fajar dari bentuk fosil baru. Pada saat akhir periode Paleosen sampai kira-kira 50 juta tahun masa awal Eosen, iklim global tumbuh menjadi lebih hangat. Jumlah kawasan hutan tropis bertambah, menekan hutan hujan tropis ke dalam lingkaran kutub dan menciptakan hutan di daerah kutub. Banyak dari fauna pada saat ini muncul pertama kali pada masa awal Eosen, diantaranya adalah primata dan mamalia berkuku yang berjari (ungulates). Pada masa akhir Eosen, es mulai terakumulasi di Antartika, dan ini merupakan awal dari zaman es terakhir bumi. Bumi telah ada dalam periode es sejak masa glasial dan interglasial memperlihatkan pengurangan dan perluasan jumlah es, tapi bukan merupakan pengurangan es yang signifikan.
Fosil tertua yang dikenal dari urutan mamalia modern saat ini muncul pada periode yang singkat selama masa Eosen awal dan semuanya berukuran kecil, di bawah 10 kg. Kedua kelompok hewan berkuku tersebut, yatu artiodactyla dan perissodactyla, menjadi mamalia yang umum pada saat ini, berdasarkan sebuah penyebaran mayor antara Eropa dan Amerika. Kuda bermula dari ukurannya yang kecil, berkuku empat (hyracotherium alias eohippus) dan seiring waktu mengalami penyebaran yang berakhir menjadi besar dan berkuku satu. Kuda muncul di bagian Amerika Utara dan Eropa dalam gelombang yang masal, kemudian berpindah seiring kedatangan manusia, dan selanjutnya kuda dikenal pada saat penyerangan suku Indian oleh bangsa Spanyol. Kebanyakan keturunan perissodactyl menuju kepunahan pada periode Eosen atau Oligosen. Semua yang tertinggal termasuk kuda dan zebra (Equidae; delapan spesies), badak (Rhinocerotidae; lima spesies), dan tapir (Tapiridae; empat spesies). Kebanyakan spesies yang tersisa, semua lima spesies dari badak dalam ancaman kepunahan; lainnya, seperti Quagga, telah punah.
Paus merupakan sebuah enigma evolusi terbesar: setelah berbagai kesulitan hidup beradaptasi di daratan, beberapa mamalia memutuskan bahwa ternyata kehidupan yang lebih baik itu tempatnya di air. Banyak bukti fosil menyatakan bahwa leluhur jauh paus merupakan mesonychid, yang mengalami perubahan habitat secara radikal. Mesonychid merupakan binatang berkuku, mirip hyena, mamalia penghuni daratan, seukuran dengan srigala sekarang, tapi memiliki tulang tengkorak sebesar beruang. Mereka memiliki empat kaki yang pendek, telapak lebar, dan bertakik sekitar 5-8 cm, gigi segitiga yang mirip dengan paus saat ini. Leluhur awal paus lainnya, ambulocetus diperkirakan merupakan pengembangan dari mesonychid. Ambulocetus natan, yang berarti “paus berkaki yang berenang“ ditemukan pada 1993 dan menunjukkan bahwa kaki belakangnya lebih besar dari kedua kaki depannya. Meski Ambulocetus masih merupakan sejenis tetrapoda, kapsul telinganya sudah terisolasi sejak awal dari tulang tengkoraknya—seperti layaknya paus sekarang. Dengan rahang yang kuat dan gigi setajam gigi hiu, otak yang kecil, serta tulang pelvis yang menyambung dengan tulang belakang.
Masa Oligosen (33,7 – 23,8 juta tahun)
Zaman Oligosenpada awal periode Tertier, antara 33,7 sampai 23,8 juta tahun lalu, dan dinamakan sesuai dengan bahasa Yunani “oligos” (sedikit) dan “ceno” (baru), yang mengindikasikan bahwa terdapat sedikit jenis fosil baru. Zaman Oligosen relatif berjangka waktu pendek, walau beberapa bentuk perubahan terjadi selama berlangsungnya zaman ini. Fenomena tersebut di antaranya adalah munculnya gajah pertama dengan gading dan munculnya beberapa jenis tanaman belukar yang menciptakan padang rumput yang sangat luas di masa Miosen.
Transisi dari Eosen ke Oligosen membawa beberapa ciri perubahan besar: perubahan iklim global dari iklim basah dan tropis menjadi iklim yang lebih bermusim-musim, lebih kering, dan subtropis. Peristiwa itu adalah isyarat akan munculnya iklim dingin Tertier. Di Amerika Utara dan Eropa, Oligosen merupakan sebuah episode erosi, setelah peristiwa formasi munculnya pegunungan besar Eosen. Di Asia selama masa pertengahan Oligosen, lapisan tanah India bertabrakan dengan lapisan Eurasia dan formasi perputaran Himalaya dimulai. Peritiwa-peristiwa tersebut mungkin memberikan efek yang serius pada lingkungan Asia Tengah dan Timur masa Oligosen. Selandia Baru pada masa Oligosen mengalami longsong dan tenggelam, sampai pada batas 2/3 Selandia Baru modern tertutupi lautan. Pada masa itu, Antartika mulai membentuk lapisan es dalam ukuran besar yang menyebabkan iklim dingin.
Pada permulaan zaman Oligosen, dunia mendingin dengan cepat dan memiliki lebih banyak musim. Gelombang kepunahan melanda mamalia yang terbiasa pada dunia yang tropis pada zaman Eosen. Pada permulaan Oligosen, hutan tumbuhan berdaun lebar dan Antartika ditutupi oleh es. Di lautan, beberapa biota laut beradaptasi menjadi bentuk kehidupan laut yang lebih dapat beradaptasi dengan temperatur rendah, berkerumun menuju tempat yang jauh dari ekuator bersuhu hangat, di mana spesies lain dapat bertahan. Gejala turunnya suhu ini turut bertanggung jawab atas berkurangnya keanekaragaman plankton dasar laut, dasar rantai makanan. Pada pertengahan Oligosen, terdapat regresi kehidupan bawah laut global (karena bertambahnya jumlah es di Antartika), ditandai tengan kemunduran jumlah spesies biota laut, termasuk planktondan spesies invertebrata. Mamalia laut seperti paus purba (archaeocete) menjadi punah dan digantikan oleh saudara mereka yang lebih modern. Kehidupan plankton dan invertebrata juga turut terpengaruhi oleh fenomena ini.
Iklim yang lebih dingin dan lebih kering mempercepat evolusi dari jenis tumbuhan belukar, yang menjadi salah satu kelompok tumbuhan paling penting di muka bumi. Mereka menyebar secara ekstensif selama beberapa juta tahun dan memberi makan kumpulan hewan ternak yang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan yang lebih kecil dan jenis burung-burungan, menstabilkan tanah dan mengurangi erosi. Tumbuhan rerumputan/belukar memiliki serat yang tinggi, rendah protein dan harus dikonsumsi dalam jumlah besar untuk mendapat nutrisi yang cukup. Namun, karena mereka mengandung pecahan-pecahan kerikil kecil yang dapat meratakan gigi hewan, pada akhirnya menyebabkan evolusi hewan-hewan ternak dengan gigi yang dapat beradaptasi dengan jenis makanan tersebut, seperti pada jenis kuda merohippus. Berbeda dengan tanaman berbunga, belukar tidak bergantung pada hewan melainkan pada angin untuk proses polinasi.
Di Eropa Barat, fenomena perubahan secara tiba-tiba pada hewan yang dikenal dengan Grand Coupure terjadi. Grand Coupure merujuk pada waktu yang berdekatan dengan masa Eosen ketika banyak kelompok hewan termasuk primata terancam punah di Hemisphere Utara dan melibatkan imigrasi dari sebuah temat menuju Timur dengan banyak taxa baru, khususnya artiodactyla and perissodactyla, dan kepunahan banyak spesies. Selama masa ini setidaknya ada 17 kepunahan umum, 20 kemunculan pertama, dan 25 jenis mamalia yang tidak terpengaruh oleh proses kepunahan muncul pada batas Eosen- Oligosen di Eropa Barat. Periode Oligosen akhir, ditandai dengan ekspansi padang rumput yang menjadi saksi atas dominasi mamalia seperti kuda, rusa, unta, gajah, kucing, anjing, dan primata. Kontinuitas migrasi fauna mamalia darat dari Asia ke Amerika Utara bertanggung jawab atas persebaran dari beberapa garis keturunan menuju benua baru, kecuali Australia.
Beberapa bukti DNA menunjukkan bahwa nenek moyang dari kera modern—dan manusia—berevolusi antara 22 dan 33 juta tahun lalu, namun fosil yang mendukung tidak muncul sampai masa Miocene. Simpanse, gorila, dan orangutan (kera besar), gibbon, dan siamang dikelompokkan bersama manusia ke dalam takson Hominidea.
Masa Miosen (23,8 – 5,3 juta tahun)
Kata Miosen berasal dari bahasa Yunani yang berarti “meion” (kurang) dan “ceno” (baru). Selama periode ini ditemukan sedikit bentuk fosil baru daripada masa Pliosen. Pada zaman tersebut suhu menjadi lebih hangat dari pada zaman Oligosen atau masa Pliosen. Masa Miosen muncul di antara Antartika dan Amerika Selatan, sama seperti jalur lintasan antara Tasmania dan Antartika, menyediakan jalur masuk bagi arus air dingin circumpolar. Fenomena ini secara signifikan mengurangi percampuran antara air hangat tropis dan air dingin polar, dan menyebabkan munculnya kutub Antartika.
Tenggelamnya lautan dangkal seperti Laut Tethys yang ditutupi oleh jembatan darat alami antara Afrika dan Eurasia, membendung laut Mediterania, merupakan pengaruh lebih jauh dari perubahan iklim global dunia. Dengan lebih banyak daratan yang muncul, terdapat lebih sedikit lautan yang dapat mencegah iklim global dari suhu panas atau dingin yang ekstrim.
Kumpulan alga coklat besar yang disebut “kelp” menyangga proses evolusi kehidupan laut, seperti anjing laut, dan juga sekelompok ikan dan invertebrata. Walau kelp adalah sejenis tanaman, kelp tidak berhubungan dekat dengan saudaranya di daratan. Sel kelp menggunakan jenis pigmen yang berbeda untuk proses fotosintesis. Karena tanaman laut tidak bertahan lama, para peneliti hanya dapat menyimpulkan kalau kelt hanya bertahan sampai masa Miosen, ketika hewan-hewan yang bergantung padanya muncul namun hanya ada pada periode-periode awal.
Penelitian terhadap tanaman-tanaman zaman Miosen hanya fokus terhadap penelitian spora dan serbuk sari. Penelitian semacam itu menunjukkan bahwa pada akhir zaman Miosen 95% benih-benih familia tanaman muncul, dan tidak ada satu pun familia tanaman yang punah sejak masa pertengahan Miosen. Iklim hangat masa pertengahan Miosen yang diikuti oleh turunnya suhu, dianggap bertanggung jawab atas kemunduran ekosistem tropis, perluasan hutan konifer utara, dan bertambahnya musim. Dengan adanya perubahan ini, diversifikasi graminoid modern, terutama rerumputan dan alang-alang, pun terjadi. Pola perubahan biologis secara keseluruhan untuk masa Miosen ternasuk ke dalam jenis sistem perluasan vegetasi (seperti hutan). Mamalia dan burung-burungan secara khusus berkembang menjadi jenis baru, baik menjadi herbivora yang dapat berlari dengan cepat, predator mamalia besar dan burung, atau burung kecil dan binatang pengerat. Kuda pertama muncul di awal Eosen sebagai herbivora berukuran kucing, yang hanya memakan vegetasi berdaun. Ketika rerumputan kasar menggantikan daerah hutan selama masa Oligosen beberapa spesies mengembangkan rahang yang lebih besar dan gigi kuat berakar dalam dengan lapisan email. Mereka juga memiliki saluran pencernaan besar yang dapat mencerna kuantitas rumput yang lebih banyak. Kuda masa Oligosen sekarang menjadi lebih besar dengan kaki-kaki yang lebih kuat dan tapal yang memungkinkan mereka untuk berlari lebih cepat dari hewan-hewan yang memiliki bantalan kaki. Mereka dengan cepat menyebar dari Amerika Utara ke Eropa dan Asia dan dari sana menyebar ke Afrika di mana beberapa spesies menjadi kuda masa kini.
Masa Pliosen (5,3 – 1,8 juta tahun)
Zaman terakhir dari periode Tertierdisebut zaman Pliosen yang berasal dari bahasa Yunani “pleion” (lebih) dan “ceno” (baru) yang berarti bahwa pada masa itu terdapat lebih banyak bentuk fosil dari pada zaman sebelumnya. Iklim dingin yang dimulai sejak zaman Eosenterus berlangsung sampai masa Pliosen; hal ini menunjukkan tahapan akhir dari iklim dingin global yang membawa proses pembentukan glasial Quaternary. Sementara dunia Pliosen beriklim lebih hangat dari pada masa kini, sekitar 2 juta tahun lapisan es menutupi kedua kutub, dan selama masa Pleistosen glasier berulang kali bergerak maju dan mundur pada beberapa area di muka bumi. Jembatan darat Panamanian antara utara-selatan Amerika muncul selama masa Pliosen, menyebabkan migrasi dari tanaman dan hewan menuju habitat baru. Hal ini memiliki akibat substansial terhadap biota di kedua benua, seperti mamalia berplasenta yang menyebar ke selatan menyeberangi jembatan darat dan hewan marsupial yang bermigrasi ke arah utara.
Primata terus berkembang biak menjadi jenis yang beraneka-ragam. Manusia dan simpanse berbagi nenek moyang yang sama sekitar 17 juta tahun lalu, dan melalui jalur evolusi yang terpisah. Manusia berbagi sekitar 98,8% DNA dengan simpanse, yang merupakan spesies keluarga terdekat kita di antara primata. Hominida pertama yang pertama kali diketahui berevolusi di Afrika Barat sekitan 5,2 juta tahun lalu. Rahang hominida yang menonjol dan kebanyakan spesies primata yang memiliki otak yang besar. Kebanyakan hominida mungkin hidup dalam kelompok di dekat hutan dan beberapa spesies hominida berikutnya mulai menggunakan dan membuat alat. Fosil paling tua, gigi tulang rahang dan tulang jari kaki ditemukan di Etiopia, berumur 5,3 juta tahun. Penemuan kerangka hominida berumur lebih muda dinamai Lucy, dengan adanya penemuan itu dan sebuah set jejak kaki di Hadar, Tanzania, mengungkapkan lebih banyak tentang penampilan mereka dan satu karakter yang paling berbeda: bahkan hominida yang muncul paling awal dapat berjalan tegak lurus dengan dua kaki. Adaptasi semacam ini menyediakan beberapa keuntungan, seperti kemampuan untuk melihat dari atas tumbuhan yang tinggi dan dapat membawa makanan atau peralatan dan senjata dengan mudah ketika bepergian.
Masa Pleistosen (1,8 juta tahun – 10.000 tahun)
Zaman Pleistosen terjadi antara 1,8 juta tahun lalu sampai dengan permulaan Holocene sekitar 10.000 tahun lalu. Pleistosen berasal dari bahasa Yunani “Pleistos” (sebagian besar) dan “ceno” (baru).
Pada permulaan Pleistosen, dunia memasuki periode yang lebih dingin karena perpindahan tahap glacial menuju ke tahap interglasial. Hemisphere Utara menunjukkan vegetasi Artik: tundra di dalam Lingkaran Artik dan taiga—hutan konifer. Tundra adalah dunia dari tanah yang membeku abadi, dengan musim tumbuh tanamanyang sangat pendek yang kebanyakan merupakan lumut, liken, dan alang-alang. Di daerah dengan ketinggian yang lebih rendah iklim yang lebih kering membawa jenis vegetasi gurun. Lapisan es yang luas menutupi dan kemudian secara terpisah tersebar di bagian bumi yang lebih tinggi, terutama di Hemisphere Utara. Dengan luas wilayah besar yang mendekati Artik dan kemungkinan untuk menyalurkan glasier ke arah selatan Hemisphere Utara menjadi mesin pembuat es yang besar. Antartika, walau sama dinginnya dengan Artik, terpisah dari benua selatan dan oleh karena itu proses pembentukan glasier di Selandia Baru, Chili, dan Tazmania yang membentuk bukit glasier.
Waktu permulaan yang tepat dari proses pembentukan glasier Hemisphere Utara tidaklah pasti, namun beberapa catatan isotop oksigen menunjukkan waktu akhir masa Pliosen (sekitar 3 atau 2 juta tahun lalu). Variasi mikrofosil plankton yang berlimpah menunjukkan bahwa perubahan besar pada suhu permukaan laut yang terjadi sebelum 2,8 sampai 2,6 juta tahun lalu. Penemuan terkini, puing es dalam sedimen bawah laut di sekitar Greenland berumur sekitar 7 juta tahun dan menunjukkan kemungkinan penumpukan jumlah es di Hemisphere Utara selama masa Miosen.
Banyak penelitian para paleontologis pada fosil Pleistosen yang bertujuan untuk memahami iklim masa lalu. Zaman Pleistosen bukan satu-satunya masa di mana iklim dan temperatur berubah secara drastis; fosil dari zaman Pleistosen sering kali berlimpah, terjaga dengan baik, dan dapat diperkirakan umurnya dengan sangat tepat. Fauna Pleistosen termasuk marsupial raksasa, seperti wombat berukuran seperti badak yang masih bersaudara dengan diprotodon, dan kadal monitor raksasa megalania. Burung raksasa Selandia Baru Dinornis maximus atau Moa adalah hewan herbivora dan memiliki tinggi sampai 3 meter.
Zaman Pleistosen juga menjadi saksi evolusi dan ekspansi dari spesies manusia, homo sapien, dan pada masa Pleistosen, manusia menyebar di seluruh dunia. Fosil rahang di Mauer, Jerman, dari Homo heidelbergensis berumur 500.000 tahun. Mereka menunjukkan karakteristik fisik manusia modern, dengan kapasitas yang lebih besar, gigi yang lebih kecil dan wajah berbeda dengan nenek moyang hominida lainnya. Sekitar 130.000 tahun lalu manusia modern menyebar ke Afrika, Asia Tengah, dan Eropa. Mereka memilki kerangka yang gracile, dan lebih tinggi, tengkorak yang lebih bundar dari pada saudara mereka dari Eropa, Neanderthal. Lukisan gua yang berumur 40.000 tahun menunjukkan bahwa mereka telah mengembangkan kebudayaan yang rumit; beberapa ahli merujuk fenomena ini dengan munculnya bahasa yang rumit.
Masa Holosen (8.000 tahun – sekarang)
Zaman terakhir dari periode Kuaterner (Quaternary), mulai dari akhir masa Pleistosen (10.000 tahun lalu) sampai sekarang termasuk dalam zaman Holosen, yang berasal dari bahasa Yunani “holos” (keseluruhan) dan “ceno” (baru), mengindikasikan bahwa zaman itu memiliki bentuk fosil yang benar-benar baru.
Bukti inti es menunjukkan zaman Holosene memiliki suhu yang relative lebih hangat dan memilki perubahan iklim yang lebih sedikit. Masa Little Ice dimulai sekitar 650 tahun lalu (1350 M) dan hanya bertahan sekitar 550 tahun lalu. Beberapa peneliti menganggap bahwa kondisi suhu global masa yang hangat kini hanya bersifat sementara—bahwa secara sederhana kita berada dalam periode interglasial dari zaman es.
Zaman Holosen kadang-kadang disebut “zaman manusia”. Hal ini bagaimana pun juga salah: manusia modern berevolusi dan tersebar di seluruh planet sebelum masa Holosen dimulai. Namun bagaimana pun, sejak munculnya peradaban pertama—mungkin sekitar 12.000 tahun lalu—manusia telah memengaruhi lingkungan global berbeda dengan organisme yang lainnya.
Sementara semua organisme memengaruhi lingkungannya sampai beberapa tingkat tertentu, beberapa di antaranya bahkan mengubah dunia. Sebanyak 20% dari jumlah tanaman dan hewan masa kini akan punah pada tahun 2025 M. Dibutuhkan lebih banyak informasi untuk menentukan apakah level kepunahan yang ada sekarang berada dalam garis level alami dari pergantian spesies, atau apakah proses ini dipercepat oleh kegiatan manusia seperti berburu, polusi, pengontrolan banjir, dan penggundulan hutan (deforestasi) menjadi apa yang kita sebut “kepunahan massal keenam”. Kebanyakan peneliti setuju bahwa aktivitas manusia bertanggung jawab atas “pemanasan global,” berarti bahwa naiknya tempetatur dunia yang masih terus berlanjut sampai sekarang akan menimbulkan efek yang tidak terduga.
Namun sekarang masa Holosen juga telah menjadi saksi dari kemajuan pengetahuan dan teknologi manusia yang dapat dimanfaatkan—dan memang digunakan—untuk memahami perubahan yang kita ketahui, untuk memprediksi akibatnya, dan untuk menghentikan kerusakan yang mereka berikan pada bumi dan manusia. Paleontologi merupakan bagian dari usaha untuk memahami perubahan global. Karena banyak fosil menyediakan data tentang iklim dan lingkungan masa lalu, ahli palaentologi berkontribusi terhadap pemahaman kita tentang bagaimana perubahan lingkungan masa depan akan memengaruhi kehidupan bumi.
Kepustakaan
AM. Sardiman dan Kusriyantinah, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, Surabaya: Kendang Sari, 1995.
Bellwood, Peter, 2000, Prasejarah Kepulauan Indo - Malaysia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bemmelen, R.W. van. 1949. Geology of Indonesia; vol. I A. General Geology: The Bandung Zone. Bulbeck, David, Monique Pasqua, Adrian de Lello, 2000, Culture History of The Toalian South Sulawesi,
Forestier, Hubert, 2007, Ribuan Gunung Ribuan Alat Batu, Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur, Kepustakaan Populer Grmaedia, Jakarta.
Kasnowihardjo, Gunadi, 2006, Potensi Wisata Budaya dan Wisata Petualangan di Kutai Timur, Budpar.net.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: benteng Budaya, 1995.
Michel Chazine, Jean, 2005, Recent Rock Art and Archaeological Discoveries in East Kalimantan, World. Socialis Web.net
Poesponegoro, Marwati Djoenoed et al., 2008, Sejarah Nasional Indonesia I, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, PN Balai Pustaka.
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992.Simanjuntak, Truman, 1998, "Budaya Awal holosen di Gunung Sewu" dalam Berkala Arkeologi Th XIX Edisi No. 1/Mei, Yogyakarta, Balai Arkeologi Yogyakarta.
Sonjaya, JA, 2002, Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung : Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002, Sub. Terra.co.id.
Sukmono, 1996, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid I, Yogyakarta : Kanisius.
William A. Haviland dan RG. Soekadijo,1988. Antropologi 1, Jakarta: Erlangga,
Wiradnyana, Ketut, 2004, Gua Togi Bogi, Hunian Berciri Mesolitik di Nias (Perbandingan dengan Situs Gua Togi Ndrawa), Balar Medan.
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/381/lingkungan-alam,-manusia,-dan-budaya-prasejarah-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar