Naskah asli Babad Nitik tersimpan di Perpustakaan (Widyabudaya) keraton Yogyakarta. Babad ini ditulis di atas kertas berukuran folio, dengan tinda hitam, berhuruf Jawa dengan bahasa Jawa bercampur Kawi, digubah dalam bentuk tembang macapat. Penulisnya tidak diketahui, tetapi diterangkan bahwa ditulis atas perintah Sultan Hamengku Buwono VII. Waktu penulisannya disebutkan dengan Sengkalan “Resi nembah ngesthi tunggal” (1867 J/1936 M).
Babad Nitik yang seluruhnya terdiri dari tiga puluh lima pupuh tembang itu berisikan pengalaman Sultan Agung sejak masih menjadi putra mahkota, pelantikannya sebagai sultan, dan masa pemerintahannya yang berpusat di keraton Kerto. Diceritakan bahwa sewaktu masih menjadi putra mahkota, ia mengadakan perjalanan ke seluruh Jawa, Asia Tenggara, Timur Tengah, bahkan ke dasar laut dan alam kedewataan. Semua perjalanan itu dilaksanakan secara gaib.
Seperti kita ketahui pada zaman dahulu keyakinan yang hidup dalam masyarakat kita bahwa raja itu bukan manusia biasa, melainkan manusia dewa yang memiliki kelebihan-kelebihan dari manusia biasa. Pada zaman Sultan Agung berkuasa, agama Islam sedang berkembang pesat di atas dasar budaya Jawa sebelum itu. Seorang raja yang berwibawa dan berpredikat “Gung Binathara” adalah raja yang berkualitas manusia-dewa sekaligus Khalifatullah. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa Sultan Agung pergi ke Mekkah untuk minta pengakuan sebagai Khalifatullah. Perjalanan putera mahkota Mataram (sebelum dinobatkan) ke seluruh Nusantara dan Asia Tenggara dalam rangka “nitik” atau menjajagi keadaan daerah yang dikunjungi tersebut, dalam upaya pengembangan kekuasaan kelak jika telah memegang tampuk pemerintahan. Rupanya dengan alasan itulah maka babad ini dinamakan Babad Nitik.
Sang putera mahkota Mataram yang bergelar Pangeran Adipati itu selalu mampu menundukkan negara-negara yang dikunjungi dengan kesaktiannya sendiri. Kemudian raja dan rakyat dari negara yang sudah tunduk itu bersedia masuk Islam. Cerita ini mirip dengan hikayat Amir Hamzah (di Jawa terkenal dengan nama Wong Agung Menak) dalam menyebar atau mengembangkan Islam. Hal ini untuk membuktikan atau menunjukkan bahwa Sultan Agung adalah Khalifatullah.
Di samping itu Babad Nitik juga berisi hal-hal yang berbau mistik, seperti: Sulatan Agung kawin dengan Dewi Ratu Kidul. Begitu juga Sultan dapat terbang ke Kadewataan (Surga) dan bertemu dengan tokoh-tokoh dari dunia pewayangan, yakni Pandawa yang dipandang sebagai leluhur. Pergi ke Mekkah hanya dalam beberapa menit dan sebagainya. Hal itu semuanya untuk menunjukkan bahwa beliau berkualitas Raja-Dewa-Khalifatullah. Biasanya Babad memang diwarnai oleh hal-hal yang berbau mistik seperti itu.
Babad Nitik juga sebenarnya banyak berisi informasi kebudayaan dan kesejarahan. Akan tetapi informasi kesejarahan yang terdapat dalam babad harus diuji betul-betul kebenarannya, dengan cara membandingkan dengan sumber-sumber lain sebab dalam babad banyak sekali hal-hal yang bersifat fiktif.
Beberapa informasi yang dapat dipertimbangkan untuk dikaji lebih jauh sebagai data sejarah dan kebudayaan, diantaranya:
1. Tentang sifat seorang raja yang baik adalah: (a) pandai memikat para prajurit dengan penghasilan yang cukup, dan tidak menyakiti hatinya; (b) tidak membuat sakit hati rakyat; (c) bijaksana, hati-hati, cepat dalam mengambil keputusan; (d) pandai mendidik rakyat; (e) selalu waspada terhadap tingkah laku rakyatnya; (f) bertanggung jawab; (g) berbudi halus dan luhur; (h) taat beragama dan beribadah; (i) sabar berdasarkan kearifan huum; (k) teguh pendirian; (l) dapat mengelakkan segala godaan; dan (m) menyebarluaskan agama.
2. Sebagai seorang seniman, beliau menciptakan: (a) tari serimpi; (b) menyempurnakan gamelan dengan menambah instrumen bedug dan saron ricikan; (c) menciptakan gending Andong-andong, Madubrata, Kodok Ngore dan Monggang; dan (d) menciptakan Wayang Gedhog dalam cerita siklus Panji.
3. Sultan Agung naik tahta tahun 1617. Dalam catatan sejarah, Sultan Agung naik tahta pada tahun 1613, tetapi menurut Babad Nitik baru tahun 1617 karena pada waktu Prabu Hanyakrawati (Raja Mataram II) mangkat belitu tidak ada di tempat dan tidak diketahui sedang berada di mana. Oleh karena itu diangkatlah adiknya yang bernama Pangeran Martopuro. Baru pada tahun 1617 beliau muncul. Pangeran Martopuro turun tahta, lalu pergi ke Bagelen, tidak lama mangkat dan dimakamkan di bukit Sela Bagelen.
4. Semasa pemerintahannya, beberapa kali ganti pejabat tinggi: (a) Patih: Tumenggung Mandaraka (1617-1623), Tumenggung Singaranu (1623-1645); (b) Pengulu: Wanatara (1617-1619), Pangeran Kepodang (1619-1620), Kyai Serang (1620-1622), Ahmad Kategan (1622-1645); (c) Jaksa: Juru Mayemditi (1617-1623), Kyai Mas Sutamarta (1623-1645).
5. Sultan Agung memugar makam Tembayat. Pada tahun 1620 Sultan Agung memugar pemakaman Tembayat (Kabupaten Klaten) di mana terdapat makam Pangeran Pandanaran yang telah mengajar Ilmu Paramawidya kepada Sultan Agung dan menjadikan daerah Tembayat bebas pajak (perdikan).
6. Membangun pemakaman Imagiri. Sultan Agung membangun pemakaman untuk dirinya di bukit Girilaya, sebelah utara-timur Imagiri. Sewaktu pembangunan makam belum selesai Pangeran Juminah (pamannya) meninggal di tempat itu dan dimakamkan di tempat itu juga. Kemudian Sultan Agung membangun pemakaman Imagiri seperti yang masih ada sampai sekarang.
7. Sultan Agung tidak gagal menyerang Kumpeni. Hasil utamanya adalah semangat juang yang terus berkobar.
8. Keraton Sultan Agung di Kerto menjadi model. Sultan Agung setelah naik tahta memindahkan keratonnya ke Kerta (sebelah selatan Yogyakarta), keraton itu bagus tetapi tidak berpagar benteng, melainkan hanya berpagar korden dari kain sutera karena Sultan merasa tidak perlu, tidak ada orang yang berani mengganggu keraton raja yang sakti itu.
Kiranya Keraton Kerto inilah yang menjadi model Keraton Surakarta dan Yogyakarta yang masih ada hingga sekarang ini, kecuali bentengnya.
Serat Babad Nitik Sultan Agung
(Serat Cariyosipun Dewi Ambarini)
Serat Babad Nitik kangjeng Sultan Agung, nyariyosaken wiwit
Dewi Ambararini, putrinipun ratuning jim linamar raja wolung nagari
ngantos dhaupipun sang Dewi kaliyan Bambang Ernawarya.
1. Duk manitra tinembang artati, Slasa Wage lek salikur wulan.
2. Sri Narendra sampun lenggah, aneng bangsal kencana kinen nitik.
3. Genti ingkang kacarita, nagari Daksinatasik.
4. Kuneng genti kang winuwus, nagari Daksinatasik.
5. Sinegeg Daksinatasik, genti cinarita.
6. Genti kocap ing Daksinatasik, wau sang akatong.
7. Cinarita dutane para raja, kang sami angulati.
8. Sapraptene kapatihan kyai patih, Bambang Ernawarya.
9. Genti kocap nerendra Matawis, kangjeng Sutan Agung kitha Karta.
10. Ginenti kang cinarita, lampahira Bambang Ernawaryeki.
11. Sampun sami angandika, lenggah bangsal Sri Bupati.
12. Bambang Ernawarya muwus, andika langkung prayogi.
13. Sang nata duk amiyarsi, sungkawa anemu suka.
14. Enjing praptaning ubaya ari, Sri Narendra miyos.
15. Angandika wau Dyah Ambararini, eh Arya Nirbawa.
16. Sapraptaning wisma Arya Adipatya, tandya karya kinteki.
17. Kawarnaa arya Adipati, sang Udarapati Pramasadha.
18. Tengara bendhe tinembang, sinauran tabah-tabahan juri.
19. Wus bibar kang prang tandhingan, rajeng sadhaha sadasih.
20. Lampahira rajasunu, radyan Matyuna sarakit.
21. Kalamarcu Sri Bupati, sampun mangsah ing ranangga.
22. Catur raja sawusnya miyarsi, saraseng pamaos.
23. Wau sang Dyah dayita umatur aris, inggih putra tuwan.
24. Kawuwusa nengih kyai patih Puyika, umarek ngarsa aji.
25. Genti kocap nengih duta aji, kang lumampah maring Tasikdaksina.
26. Putra paduka sang retna, neng Daksinatasik langkung mukti.
27. Kocap ing Tasikdaksina, sang prabu Udayanamurti.
28. Nateng Kismaka amuwus, pami wahanira benjing.
29 Ing wetan samburat abrit, praptaning wisma dadakan.
30. Sanak-sanak manira aji, reh katemben tumon.
31. Sri Narendra duk myarsa aturing siswi, suka ing wardaya.
32. Kula asung uninga mring pra kakendra, inggih bade lumintit.
33. Kawarnaa enjing Sri Bupati, Soma Manis miyos siniwaka.
Kepustakaan
Alang Kumintir (2008) Serat Babad Nitik Sultan Agung. [online] http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/serat-babad-nitik-sultan-agung/. Februari 2009
Andisopiyan (2008) SERAT BABAD NITIK SULTAN AGUNG [online] http://andisopiyan.multiply.com/journal/item/125/SERAT_BABAD_NITIK_SULTAN_AGUNG. Februari 2009
Uun Halimah. (2008). Babad Nitik. [online] http://uun-halimah.blogspot.com/2008/01/babad-nitik.html. Februari 2009
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/155/babad-nitik
Babad Nitik yang seluruhnya terdiri dari tiga puluh lima pupuh tembang itu berisikan pengalaman Sultan Agung sejak masih menjadi putra mahkota, pelantikannya sebagai sultan, dan masa pemerintahannya yang berpusat di keraton Kerto. Diceritakan bahwa sewaktu masih menjadi putra mahkota, ia mengadakan perjalanan ke seluruh Jawa, Asia Tenggara, Timur Tengah, bahkan ke dasar laut dan alam kedewataan. Semua perjalanan itu dilaksanakan secara gaib.
Seperti kita ketahui pada zaman dahulu keyakinan yang hidup dalam masyarakat kita bahwa raja itu bukan manusia biasa, melainkan manusia dewa yang memiliki kelebihan-kelebihan dari manusia biasa. Pada zaman Sultan Agung berkuasa, agama Islam sedang berkembang pesat di atas dasar budaya Jawa sebelum itu. Seorang raja yang berwibawa dan berpredikat “Gung Binathara” adalah raja yang berkualitas manusia-dewa sekaligus Khalifatullah. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa Sultan Agung pergi ke Mekkah untuk minta pengakuan sebagai Khalifatullah. Perjalanan putera mahkota Mataram (sebelum dinobatkan) ke seluruh Nusantara dan Asia Tenggara dalam rangka “nitik” atau menjajagi keadaan daerah yang dikunjungi tersebut, dalam upaya pengembangan kekuasaan kelak jika telah memegang tampuk pemerintahan. Rupanya dengan alasan itulah maka babad ini dinamakan Babad Nitik.
Sang putera mahkota Mataram yang bergelar Pangeran Adipati itu selalu mampu menundukkan negara-negara yang dikunjungi dengan kesaktiannya sendiri. Kemudian raja dan rakyat dari negara yang sudah tunduk itu bersedia masuk Islam. Cerita ini mirip dengan hikayat Amir Hamzah (di Jawa terkenal dengan nama Wong Agung Menak) dalam menyebar atau mengembangkan Islam. Hal ini untuk membuktikan atau menunjukkan bahwa Sultan Agung adalah Khalifatullah.
Di samping itu Babad Nitik juga berisi hal-hal yang berbau mistik, seperti: Sulatan Agung kawin dengan Dewi Ratu Kidul. Begitu juga Sultan dapat terbang ke Kadewataan (Surga) dan bertemu dengan tokoh-tokoh dari dunia pewayangan, yakni Pandawa yang dipandang sebagai leluhur. Pergi ke Mekkah hanya dalam beberapa menit dan sebagainya. Hal itu semuanya untuk menunjukkan bahwa beliau berkualitas Raja-Dewa-Khalifatullah. Biasanya Babad memang diwarnai oleh hal-hal yang berbau mistik seperti itu.
Babad Nitik juga sebenarnya banyak berisi informasi kebudayaan dan kesejarahan. Akan tetapi informasi kesejarahan yang terdapat dalam babad harus diuji betul-betul kebenarannya, dengan cara membandingkan dengan sumber-sumber lain sebab dalam babad banyak sekali hal-hal yang bersifat fiktif.
Beberapa informasi yang dapat dipertimbangkan untuk dikaji lebih jauh sebagai data sejarah dan kebudayaan, diantaranya:
1. Tentang sifat seorang raja yang baik adalah: (a) pandai memikat para prajurit dengan penghasilan yang cukup, dan tidak menyakiti hatinya; (b) tidak membuat sakit hati rakyat; (c) bijaksana, hati-hati, cepat dalam mengambil keputusan; (d) pandai mendidik rakyat; (e) selalu waspada terhadap tingkah laku rakyatnya; (f) bertanggung jawab; (g) berbudi halus dan luhur; (h) taat beragama dan beribadah; (i) sabar berdasarkan kearifan huum; (k) teguh pendirian; (l) dapat mengelakkan segala godaan; dan (m) menyebarluaskan agama.
2. Sebagai seorang seniman, beliau menciptakan: (a) tari serimpi; (b) menyempurnakan gamelan dengan menambah instrumen bedug dan saron ricikan; (c) menciptakan gending Andong-andong, Madubrata, Kodok Ngore dan Monggang; dan (d) menciptakan Wayang Gedhog dalam cerita siklus Panji.
3. Sultan Agung naik tahta tahun 1617. Dalam catatan sejarah, Sultan Agung naik tahta pada tahun 1613, tetapi menurut Babad Nitik baru tahun 1617 karena pada waktu Prabu Hanyakrawati (Raja Mataram II) mangkat belitu tidak ada di tempat dan tidak diketahui sedang berada di mana. Oleh karena itu diangkatlah adiknya yang bernama Pangeran Martopuro. Baru pada tahun 1617 beliau muncul. Pangeran Martopuro turun tahta, lalu pergi ke Bagelen, tidak lama mangkat dan dimakamkan di bukit Sela Bagelen.
4. Semasa pemerintahannya, beberapa kali ganti pejabat tinggi: (a) Patih: Tumenggung Mandaraka (1617-1623), Tumenggung Singaranu (1623-1645); (b) Pengulu: Wanatara (1617-1619), Pangeran Kepodang (1619-1620), Kyai Serang (1620-1622), Ahmad Kategan (1622-1645); (c) Jaksa: Juru Mayemditi (1617-1623), Kyai Mas Sutamarta (1623-1645).
5. Sultan Agung memugar makam Tembayat. Pada tahun 1620 Sultan Agung memugar pemakaman Tembayat (Kabupaten Klaten) di mana terdapat makam Pangeran Pandanaran yang telah mengajar Ilmu Paramawidya kepada Sultan Agung dan menjadikan daerah Tembayat bebas pajak (perdikan).
6. Membangun pemakaman Imagiri. Sultan Agung membangun pemakaman untuk dirinya di bukit Girilaya, sebelah utara-timur Imagiri. Sewaktu pembangunan makam belum selesai Pangeran Juminah (pamannya) meninggal di tempat itu dan dimakamkan di tempat itu juga. Kemudian Sultan Agung membangun pemakaman Imagiri seperti yang masih ada sampai sekarang.
7. Sultan Agung tidak gagal menyerang Kumpeni. Hasil utamanya adalah semangat juang yang terus berkobar.
8. Keraton Sultan Agung di Kerto menjadi model. Sultan Agung setelah naik tahta memindahkan keratonnya ke Kerta (sebelah selatan Yogyakarta), keraton itu bagus tetapi tidak berpagar benteng, melainkan hanya berpagar korden dari kain sutera karena Sultan merasa tidak perlu, tidak ada orang yang berani mengganggu keraton raja yang sakti itu.
Kiranya Keraton Kerto inilah yang menjadi model Keraton Surakarta dan Yogyakarta yang masih ada hingga sekarang ini, kecuali bentengnya.
Serat Babad Nitik Sultan Agung
(Serat Cariyosipun Dewi Ambarini)
Serat Babad Nitik kangjeng Sultan Agung, nyariyosaken wiwit
Dewi Ambararini, putrinipun ratuning jim linamar raja wolung nagari
ngantos dhaupipun sang Dewi kaliyan Bambang Ernawarya.
1. Duk manitra tinembang artati, Slasa Wage lek salikur wulan.
2. Sri Narendra sampun lenggah, aneng bangsal kencana kinen nitik.
3. Genti ingkang kacarita, nagari Daksinatasik.
4. Kuneng genti kang winuwus, nagari Daksinatasik.
5. Sinegeg Daksinatasik, genti cinarita.
6. Genti kocap ing Daksinatasik, wau sang akatong.
7. Cinarita dutane para raja, kang sami angulati.
8. Sapraptene kapatihan kyai patih, Bambang Ernawarya.
9. Genti kocap nerendra Matawis, kangjeng Sutan Agung kitha Karta.
10. Ginenti kang cinarita, lampahira Bambang Ernawaryeki.
11. Sampun sami angandika, lenggah bangsal Sri Bupati.
12. Bambang Ernawarya muwus, andika langkung prayogi.
13. Sang nata duk amiyarsi, sungkawa anemu suka.
14. Enjing praptaning ubaya ari, Sri Narendra miyos.
15. Angandika wau Dyah Ambararini, eh Arya Nirbawa.
16. Sapraptaning wisma Arya Adipatya, tandya karya kinteki.
17. Kawarnaa arya Adipati, sang Udarapati Pramasadha.
18. Tengara bendhe tinembang, sinauran tabah-tabahan juri.
19. Wus bibar kang prang tandhingan, rajeng sadhaha sadasih.
20. Lampahira rajasunu, radyan Matyuna sarakit.
21. Kalamarcu Sri Bupati, sampun mangsah ing ranangga.
22. Catur raja sawusnya miyarsi, saraseng pamaos.
23. Wau sang Dyah dayita umatur aris, inggih putra tuwan.
24. Kawuwusa nengih kyai patih Puyika, umarek ngarsa aji.
25. Genti kocap nengih duta aji, kang lumampah maring Tasikdaksina.
26. Putra paduka sang retna, neng Daksinatasik langkung mukti.
27. Kocap ing Tasikdaksina, sang prabu Udayanamurti.
28. Nateng Kismaka amuwus, pami wahanira benjing.
29 Ing wetan samburat abrit, praptaning wisma dadakan.
30. Sanak-sanak manira aji, reh katemben tumon.
31. Sri Narendra duk myarsa aturing siswi, suka ing wardaya.
32. Kula asung uninga mring pra kakendra, inggih bade lumintit.
33. Kawarnaa enjing Sri Bupati, Soma Manis miyos siniwaka.
Kepustakaan
Alang Kumintir (2008) Serat Babad Nitik Sultan Agung. [online] http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/serat-babad-nitik-sultan-agung/. Februari 2009
Andisopiyan (2008) SERAT BABAD NITIK SULTAN AGUNG [online] http://andisopiyan.multiply.com/journal/item/125/SERAT_BABAD_NITIK_SULTAN_AGUNG. Februari 2009
Uun Halimah. (2008). Babad Nitik. [online] http://uun-halimah.blogspot.com/2008/01/babad-nitik.html. Februari 2009
Sumber :
http://www.wacananusantara.org/2/155/babad-nitik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar