Sabtu, 20 Maret 2010

Anatomi Pranata Ekonomi pada Masa Jawa Kuno

Secara umum pelaku ekonomi pada masa Jawa kuno dalam beberapa keterangan yang ada terbagi ke dalam empat katagori, yaitu pegawai pemungut pajak, pengrajin dan pekerja seni, pedagang, serta petani dan petugas pertanian.

Pemungut Pajak
Sebagai pejabat kerajaan, pemungut pajak ditata dengan rapi dari tingkat desa sampai tingkat pusat. Ditingkat pusat, terdapat tiga kelompok pejabat yang hampir bersama-sama, sang mana katrini, yang terdiri dari pengangkur, tawan, dan tirip. Ketiga pejabat ibi bertanggungjawab atau melakukannya atas rakai. Di bawah pejabat ini terdapat wadwa, parujar, pangurang, pihujang, dan kalang. Dilihat salam susunan hirarki jabatan, tiga serangkai pangkur-tawan-tirip sepertinya termasuk kedalam pejabat pusat sebagaimana tercermin dalam nama-namanya menunjukan nama watek, bukan nama desa.

Kitab Nawanatya yang menyebutkan susunan pemerintahan penting seperti rakai kanuruhan, fungsi utamanya adalah sebagai kepala protocol kerajaan dalam tatacara upacara kerajaan. Selain itu ia juga harus mengurus pedagang-pedagang asing, menyembut dan memenuhi segala kebutuhan tamu-tamu raja. Maka untuk itu rakai kanuruhan harus mengetahui ‘semua bahasa’ dikatakan juga ia bisa memungut uang dari pedagang asing itu, oleh karena itu pejabat ini memiliki kewenangan untuk memungut pajak dari para pedagang asing.

Pejabat lain yang masih samar kedudukannya adalah Mangilala Drwya haji arti harfiyahnya adalah ‘mengambil milik raja” orang yang masuk kedalam pejabat ini ditugaskan untuk memungut pajak atas perintah raja.

Para Perajin dan Pekerja Seni
Pengetahuan dan penamaan sepesifikasi dari pekerja seni banyak diketahui dari pengaturan pajak yang dibebankan kepada mereka atau dari barang-barang yang mereka hasilkan. Mereka yang termasuk golongan ini dalam prasasti-prasasti dikenal dengan berbagai istilah diantranya adalah merka yang diduga sevbagai kelompok pengajin adalah angukir (pengukir/pemahat), andyun (pembuat tempayan), angendi (pembuat kendi), apande salwir ning apande (segala macam penempa logam), undhagi (tukang kayu), angapus (pembuat benang atau tali), amaranggi (pembuat hiasan pada benda-benda terbuat dari kayu), anghapu (pembuat kapur), anghanam-anam/agawi kisi, agawi runggi (pembuat keranjang), anghareng (pembuat arang).

Sedangkan mereka yang termasuk kategori pekerja seni adalah anglukis (pelukis), awayang (pemain wayang), men-men (pemain pertunjukan kelling), ijo-ijo (pemain lawak), amidu (penyanyi), amancagah (pembawa berita), anggoda (penggoda, penari ronggeng), dan arketan (pemain topeng). Di samping mereka terdapat jenis-jenis profesi lain seperti amahang/manwring/manambu/mangubar, mangala (tukang celup, kadang-kadang dengan warna-warna tertentu); angula (pembuat gula); dan jalagraha (pengangkut air) (Sedyawati 1994:292)

Pedagang
Data mengenai para pedagang dalam prasasti biasanya dikatakan dengan pengaturan mengenai batas-batas barang yang tidak dikenai pajak dan yang kena pajak. Petunjuk mengenai kemunghkinan adanya kelompok-kelompok pedagang dapat diketahui dari jenis-jenis barang yang merekaperdagangkan atau cara-caranya barang-barang dagangan tersebut diangkut. Mengenaia jenis barang-barang dagangan ini terdapat tidak kurang dari 31 macam. Meskipun demikian tidak berarti setiap pedagang mempunyai spesialisasi untuk jenis barang dagangan tertentu. Daftar jenis barang tersebut dapat dikelompokan menjadi empat macam, yakni jenis makanan dan bumbu-bumbuan, jenis sandang, perlengkapan umum dan hewan.

Termasuk dalam kelompok makanan dan bumbu-bumbuan terdiri dari bawang (bawang), bras (beras), garam/wuyah (garam), gula, inga (minyak), pipakan/kapulaga (jahe, tanaman jahe); wwahan/pucang sireh (buah-buahan terutama pinang), pja (ikan laut/asin).

Termasuk golongan sandang adalah wasana (pakaian), amahang/kasumbha/pamaja (bahan pewarna), kapas, lawe (benang). Kategori perlengkapan umum adalah galuhan (batu permata), gangsa (perunggu), anganam (keranjang); labeh (kulit penyu), makacapuri (kotak sirih); mangawari (permata), masayang/tamwaga (peralatan tembaga), tambra (lempeng tembaga), timah, wsi (besi).

Termasuk dalam kategori hewan adalah hewan besar yang terdiri dari kbo (kerbau), sapi, wdus (kambing), celeng (babi), dan unggas terutama andah (itik). Sebagaian barang-barang di atsa dapat diangkut dengan berbgai cara, yakni dipikul, dinaikan diatsa punggung kuda, diangkut denga gerobak, atau dinaikan diatas perahu.

Diluar itu terdapat sekelompok orang yang melakukan usaha dalam bentuk jasa pelayanan khususnya pelayanan angkutan, baik menggunakan tenaga hewan, misalnya kuda (atitih) maupun alat angkut lain seperti gerobak (galungan) atau pedati (mapadati), dan perahu (parahu).

Petani dan Petugas Pertanian
Dalam sumber-sumber prasasti sebutan bagi petani selalu dikaitkan dengan wilayah tempatnya hidup. Istilah wanua atau thani mengacu kepada suatu wilayah dimana para petani atau penduduk dsa tinggal. Sebutan untuk penduduknya adalah anak wanua atau anak thani. Dalam prasasti-prasasti banyak yang menyinggung permasalaha pertanian diantranya dalah adanya yang menyebutkan macam-macam jenis tanah yang dapat didayahgunakan oleh para petani, diantaranay yang paling sering disbutkan adalah sawah (sawah), gaga (ladang), kbuan (kebun), renek (rawa). Dari pengelompokan tersebut kitanya terdapat sedikit petunjuk bahwa diantra para petani tersebut dapat dikelompokan berdasarkan kepemilikan tanah dan lahan garapannya.

Pada masa majapahit muncul istialah baruyang berkaitan dengan urusan pertanian, misalnya ambekel tuwuh (pengurus hasil bumi), asedahan thani (petugas yang berhubungan dengan masalah tanah dan pajak), angucap gawe thani (kepala kegiatan wilayah).

Sebagai bagian dari tatanan masyarakat kerajaan, anak wanua/thani menjalankan fungsi utama sebgai pemasok utama dari perekonomian kerajaan. Dari segi kependududkan, kita tidak memiliki cukup data untuk menjelaskan jumlah dan tingkat kepadatannya. Namun, dapat diyakini bahwa sebagai keseluruhan petani merupakan pterbesar dari seluruh warga kerajaan. Wilayah inti petani di jawa Timur berada disekitar lembah sungai Solo dan Brantas.

Kepustakaan
Muljana, Slamet. (1983). Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press.

Muljana, SLamet (1979). Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Muljana, Slamet. (2005.) Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS. Pelangi Aksara

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2008). Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka

Rahardjo, Supratikno. (2002). Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.Raffles, Thomas Stamford (2008). The History of Java. Yogyakarta: Narasi

Saputra, H Karsono dkk. 2002. Indonesian Heritage: Sejarah Awal. Jakarta: Buku Antar Bangsa.
Saputra, H Karsono dkk. 2002. Indonesian Heritage: Manusia dan Lingkungan. Jakarta: Buku Antar Bangsa.

Sumber :
http://www.wacananusantara.org/3/68/anatomi-pranata-ekonomi-pada-masa-jawa-kuno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar